Jumat 25 May 2018 20:38 WIB

Kendala Bawaslu Tangani Dugaan Pelanggaran Kampanye Hanura

Bawaslu sampai saat ini belum menetapkan objek dalam dugaan pelanggaran itu.

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Bayu Hermawan
ilustrasi Kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu)
Foto: Republika/Tahta Aidilla
ilustrasi Kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengatakan penanganan terhadap dugaan pelanggaran kampanye oleh Partai Hanura, lewat iklan di media online masih terus didalami. Bawaslu sampai saat ini belum menetapkan objek dalam dugaan pelanggaran itu.

"Kami sedang melakukan penelusuran. Sebab iklan tersebut tidak menggunakan media cetak dan bukan juga di media elektronik, melainkan di media online," ujar anggota Bawaslu Ratna Dewi Pettalolo di Kantor Bawaslu, Thamrin, Jakarta Pusat, Jumat (25/5) sore.

Ratna menjelaskan, yang termasuk tindakan pidana pemilu adalah melakukan kegiatan kampanye di media massa. Hal ini sesuai dengan aturan pada pasal 275 ayat 1 huruf (f) yang menyebutkan bahwa kampanye pemilu sebagaimana dimaksud dalam pasal 267, dapat dilakukan salah satunya dengan iklan di media massa cetak, media massa elektronik dan internet.

"Apakah iklan Partai Hanura yang ada di media online itu bisa termasuk dalam pengertian internet (sesuai pasal itu), kami masih mendalaminya. Sebab, pengertian internet itu luas, misalnya jaringannya atau ada yang lain," jelasnya.

Menurutnya karena undang-undang hanya menyebut tiga jenis media massa di atas, maka iklan Partai Hanura yang ditayangkan oleh laman berita Rakyat Merdeka Online ini belum bisa ditetapkan objek dugaan pelanggarannya. Meski demikian, Bawalsu belum akan menggunakan masukan dari para ahli untuk mendefinisikan objek dugaan pelanggaran ini.

Ratna menambahkan, dugaan pelanggaran kampanye yang dilakukan oleh Partai Hanura bukan berasal dari laporan masyarakat, namun berdasarkan temuan dari Bawaslu. "Karena temuan, maka tidak bisa berhenti di tengah jalan. Terlebih jika ditemukan oleh pengawas yang memiliki kemampuan dalam menentukan peristiwa itu masuk pelanggaran atau tidak. Maka proses penanganan terhadap kasus ini harus berlanjut terus, bahkan hingga ke proses hukum," tegasnya.

Sebelumnya, iklan Partai Hanura yang diduga melanggar ketentuan kampanye, tayang di laman Rakyat Merdeka Online. Iklan itu menampilkan logo dan nomor urut parpol tersebut. Selain menampilkan dua elemen itu, iklan Hanura juga memasang wajah Ketua Umum, Oesman Sapta Odang (OSO).

Baca juga: Bawaslu Sebut PAN dan Hanura Bisa Bernasib Sama dengan PSI

Menurut anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar, pemasangan iklan parpol di media massa diperbolehkan jika tidak mencantumkan logo dan nomor urut sebagai peserta pemilu. Logo dan nomor urut parpol didefinisikan sebagai citra diri yang merupakan bagian dari kampanye.

"Citra diri menurut batasan pandangan kami, yang sudah disepakati dengan KPU, KPI dan Dewan Pers, hanya meliputi nomor dan lambang parpol saja," ujar Fritz kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (23/5) malam.

Ia melanjutkan, kesepakatan ini merupakan penegasan dari penjelasan pasal 1 ayat 35 UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2015. Pasal tersebut menyebutkan, definisikampanye pemilu adalah 'kegiatan peserta pemilu atau pihak lain yang ditunjuk oleh peserta pemilu untuk meyakinkan pemilih dengan menawarkan visi, misi, program dan/atau citra diri peserta pemilu'.

"Jadi, kami tekankan dasar untuk pedoman definisi kampanye adalah pasal 1 ayat 35 itu. Jadi parpol boleh memasang iklan, tetapi jangan memakai logo dan nomor urut sebagai peserta pemilu," tegasnya.

Fritz mencontohkan, jika ada iklan parpol bergambar ketua parpol saja, tanpa ada nomor urut dan logonya, maka tetap diperbolehkan. "Atau jika ada ketua parpol mengucapkan selamat Idul Fitri, tetapi tanpa mencantumkan logo dan nomor parpolnya, juga boleh. Kan itu tidak ada unsur kampanye," tuturnya.

Fritz menambahkan, warna identitas parpol juga tidak termasuk dalam bagian definisi citra diri. Sebab, warna tertentu tidak bisa dianggap milik satu parpol tertentu. "Batasan ini untuk menjaga agar proses kampanye pemilu jangan dilakukan terlebih dulu sebelum waktunya," ujarnya.

Senada dengan Fritz, Komisioner KPU, Wahyu Setiawan, mengatakan tafsir utama dari citra diri adalah logo dan nomor urut parpol. Tafsir ini sudah disepakati bersama antara KPU, Bawaslu, KPI dan Dewan Pers.

"Jadi, yang dimaksud citra diri itu adalah logo dan nomor urut parpol. Jika ada parpol memasang iklan di media massa tetapi tidak mencantumkan nomor urut dan logo parpol, tidak apa-apa," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement