Kamis 31 May 2018 01:00 WIB

Ada Dilan di Ramadhan 1439

Suasana kompetitif melahirkan gagasan-gagasan unik.

Ady Amar
Foto: dok. Pribadi
Ady Amar

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ady Amar, Pemerhati Masalah Sosial Keagamaan

 

Film Dilan 1990, yang diangkat dari novel karya Pidi Baiq, konon ditonton 6,2 juta penonton. Bisa jadi inilah film Indonesia dengan jumlah penonton terbanyak. Film dengan genre remaja milenial ini kekuatannya di mana, saya tidak tahu.

Apakah film ini memang bagus dalam cerita dan penyajian, sehingga meraih kesuksesan dalam menghadirkan jumlah penonton, saya pun tidak tahu. Tapi yang pasti, film ini sukses ditonton banyak orang, meski itu tidak identik dengan berkualitasnya sebuah film.

Terkadang yang berkualitas gagal dalam mendatangkan penonton. Semua memang tidak terlepas dari tingkat aspirasi intelektual masyarakat dalam menilai sebuah film atau karya sastra apa pun bentuknya. Tulisan ini tidak dimaksudkan membahas apalagi meresensi sebuah film dimaksud.

Pekan lalu, Jumat-Ahad (25-27 Mei 2018), kami sekeluarga ke Yogyakarta. Ada acara yang harus kami hadiri. Dan seperti biasanya, kami menginap di sebuah hotel langganan setiap kami ke Yogya. Hotel H, tepatnya di Jl. Urip Sumoharjo. Letaknya amat strategis di jantung kota, dan terutama tempat menginap yang sesuai dengan kemampuan bujet kami.

Ada yang tidak biasa di Hotel H itu saat Ramadhan ini. Ruang parkirnya yang tidak terlalu luas, disulapnya menjadi “suasana” menyambut Ramadhan. Ada banner besar terpampang, cukup artistik diletakkan di sana dengan tulisan mencolok Dilan 1439: Dinner Bulan Ramadhan. Diletakkan juga di halaman hotel depan pintu lobi motor butut tahun 70-an... 

Saya yang tidak mengerti mengapa mesti ada sepeda motor diletakkan di situ, mendapatkan jawaban anak bungsu saya yang remaja, yang menerangkan bahwa itu sebagai “simbol” Dilan, dalam film Dilan 1990, yang memakai motor kurang lebih sama dengan motor itu. Oo begitu... 

Pada lobi hotel pun terpampang tulisan yang sama, Dilan 1439: Dinner Bulan Ramadhan, dan juga diletakkan motor tua butut di sana. Tampak anak-anak muda remaja yang menginap di hotel itu bersama keluarganya berselfie ria dengan latar belakang Dilan 1439.

Para resepsionis yang lelaki memakai t-shirt biru muda, dan di bagian dada tersemat tulisan yang sama, Dilan 1439: Dinner Bulan Ramadhan... Mengumbar keramahan bagi para tamu saat melakukan check-in. 

Dinner pada bulan Ramadhan tentu maknanya adalah sahur. Mungkin, pikir saya, hotel ini akan total menjamu para tamu saat makan sahur bagi tamu yang berpuasa dengan sajian memuaskan.

Kami yang check-in sekitar pukul 16.30 sudah merasakan atmosfer suasana Ramadhan “dihidangkan” di hotel ini. Di lobi juga diletakkan meja dengan sajian takjil berupa kurma dengan kualitas yang cukup baik, dan gelas-gelas kecil isi kolak pisang sudah berjejer rapi... Dendangan lagu Maher Zain, Ya Nabi Salam Alayka pun terdengar dengan merdunya, dengan volume tipis tapi cukup menyengat di telinga. 

Tampaknya kesuksesan film Dilan 1990 itu, ditangkap dengan baik oleh tim kreativitas dari manajemen hotel itu. Dilan diinisialkan dengan Dinner Bulan Ramadhan, dan 1990 menjadi 1439, mengacu pada tahun Hijriah di Ramadhan tahun ini.

Inilah bentuk kreativitas, yang meski tidak orisinal, tapi mampu menghipnotis para tamu yang menginap di hotel itu. Kreativitas memang mahal harganya, dan itu cuma dimiliki mereka yang ingin tampil beda, yang dalam konteks hotel dimaksud adalah ingin memberikan layanan prima kepada yang menginap dengan “sajian” yang tidak standar, tapi ada nuansa beda yang disesuaikan dengan suasana yang ada.

Inilah budaya marketing profesional, setiap event dibidiknya dengan kreativitas yang baik... Adu kreativitas tampaknya diperagakan oleh jaringan hotel-hotel berbintang yang bertebaran itu.

Dan memang benar, saat makan sahur pun hidangan yang disajikan begitu beragam, memanjakan kami dan mereka yang menjalankan ibadah puasa. Hanya ada dua petugas laki-laki yang mondar mandir menjaga kenyamanan dan kebersihan meja-meja makan dengan cekatan. Dengan memakai t-shirt yang sama, Dinner 1439. Satu paket komplit dihadirkan, yang tidak cuma tempelan semata, tapi satu konsep keseluruhan yang dieksplor dengan begitu baiknya.

Persaingan antarhotel dalam mengusung kreativitas adalah bentuk kesadaran baru, bahwa konsumen adalah raja yang mesti dipenuhi hak-haknya, tidak hanya fasilitas-fasilitas standar, tapi juga perlu dimanjakan nuansa yang sesuai dengan tema yang dibangun...

Persaingan bisnis apa pun bentuknya, jika dikelola dengan konsep sebagaimana dikehendaki, semuanya dihadirkan untuk memanjakan konsumen... Suasana kompetitif melahirkan gagasan-gagasan unik, yang bisa dinikmati konsumen sebagai, tidak saja, bonus tambahan. Tapi lebih dari itu, ada suasana yang dibangun sebagai penghormatan atas pemeluk agama tertentu.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement