Jumat 08 Jun 2018 03:46 WIB

Babak Baru Demokrasi Malaysia

Rakyat Malaysialah yang sebenarnya memiliki kekuasaan

Gebrakan Mahathir Mohamad di awal kepemimpinannya.
Foto: republika
Gebrakan Mahathir Mohamad di awal kepemimpinannya.

REPUBLIKA.CO.ID  Oleh: Hani Adhani, Wakil Koordinator Divisi Hukum dan Advokasi Persatuan Pelajar Indonesia se-Malaysia

Tepat tanggal 9 Mei 2018 yang lalu, Malaysia telah melaksanakan Pemilihan Umum yang ke 14 yang merupakan hajatan demokrasi yang diselenggarakan setiap lima tahun sekali. Tidak seperti di Indonesia, Pemilihan Umum di Malaysia hanya diselenggarakan sekali saja untuk memilih anggota parlemen dan juga anggota senat yang terdiri dari Dewan Negara (DPD), Dewan Rakyat (DPR) Federal dan Dewan Rakyat (DPRD) di negara bagian.

Untuk tingkat pusat atau federal, komposisi jumlah kursi Dewan Rakyat yang diperebutkan oleh seluruh partai politik adalah berjumlah 222 kursi, 505 kursi Dewan Rakyat untuk negara bagian dan untuk Dewan Negara, kursi yang diperebutkan adalah berjumlah 70 kursi dengan ketentuan 26 kursi diperebutkan melalui Pemilihan Umum. Calon anggota Dewan Negara tersebut berasal dari negara bagian dengan jatah tiap negara bagian berjumlah dua orang, sedangkan sisanya dipilih oleh Raja yang berjumlah 44 orang.

Untuk Dewan Rakyat Federal dan Dewan Rakya Negara Bagian dipilih dari partai politik atau koalisi partai politik. Yang menarik dari sistem pemilihan umum di Malaysia ini adalah partai politik atau koalisi partai yang meraih kursi terbanyak untuk Dewan Rakyat, baik federal maupun negara bagian akan secara otomatis menjadi pemenang pemilihan umum dan berhak mengatur jalannya pemerintahan yang dipimpin oleh seorang perdana menteri untuk pemerintahan federal dan gubernur untuk negara bagian selama lima tahun.

Meskipun jumlah penduduk Malaysia saat ini kurang lebih sekitar 30 juta jiwa, namun jumlah pemilih yang terdaftar dan berhak untuk melakukan pengundian (pemilu) berdasarkan data Komisi Pemilihan Malaysia hanya 14,940,624 orang.  Masyarakat yang memiliki hak untuk memilih adalah masyarakat yang telah berusia diatas 21 tahun, sehingga mekanisme pemilihan umum di Malaysia tidaklah serumit pemilihan umum di Indonesia.

Jumlah pemilih tetap di pemilihan umum Malaysia boleh dikatakan hanya selevel dengan pemilihan di satu provinsi di Indonesia. Hasil pemilihan umum di Malaysia dapat segera diumumkan hanya beberapa saat setelah pelaksanaan proses pemilihan umum.

Pelaksanaan pemilihan umum di Malaysia hanya dapat dilaksanakan setelah perdana menteri membubarkan parlemen. Selanjutnya Komisi Pemilihan Umum Malaysia sesuai amanat konstitusi Malaysia diberikan waktu untuk mempersiapkan pelaksanaaan pemilihan umum dengan tenggat waktu maksimal 60 hari setelah parlemen dibubarkan oleh perdana menteri, dan parlemen hasil pemilu harus terbentuk paling lambat 120 hari setelah pembubaran tersebut.

Selain itu, tidak seperti di Indonesia, partai politik di Malaysia dapat melakukan koalisi sebelum pelaksanaan pemilihan umum. Jumlah partai yang terdaftar di Komisi Pemilihan Umum Malaysia saat ini adalah berjumlah 53 partai yang kemudian partai-partai tersebut berkoalisi hingga akhirnya menjadi 3 partai koalisi yaitu Barisan Nasional, Pakatan Harapan dan Partai Islam Se-Malaysia (PAS).

Barisan Nasional adalah koalisi partai pemerintah yang juga incumbent dibawah pimpinan Perdana Menteri Najib Razak yang selama lebih dari 60 tahun memenangi pemilihan umum di Malaysia, sedangkan Koalisi Pakatan Harapan adalah partai oposisi (pembangkang) yang dipimpin Anwar Ibrahim dan juga mendapatkan dukungan dari mantan perdana menteri Mahathir Mohamad.

Kemenangan Partai Pembangkang

Pemilihan Umum Malaysia yang ke-14 ini termasuk pemilihan yang cukup panas dan menegangkan. Banyak isu yang menerpa partai pemerintah sehingga menyebabkan partai oposisi berada diatas angin untuk memenanngkan pemilihan umum kali  ini.

Selain itu, hal yang paling menarik dalam pemilihan umum kali ini adalah dengan bergabungnya tokoh besar yang juga mantan perdana menteri dan bapak pembangunan Malaysia yaitu Mahathir Mohamad yang bergabung dalam koalisi partai oposisi yaitu Pakatan Harapan. Sebelumnya justru Mahathir pernah berselisih dengan pemimpin Pakatan Harapan yaitu Anwar Ibrahim.

Namun perseteruan itu sepertinya dapat diredam oleh Mahathir dan juga Anwar demi untuk kepentingan yang lebih besar yaitu kepentingan rakyat dan negara Malaysia.

Kemenangan Pakatan Harapan yang berhasil mengalahkan partai pemerintah yang telah berkuasa selama lebih dari 60 tahun ini menjadi momentum dan babak baru bagi proses demokratisasi di Malaysia. Kemenangan tersebut membuktikan bahwa rakyat Malaysia-lah yang sebenarnya memiliki kekuasaan untuk menentukan siapa pemimpin pilihan mereka yang bisa mewujudkan kesejahteraan mereka.

Selain itu, bilik suara juga menjadi media bagi rakyat untuk melakukan “penghakiman” terhadap adanya ketidakadilan yang mungkin dirasakan oleh rakyat Malaysia pada saat pemerintahan sebelumnya, sehingga hal tersebut menjadi momentum dan babak baru bagi proses demokrasi di Malaysia dan pembelajaran politik yang luar biasa bagi rakyat Malaysia demi mewujudkan masyarakat dan negara Malaysia yang lebih baik lagi.

Semoga proses demokratisasi yang terjadi di Malaysia ini dapat memberikan contoh bagi masyarakat dunia bahwa rakyatlah pemegang kedaulatan sesungguhnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement