Selasa 31 Jul 2018 07:10 WIB

Tidak Ada Maaf untuk James Gunn

Cuitan masa lampau di medsos jadi alat menghancurkan Gunn.

Sutradara James Gunn.
Foto: EPA
Sutradara James Gunn.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Ichsan Emerald Alamsyah*

"Saya mengerti dan menerima keputusan yang diambil hari ini. Bahkan bertahun-tahun kemudian, saya bertanggung jawab penuh atas cara saya melakukannya sendiri. Yang bisa saya lakukan sekarang, selain menawarkan penyesalan saya yang tulus dan tulus, adalah menjadi manusia terbaik yang dapat saya lakukan, menerima, memahami, berkomitmen pada kesetaraan, dan jauh lebih bijaksana tentang pernyataan publik saya dan kewajiban saya terhadap wacana publik,"

Kutipan di atas adalah permintaan maaf dari sutradara dan aktivis kenamaan asal Amerika Serikat, James Gunn. Ia telah mengucapkan maaf tersebut tak hanya sekali, namun telah berkali-kali semenjak 2013.

Hal yang membuat 'lawan' bicaranya di dunia maya membuka aib Gunn, adalah karena aktivitasnya yang melawan Presiden Donald Trump. Gunn yang dikenal sebagai aktivis dan musikus ini berkali-kali bercuit soal Trump. Ia mengkritik atau kadang melontarkan lelucon sarkas terhadap kebijakan Trump.

Hingga kemudian, aktivis sayap kanan pendukung Trump, Mike Cernovich mengunggah cuitan James Gunn antara tahun 2007-2008. Cuitan, seperti dikutip dari ABC News, “Gelak tawa adalah obat terbaik. Itu sebabnya saya menertawakan orang dengan AIDS."

Gunn juga bergurau tentang menyutradarai sebuah versi film dari buku anak-anak yang dicintai, The Giving Tree, di mana pohon itu melakukan tindakan seks pada pendamping manusianya. Cuiran itu sebenarnya sudah dihapus oleh James Gunn. Bahkan Gunn sudah meminta maaf beberapa tahun kemudian.

Namun dosa masa lampaunya ini berbuntut panjang. Gunn, yang membidani Guardian of The Galaxy Vol 1 dan Vol 2, dipecat Disney. “Sikap dan pernyataan menyinggung yang ditemukan pada feed Twitter tidak bisa dibenarkan dan berlawanan dengan nilai-nilai studio kami dan kami memutuskan hubungan bisnis kami dengannya,” ujar Alan Horn, kepala Walt Disney Studios dilansir dari laman The Wrap.

Seketika dunia maya gempar dan menyayangkan keputusan rumah produksi Disney. Bahkan ada yang membuat petisi meminta James Gunn kembali dipekerjakan sebagai sutradara GOTG ketiga yang rencananya rilis 2019. Petisi di laman change.org itu telah ditandatangani 318.513 orang hingga Jumat (27/7).

Hanya saja Disney tak bergeming, mereka tetap pada keputusannya. Gunn di satu sisi juga menerima dan mengerti alasan Disney. Cuitan alias ucapannya memang tak termaafkan, namun secara implisit ia menolak untuk berhenti mengkritisi rezim yang berkuasa di Amerika Serikat saat ini.

Kisah omongan atau cuitan asal ini sebenarnya bukan hanya di alami Gunn. Hollywood menyimpan segudang kisah aktor, aktris atau sutradara yang asal bicara dan kemudian seakan-akan dikucilkan atau sulit kembali mendapat peran utama.

Hanya saja tampaknya belum ada yang mengalami tekanan akibat aktivitas mengkritisi pemerintah. Kasus yang mirip mungkin pernah dilakukan kritikus dan sutradara film Joko Anwar.

Kala Pilgub DKI tahun 2017, Joko Anwar pernah berkelakar nama salah satu calon gubernur DKI, yaitu Anies Baswedan. "Bus apa yang DP-nya 0 persen? Bus wedan Anies," cuitnya.

Lelucon ini pun berbuntut panjang karena menghina nama keluarga Anies Baswedan. Alasannya, Ad Hominem Attack ini menyangkut kepada nama keluarga Baswedan. Pendukung Anies menilai Joko Anwar menghina kakek Anies, Abdurrahman Baswedan yang juga pejuang kemerdekaan Indonesia.

Dalam sebuah wawancara dengan CNN Indonesia, ia mengaku cuitannya dianggap sejauh itu oleh warga net. "Kok sejauh itu sih. Karena yang saya omongin Anies Baswedan, bukan kakeknya. Saya juga tidak bermaksud bawa-bawa nama keluarga," kata Joko dikutip dari CNN Indonesia, Jumat (24/3). Hanya berbeda dengan Gunn, Joko dalam hal ini tak meminta maaf atas leluconnya.

Namun terlepas dari itu kasus James Gunn, sebenarnya yang dilakukannya mirip sekali dengan kita kerjakan di dunia maya. Kita begitu juga penulis sering kali bercuit kata-kata sarkas, menghina SARA atau bercanda dengan lelucon yang keliwat batas di sosmed. Padahal yang kita tulis tersebut mungkin saja bukan cerminan diri kita di dunia nyata.

Pekan lalu, Pendiri Lembaga Pendidikan Cikal, Najeela Shihab dalam sebuah seminar mewanti-wanti kegiatan orang tua di dunia maya. Ia mengatakan jangan sekali-kali berpikir bahwa apa yang kita tulis di dunia sosial pasti akan terhapus.

"Nggak akan itu terhapus apa yang sudah kita tulis di medsos,". Bukan apa-apa menurut Najeela, karena suatu saat anak-anak kita bisa jadi atau bahkan amat mungkin melihat aksi 'jahat' orangtuanya.

Lalu apa yang bisa seorang anak katakan ketika orangtuanya pernah melakukan aksi 'jahat' di medsos? Bisa jadi mereka memaklumi atau bukan tak mungkin pendapatnya tentang orang tua akan berubah. Namun tak mungkin melarang seseorang untuk tak mencela di medsos sementara kita pelaku utamanya.

Setidaknya kata-kata lebih bijak di medsos adalah hal tepat untuk masyarakat lakukan saat ini. Karena kita tak pernah tahu akan jadi apa kita atau putra-putri kita.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement