Selasa 15 May 2018 20:00 WIB

Politikus PKS Berharap Definisi Teroris Segera Dituntaskan

Definisi terorisme menjadi polemik dalam revisi UU antiterorisme.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Bayu Hermawan
Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Nasir Djamil
Foto: ROL/Havid Al Vizki
Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Nasir Djamil

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- DPR mengakui revisi Undang - Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Terorisme masih terhambat dalam menentukan definisi terorisme. Persoalan mengenai definisi terorisme justru menjadi polemik ketika RUU tersebut baru akan disahkan.

Anggota Panitia Khusus (Pansus) RUU Terorisme, Nasir Djamil mengatakan definisi sudah dibahas sejak awal, namun akhirnya disepakati bahwa yang dibahas lebih dulu adalah yang terkait substansi. "Kita ingin bicara yang substansif dulu, jangan sampai definisinya begini tapi isinya tidak seperti itu," ujar Nasir di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (15/5).

Polemik mengenai definisi yang saat ini tengah terjadi menurut Nasir sama seperti ketika DPR dan pemerintah merumuskan Undang-Undang Pemerintahan Aceh yang disahkan pada tahun 2006 silam. Hal itu dilakukan agar judul mencerminkan isinya.

"Makanya kami isi dulu yang subtansif itu baru kemudian kami buat definisi supaya kemudian kena semua. Ruang lingkupnya ada," kata politikus PKS tersebut.

Ia menambahkan dalam hal ini DPR dalam posisi untuk melihat dulu perubahan yang ada. Menurutnya, definisi itu harus diletakan di batang tubuh, bukan di penjelasan. "Penjelasan itukan tidak punya kekuatan yang kuat dibanding batang tubuh," ucapnya.

Nasir pun berharap DPR bisa segera bertemu pemerintah usai reses untuk segera menuntaskan definisi. Selain itu ia juga berharap tidak ada sangkaan yang menganggap seolah-olah koalisi pemerintah pro penanganan terorisme sedangkan yang bertahan dengan definisi yang ada disebut pro radikalisme.

"Ini prejudice namanya, sudah mengklaim, menurut saya enggak sehat. Mudah-mudahan tidak ada klaim-klaim seperti itu," katanya.

(Baca: Wiranto: Pemerintah Satu Suara Soal RUU Antiterorisme)

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto mengatakan bahwa pemerintah sudah menyepakati definisi yang sebelumnya memiliki perbedaan antara Polri dan TNI. Sehingga frasa mengenai masalah ideologi, masalah politik, masalah keamanan nasional, yang masuk dalam definisi itu sudah terselesaikan dengan cara yang lebih akomodatif.

"Pelibatan TNI juga sudah dimasukkan di situ (RUU anti terorisme), sudah sepakat kita. Karena UU TNI, TNI bisa dilibatkan untuk masalah yang berbentuk melawan terorisme. Caranya bagaimana, akan diatur dalam Perpres. Ini udah selesai, gak usah dipolemikkan lagi," ujar Wiranto di Istana Negara, Selasa (15/5).

Ketika ditanya mengenai detail dalam definisi yang dimasukan dalam RUU, Wiranto belum mau menjelaskannya. " Bunyinya ada. Gak usah terperinci. Saya gak usah mengajak masyarakat mendiskusikan masalah ini. Yang penting masyarakat tenang, beraktivitas seperti biasa gak usah takut dengan ancaman," ujarnya.

Namun, Wiranto memastikan bahwa dengan pengesahan RUU tersebut maka TNI bisa ikut serta dalam mengantisipasi dan mencegah penyebaran serta aksi terorisme. Bahkan Kapolri dan Panglima TNI pun sudah mendiskusikan hal tersebut dan tidak akan ada lagi polemik di tubuh pemerintah terkait peraturan tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement