Jumat 20 Jul 2018 06:47 WIB

Netizen, Bully, dan Asian Games untuk Semua

Asian Games 2018 akan bias mengubah citra Indonesia

Wartawan Republika, Israr Itah
Foto: Dok, Pribadi
Wartawan Republika, Israr Itah

REPUBLIKA.CO.ID, oleh: Israr Itah*

"Media sosial itu nggak ada gurunya. Semua orang nggak diajarin, jadi bebas sesuka hati ngomong apa saja di situ."

Ucapan Ketua Umum The Jakmania Ferry Indrasjarief dalam sebuah acara ramah tamah beberapa waktu lalu terlintas kembali di ingatan saya. Saat itu, Ferry menjelaskan tentang salah satu pemain Persija yang dirundung di media sosial karena tampil buruk dalam satu pertandingan.

Netizen kita galak-galak. Kalau ada sesuatu yang tak sesuai dengan pikiran atau keinginan, jari-jari mereka begitu cepat menulis respons. Tak peduli salah atau benar, cek dan ricek, efek yang ditimbulkan, yang penting komen.

Survei UNESCO pada 2012 memunculkan data minat baca orang Indonesia berada pada peringkat ke 60 dari 61 negara. Indonesia hanya unggul dari Botswana. Tapi sebaliknya, rata-rata orang Indonesia menghabiskan tiga jam 23 menit sehari untuk mengakses media sosial.

Dari 265,4 juta jiwa, pengguna aktif media sosial di Indonesia mencapai 130 juta dengan penetrasi 49 persen. Ini menurut penelitian yang dilakukan We Are Social, perusahaan media asal Inggris yang bekerja sama dengan Hootsuite, yang dipublikasikan awal tahun ini.

Orang Indonesia bisa berkomentar apa saja. Mulai remeh temeh sampai yang berat-berat. Tapi sekali lagi, kebanyakan komentar mereka asal. Sebagian karena suka mengolok-olok, sebagian lagi mungkin karena ketidaksukaan terhadap sesuatu atau sosok tertentu.

Hajatan Asian Games 2018 yang akan diselenggarakan di Jakarta dan Palembang sebulan lagi tak luput dari sasaran jari-jari galak netizen. Official theme song Asian Games 2018 berjudul "Meraih Bintang" di-bully. Alasannya beragam, mulai dari aransemen musik, lirik lagu, video klip, hingga sang penyanyi Via Vallen yang dianggap tak pas untuk event internasional seperti Asian Games.

Kedua, pemasangan bendera sejumlah negara peserta Asian Games dengan menggunakan tiang bambu oleh sebagian warga di Jakarta Utara. Hujatan meluncur deras, meskipun ada juga yang membela. Sebagian yang menghujat membidik Gubernur Anies Baswedan dan Wakil Gubernur Sandiaga Uno. Aroma efek pilkada DKI Jakarta tercium jelas. Bahkan ada beberapa pihak yang sengaja membuat tulisan memanfaatkan kejadian ini untuk menyerang Anies.

Saya tak habis pikir dengan respons netizen atas dua kejadian ini. Sebab sejatinya, Asian Games 2018 adalah momen untuk menyatukan bangsa. Setiap orang dari Sabang sampai Merauke, diharapkan ikut berpartisipasi menyukseskan dan merasakan kebanggaan dari penyelenggaraan pesta olahraga Asia ini. Meskipun venue yang dipakai hanya melibatkan empat provinsi, yakni DKI Jakarta, Sumatra Selatan, Jawa Barat, dan Banten.

Asian Games 2018 diharapkan dapat mencairkan ketegangan akibat pilihan politik yang sudah terjadi bertahun-tahun. Kulit gelap atau terang, rambut lurus atau ikal, dapat membaur menjadi satu dan merasakan kebanggaan menjadi bangsa Indonesia. Kita masih ingat betapa Piala Dunia 2018 berefek luar biasa memperbaiki citra Rusia yang rasialis dan tak ramah. Itu pula yang menjadi salah satu tujuan Asian Games 2018.

Event ini, menurut Ketua Inasgoc, Erick Thohir, menjadi panggung untuk Indonesia menjual keunggulan agar dapat mendatangkan tamu-tamu dari luar selama dan setelah kejuaraan. Ajang ini juga menjadi ujian bagi bangsa Indonesia untuk menggelar event yang lebih besar. Kalau Asian Games 2018 sukses, kata Erick, Indonesia bisa saja dilirik menjadi tuan rumah Piala Dunia FIFA.

Oh ya, tentang "Meraih Bintang", ini merupakan salah satu dari 13 lagu resmi Asian Games 2018. Sebanyak 12 lagu lainnya punya jenis musik dan aransemen beragam. Beberapa lagu liriknya juga ada yang berbahasa Inggris. Ini semua untuk merangkul seluas-luasnya rakyat Indonesia yang punya selera dan idola yang beragam serta menarik perhatian bangsa luar. Inasgoc sebagai panitia penyelenggara Asian Games hendak mempromosikan musik dan musisi Indonesia ke internasional melalui 13 lagu resmi ini.

Via dipilih berdasarkan riset. Lagu diaransemen oleh Pay Siburian, eks gitaris Slank. Ada yang menuliskan komentar aransemen "Meraih Bintang", yang kental unsur electronic dance music (EDM) itu, meniru satu lagu barat yang terkenal,"Shape of You". Padahal, lagu yang dibawakan Ed Sheeran itu di barat sana juga dianggap meniru lagu lain karena unsur EDM dalam aransemen musiknya yang di telinga orang kebanyakan memang mirip-mirip.

Via, yang logat Surabayanya masih kental ini, di-bully "kalah kelas" dibandingkan Agnes Monica atau Isyana Saraswati. Nama kedua juga ikut menyanyikan satu dari 13 lagu resmi Asian Games 2018. Lucunya, aransemen lagu Isyana berjudul "Asia’s Who We Are" tidak disebut meniru kebanyakan lagu-lagu Disney, tapi bernuansa Disney. Duh...entah apa salah Via.

Pemilihan Energy of Asia sebagai tema Asian Games 2018 sarat makna. Indonesia diharapkan bisa menunjukkan kehebatannya dan kekuatannya lewat penyelenggaraan Asian Games 2018. Indonesia yang solid dan bersatu, bukan Indonesia yang suka menghabiskan energi berselisih di media sosial cuma gara-gara lagu tema dan bendera dengan tiang bambu.

*) Penulis adalah redaktur republika.co.id

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement