Selasa 12 Jun 2018 00:01 WIB

Was-Was Menanti Pertemuan Trump-Kim

Pertemuan ini bisa berujung perdamaian atau malah hubungan AS-Korut makin panas.

Kim Jong-un dan Presiden Donald Trump
Foto: EPA
Kim Jong-un dan Presiden Donald Trump

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Bilal Ramadhan*

Pertemuan bersejarah antara dua presiden, yang sama-sama berkarakter keras yaitu Donald Trump dan Kim Jong-un akan tercipta di Singapura pada 12 Juni 2018 ini. Mengapa bersejarah, karena ini merupakan pertama kalinya pemimpin Amerika Serikat dan Korea Utara bertatap muka secara langsung, saat masih menjabat.

Bukan rahasia umum lagi jika Korut memiliki pengembangan senjata nuklir, yang tak pelak bikin bulu kuduk merinding. Beberapa kali Korut menebar ancaman kepada AS akan melakukan uji coba senjata nuklir ini. Suatu kali, Korut mengancam akan melakukan uji coba nuklir bom hidrogen atau termonuklir di Samudera Pasifik.

Bahkan Korut mengancam lebih detail dengan akan menyerang negara kecil di Samudera Pasifik, Guam. Tentu saja AS geram. Guam merupakan tempat pangkalan militernya. Secara geografis memang antara Korut dengan AS hanya dipisahkan dengan Samudera Pasifik.

Dalam laporan yang dirilis Dewan Hubungan Luar Negeri  Eropa atau European Council on Foreign Relations pada akhir 2017 lalu, terkuak ada 16 titik yang menjadi incaran senjata nuklir Korut, dan salah satunya adalah Guam. Sebagian besar sasaran berada di kota-kota AS. Sisanya di Korea Selatan dan Jepang.

Sejak Trump menjadi Presiden AS pun, tak jarang hubungan antara kedua negara terus memanas. Saling sindir juga terjadi antara kedua tokoh ini. Trump kerap menjuluki Kim Jong-un dengan sebutan sindiran ‘little rocket man’ dan ‘mad man’. Tak kalah pedas, Kim menjuluki Trump dengan sebutan ‘frightened dog’ dan ‘dotard’.

Sehingga rencana untuk mempertemukan kedua pemimpin ini tentu bukan pekerjaan yang mudah. Pertemuan ini juga sudah diwacanakan sejak lama. Hingga kemudian secara mengejutkan Trump menerima surat dari Kim Jong-un untuk melakukan pertemuan pada Maret 2018 lalu.

Tapi lagi-lagi memang tidak mudah. Panasnya hubungan kedua negara ini juga sempat bikin Trump ‘baper’. Pertemuan ini terancam batal setelah Trump secara mengejutkan membatalkan pertemuan ini dalam surat yang ditandatanganinya pada 24 Mei lalu. Tapi kemudian Trump melunak dan rencana pertemuan bersejarah ini dilanjutkan dan tinggal menunggu hitungan jam saja.

Pihak Singapura yang menjadi tuan rumah dari pertemuan ini, tentu saja akan melakukan pengamanan yang super ketat dari pertemuan kedua tokoh dunia ini. Pasukan Gurkha bersenjata berat, yakni pasukan khusus polisi Singapura warisan era kolonial, akan disiagakan di sekitar Shangri-La Hotel, hotel yang akan ditempati Trump. Pertemuan Trump dan Kim sendiri akan berlangsung di Hotel Capella di Pulau Sentosa.

Pihak Singapura juga tidak main-main dalam menyiapkan anggaran untuk pertemuan ini. Sekitar 15 ribu dolar Singapura atau setara Rp 210 miliar disiapkan yang didominasi untuk pengamanan super ekstra dari pertemuan ini.

Pertemuan pun diperkirakan akan berlangsung alot. Trump pasti akan menuntut Korut untuk melucuti semua pengembangan senjata nuklirnya. Dan Korut pun tidak akan mudah menuruti permintaan Trump begitu saja.

Jika kedua pemimpin mau saling mengalah, kesepakatan mungkin saja terjadi dengan win-win solution. Akan tetapi, jika kedua tokoh ini sama-sama ‘ngeyel’ dan ‘keras kepala’, bukan tidak mungkin pertemuan ini akan sia-sia.

Dan lebih parah lagi, kemungkinan kedua negara akan semakin panas. Bukan tidak mungkin juga jika malah terjadi perang antar kedua negara. Trump sendiri menegaskan tidak kalah memiliki ‘tombol nuklir’ yang jauh lebih kuat dan lebih besar serta bisa bekerja dengan baik.

Apalagi Cina juga sudah mulai ikut ‘campur tangan’ dengan mengawal pesawat Kim Jong-un dengan jet perangnya. Selama ini, Cina memang menjadi negara sekutu setia dari Korut. Kehadiran Cina di Singapura ini tentunya juga menjadi preseden jika Kim dibekingi negara besar tersebut.

Apapun hasilnya, tentu kita berharap ada jalan tengah yang bisa dihasilkan dari pertemuan ini. Bagaimanapun, pengembangan nuklir yang bertujuan untuk perang, malah justru akan mengancam kemanusiaan. Dan AS sebagai negara adidaya pun tak perlu arogan untuk memaksakan kemauannya.

 

*) Penulis adalah wartawan Republika.co.id

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement