Rabu 30 May 2018 02:10 WIB

Belajar dari Jepang

Jepang mempersiapkan pemain juniornya dengan baik.

Redaktur Republika, Bilal Ramadhan
Foto: Pribadi
Redaktur Republika, Bilal Ramadhan

REPUBLIKA.CO.ID, oleh: Bilal Ramadhan*

Jepang lagi-lagi hampir mencetak sejarah dengan berpeluang untuk mengawinkan gelar juara Piala Thomas dan Uber di tahun ini. Pasalnya, baik tim Piala Thomas maupun tim Piala Uber Jepang berhasil melaju ke babak final.

Sayangnya, peluang tersebut kembali gagal. Tim putri berhasil merebut Piala Uber setelah terakhir meraihnya pada 1981, sedangkan tim putra harus puas menjadi runner up setelah di final dikalahkan tim Cina. Piala Thomas pun kembali dibawa pulang Cina setelah lepas dari genggaman sejak 2012 lalu.

Prestasi Jepang ini mengulangi prestasi pada pergelaran Piala Thomas dan Uber 2014 lalu. Namun saat itu, Jepang berhasil meraih juara Piala Thomas, sedangkan tim putri hanya menjadi runner up. Dan hebatnya, dalam empat tahun terakhir, Jepang dibela oleh para pemain muda.

Mari kita bedah tim putri Jepang. Tahun ini, Jepang menurunkan empat pemain putri yang juga tidak jauh berbeda sejak empat tahun lalu. Pemain termuda, Akane Yamaguchi membela tim Piala Uber Jepang pada 2014 lalu saat berusia 17 tahun. Kini, Akane berusia 21 tahun dan mampu berada di peringkat 2 dunia.

Begitu pula dengan Nozomi Okuhara yang saat ini berusia 23 tahun dan berperingkat 9 dunia. Dengan dibela dua pemain ulet ini, tim Piala Uber Jepang seolah sudah memastikan mengantongi dua angka kemenangan.

Akane hanya bisa dikalahkan Tai Tzu Ying yang merupakan pemain peringkat 1 dunia saat Jepang melawan Cina Taipei di babak perempat final. Akan tetapi Jepang mampu memenangi tiga partai selanjutnya. Nozomi bahkan tidak pernah meraih kekalahan satu pun di ajang Piala Uber 2018. Jepang selalu menang 3-0 atau 3-1.

Praktis tunggal ketiga dan keempat Jepang yaitu Sayaka Takahashi (25 tahun/peringkat 17 dunia) dan Sayaka Sato (27 tahun/peringkat 13 dunia), tidak pernah dimainkan lagi sejak babak perempat final hingga final. Mereka hanya diturunkan secara bergantian saat Jepang masih berada di babak grup.

Barisan pemain putri Jepang di sektor ganda lebih mentereng lagi. Misaki Matsutomo/Ayaka Takahashi merupakan yang paling senior. Mereka secara konsisten membela tim Piala Uber Jepang sejak empat tahun lalu. Misaki berusia 26 tahun dan Ayaka 28 tahun. Mereka juga sempat mencicipi peringkat 1 dunia dan kini berada di 4 dunia. Misaki/Ayaka menjadi ganda kedua di tim Piala Uber tahun ini.

Jika di Piala Uber 2020 mendatang, mereka tak mampu lagi membela Jepang. Tampaknya hal itu bukan sesuatu yang menyedihkan untuk Jepang. Dua pasangan junior mereka sudah mampu menerobos kekuatan ganda-ganda putri dunia.

Yuki Fukushima/Sayaka Hirota saat ini berperingkat 2 dunia dan menjadi ganda pertama Jepang di Piala Uber 2018. Pasangan ini hanya ‘terpeleset’ saat dikalahkan pasangan Shin Seung Chan/Kim So Yeong dari Korea Selatan di babak semifinal. Namun mereka membalasnya di babak final dengan meraih salah satu angka kemenangan melawan Thailand. Jepang meraih tiga partai pertama tanpa balas melawan Thailand di babak final.

Pasangan ganda putri Jepang lainnya adalah Shiho Tanaka/Koharu Yonemoto yang saat ini berperingkat 5 dunia. Tiga pasangan Jepang ini kerap bergantian mendominasi turnamen level super series dan super series premier. Bahkan tak jarang mereka menciptakan All Japanese Final di ganda putri.

Selain tiga pasangan ini, Jepang juga memiliki pasangan yang jauh lebih junior yang saat ini sudah menjadi ancaman nyata di sektor ganda putri. Mayu Matsumoto/Wakana Nagahara sudah masuk dalam peringkat 10 dunia. Serta Naoko Fukuman/Kurumi Yunao berperingkat 15 dunia. Ayako Sakuramoto/Yukiko Takahata yang berperingkat 22 dunia, sudah bersiap untuk masuk dalam lingkaran top 20 ganda putri dunia.

Memang sudah bisa diprediksi Jepang akan menjuarai Piala Uber. Tim Jepang jauh lebih komplit dibandingkan negara unggulan lainnya yaitu Cina, Thailand dan Korea Selatan. Dengan kekuatan yang menakutkan seperti itu, tim Jepang sangat mungkin untuk mempertahankan Piala Uber ke depannya.

Kekuatan di tim putra Jepang juga tidak bisa diremehkan. Mereka sudah membuktikannya lebih dulu dengan meraih Piala Thomas 2014 yang merupakan pertama kalinya sepanjang sejarah mereka mengikuti Piala Thomas.

Kento Momota (23 tahun) merupakan salah satu sosok di balik kebangkitan kekuatan putra Jepang. Ia memang digadang-gadang sebagai pemain muda berbakat Jepang. Selain meraih Piala Thomas 2014, ia juga membantu Jepang menjadi runner up Piala Sudirman 2015. Di tahun 2015, Kento bahkan berhasil menjadi Juara Dunia.

Namun, ‘dosa’ Kento dalam melakukan perjudian illegal pada awal 2016, membuatnya harus menjalani hukuman di negaranya.Poin dunia Kento juga dihapus oleh federasi bulu tangkis Jepang. Padahal ia diperkirakan bisa meraih medali emas di Olimpiade 2016. Selain tak diperbolehkan mengikuti Olimpiade 2016, Kento juga tidak bisa membela tim Piala Thomas Jepang pada 2016. Ketegasan yang luar biasa dari Jepang yang harus dicontoh negara lain, seperti Indonesia.

Kento baru bisa kembali mengikuti turnamen  pada pertengahan 2017, itu pun dari turnamen kelas lokal hingga tingkat nasional. Perlahan-lahan ia kembali ke turnamen dunia dan kini bertengger di peringkat 12 dunia dan menjadi ganda pertama Jepang di Piala Thomas 2018.

Hebatnya Kento tak pernah sekali pun kehilangan angka saat membela Jepang. Di semifinal melawan Denmark, Kento menyumbang angka kemenangan melawan pemain peringkat 1 dunia, Viktor Axelsen. Kemenangan Jepang di tiga partai tunggal memupus harapan Denmark untuk mempertahankan Piala Thomas.

Di babak final, lagi-lagi Kento membuat Jepang unggul lebih dulu dari Cina dengan mengalahkan pemain peringkat 5 dunia sekaligus peraih emas Olimpiade 2016, Chen Long. Sayangnya kemenangan Kento menjadi satu-satunya angka kemenangan untuk Jepang, Di tiga partai selanjutnya, Jepang harus mengakui ketangguhan wakil Cina yang kemudian merebut Piala Thomas 2018.

Selain Kento, Jepang juga diperkuat pemain muda lainnya yaitu Kenta Nishimoto yang masih berusia 23 tahun tapi sudah berperingkat 14 dunia. Serta Kanta Tsuneyama yang berusia 21 tahun dengan peringkat 34 dunia. Pemain senior, Kazumasa Sakai (28 tahun) diperkirakan tidak akan memperkuat Piala Thomas Jepang ke depannya.

Sedangkan di sektor ganda, Jepang memiliki pemain berbakat Yuta Watanabe (20 tahun) yang sudah mencuri perhatian di sektor ganda campuran bersama Arisa Higashino dengan menjuarai All England 2018 lalu. Prestasi ini sangat bersejarah bagi Jepang karena Yuta/Arisa merupakan ganda campuran pertama Jepang yang menjuarai turnamen bulu tangkis tertua ini.

Di ganda putra, Yuta memang belum terlihat menonjol prestasinya. Namun dengan bimbingan pasangannya yang merupakan pemain senior Jepang, Hiroyuki Endo. Bukan tidak mungkin, Yuta akan menjadi pemain ganda yang akan ditakuti ke depannya.

Dengan keberhasilan Jepang dalam melakukan regenerasi para pemain muda yang disertai bakat yang mumpuni, tentunya tinggal menunggu waktu Jepang bisa menyamai prestasi Cina dan Indonesia untuk mengawini gelar Piala Thomas dan Uber. Dan bahkan juga sekaligus bisa meraih Piala Sudirman. Indonesia perlu belajar banyak dari Jepang.

 

*) Penulis adalah redaktur Republika.co.id

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement