Kamis 14 Jun 2018 04:00 WIB

Ramadhan (akan) Berlalu, Namun tidak Spiritnya

Spirit Ramadhan akan terus kita bawa dan amalkan.

Ady Amar
Foto: dok. Pribadi
Ady Amar

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ady Amar, Pemerhati Sosial Keagamaan

Ramadhan dalam beberapa hari lagi, dalam hitungan tidak sampai lima jari kanan kita, akan berlalu meninggalkan kita. Apakah kita akan bertemu lagi dengannya di tahun akan datang, atau justru ini adalah Ramadhan terakhir dalam rentang usia kita. Hanya Allah yang tahu batas usia kita.

Ramadhan akan meninggalkan kita, namun amalan-amalan yang kita lakukan di dalamnya, hasilnya sudah ada di hadapan-Nya untuk mendapatkan penilaian-penilaian obyektif-Nya.

Ramadhan pada sisa-sisa harinya bisa sebagai evaluasi diri, apakah ibadah dan amalan-amalan kita sudah memenuhi persyaratan optimalisasi sebagaimana yang disyariatkan. Jawaban jujur kita bisa dijadikan tolok ukur, lulus atau tidak lulusnya kita dalam “madrasah” Ramadhan.

Jika lulus, maka sikap keberagamaan akan tampak, meski Ramadhan telah berlalu, mengejawantah dalam menjaga ibadah dan amalan-amalan kebaikan itu. Maka, puasa sunnah di luar Ramadhan akan menjadi kebiasaan yang dilakukan. Qiyamul lail pun selama Ramadhan akan membekas, dan lantas menjadi kebiasaan yang dilakukan, meski dengan durasi waktu yang tidak panjang.

Lulusnya kita dalam “madrasah” Ramadhan akan menjadi modal di bulan-bulan berikutnya, adalah bukti konsistensi sikap (istiqamah) dalam menjalankan perintah dan sekaligus menjauhi larangan-Nya.

photo
Santri saat mengaji dalam rangka kegiatan khatam Alquran di bulan suci Ramadhan. (Ilustrasi).

Menuju ketakwaan adalah tujuan yang hendak dicapai dalam berpuasa di bulan Ramadhan. Inilah tujuan utama yang ingin digapai setiap pribadi yang berpuasa (sha’imin)...

Takwa sebagaimana kita pahami adalah tindakan seorang hamba yang mengambil jarak antara dirinya dengan sesuatu yang dilarang. Sembari memposisikan diri senantiasa menjalankan perintah-perintah-Nya. Inilah yang disebut muttaqin...

Muttaqin itu predikat yang disematkan Allah pada hamba-Nya yang bertakwa. Suatu predikat terhormat yang didapatkan dalam “madrasah” Ramadhan, yang membuahkan pribadi lurus meski Ramadhan sudah tidak bersamanya...

Merekalah para Kekasih Allah, sebagaimana dijelaskan Alquran, Surat 9: 4, “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertakwa.” Yang dicintai itulah Kekasih-kekasih Allah.

Mereka itu juga akan menduduki maqam spiritual tertinggi, yaitu “kebersamaan” dengan Allah (ma’iyyatuLlah), sebagaimana dijelaskan Alquran dalam Surat 9: 36, “Ketahuilah bahwa Allah bersama orang-orang yang bertakwa.”

Allah juga “memberi keistimewaan pada mereka itu sikap sebagaimana para auliya’ (pembela/penjaga agama Allah)”, lihat Alquran, Surat 8: 34... “Mendapatkan rahmat-Nya”, lihat Alquran, Surat 6: 155... “Datangnya bantuan Allah”, lihat Alquran, Surat 3: 125...

Buah dari takwa lainnya adalah “pengampunan atas dosa-dosa yang diperbuat”, lihat Alquran, Surat 65: 5... Mereka yang bertakwa akan juga mendapatkan standar nilai untuk “membedakan yang haq dan batil”. Inilah yang disebut “furqan”, lihat Alquran, Surat 8: 29... Dan puncak dari itu semua adalah “pencapaian surga yang telah dijanjikan-Nya”, lihat Alquran, Surat 19: 72.

Ada ungkapan yang begitu baik tentang takwa yang disampaikan Umar bin Abdul Aziz Radhiyallahu Anhu, “Takwa itu tidak semata dimaknai dengan sekadar puasa di siang hari dan qiyamul lail di malam harinya... Takwa itu penghindaran diri dari apa saja yang diharamkan, dan mengerjakan apa saja yang diwajibkan Allah. Karenanya, sikap kebaikan itu akan mendorong pada sikap kebaikan lainnya (khairun ila khairin).” 

Penjelasan berkenaan dengan takwa dari para Salafush-Shalih, redaksinya beragam namun substansinya lebih kurang sama... Ada yang menarik dari penjelasan Sahabat Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam, Abu Darda’ Radhiyallahu Anhu, “Kesempurnaan takwa ditunjukkan dengan sikap menjaga diri dari hal-hal yang dihalalkan sekalipun. Itu agar yang bersangkutan tidak sampai terperosok kepada hal-hal yang dilarang Allah, yakni sesuatu yang haram.” 

Semoga kita tidak termasuk golongan yang gagal dalam “madrasah” Ramadhan, yang dicirikan—selepas bulan Ramadhan—dengan kembali melakukan perbuatan-perbuatan tercela, lalai dan abai dalam beribadah, dan cenderung pada amalan-amalan buruk yang menuai dosa.

Dalam hitungan tidak sampai lima jari di tangan kanan, Ramadhan akan meninggalkan kita. Selanjutnya, kita pun akan melakukan rutinitas sebagaimana adanya, tentu spirit Ramadhan akan terus kita bawa dan amalkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement