Senin 07 May 2018 03:09 WIB

Diplomasi Angklung KBRI Riyadh

Sesuai prinsip Islam wasathi, menebar damai pada setiap insan.

Dubes Agus Maftuh Abegabriel memainkan angklung bersama para diplomat asing dan warga Riyadh, Kamis (3/5).
Dubes Agus Maftuh Abegabriel memainkan angklung bersama para diplomat asing dan warga Riyadh, Kamis (3/5).

REPUBLIKA.CO.ID,Oleh: AS Karni*

Di sela menikmati santap malam kuliner Nusantara, pandangan puluhan pasang mata tamu berkebangsaan Arab mendadak  bergeser ke arah panggung. Intro musik Katabtillak (Ku Tulis Surat untukmu), lagu kondang Timur Tengah medio 2000-an, disenandungkan sebuah group musik dari panggung di pinggir lapangan serba guna KBRI Riyadh, Arab Saudi, Kamis malam, 3 Mei lalu.

Di panggung bergaya joglo warna biru itu, Katabtillak tidak dilantukan oleh penyanyi aslinya, Dina Hayek, 36 tahun, vokalis cantik asal Lebanon, yang meroket popularitasnya setelah merilis album keduanya itu, tahun 2005. 

Katabtillak, malam itu, didendangkan secara instrumental oleh kelompok musik asal Yogyakarta: Thilung Bale Seni Wasana Nugraha. Thilung adalah  pethilan (bagian dari) calung, perangkat musik khas asal Banyumas, Jawa Tengah.

Lagu mengharukan itu berkisah tentang seorang istri tentara muda, yang tengah merindukan suami kembali dari perang. Setiba di rumah, ia dapati sang suami bertongkat dengan kaki pincang. Sang istri menerima suami apa adanya dengan penuh cinta.  

Senyum, anggukan pelan, dan saling pandang kiri kanan, tampak di antara tamu-tamu diplomat Timur Tengah dan warga Riyadh, malam itu, sambil menikmati sate, bakso, nasi goreng, dan kuliner nusantara lainnya.

Tetamu kembali larut dalam kejutan irama ketika Thilung menyajikan Arridha Wannur, salah satu lagu terkenal penyanyi legendaris asal Mesir yang kondang se-Timur Tengah, Ummi Kulsum. Lagu itu berkisah tentang ruh yang melayang untuk bertemu Sang Kekasih. 

“Lagu ini menggambarkan suasa haru menjelang Rabiah Al-Adawiyyah, seorang sufi besar, meninggal dunia,” Dubes RI untuk Saudi Arabia, Agus Maftuh Abegabriel, menjelaskan. Selain Katabtillak dan Arridha Wannur, lagi berbahasa Arab lain yang digemakan adalah Min Awwal Merra dan Ya Nabi Salam.  

Empat lagu kondang itu dipilih dengan pertimbangan tersendiri. Dubes Agus Maftuh sendiri yang memilihkan lagu-lagu itu untuk disajikan. Dipilihkan lagu-lagu yang bisa menyentuh hati orang Arab, khususnya Saudi. “Ini namanya politik lagu, untuk mendukung diplomasi hati yang kami kembangkan,” kata dosen UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ini.

Malam yang esoknya libur Jum’at itu, KBRI menggelar Indonesia Cultural Night dengan tajuk Bamboo Harmony. Dua group musik berbasis alat musik dari bambu, dihadirkan. Setelah tampilan Thilung dari Yogyakarta, hadir kelompok musik kondang asal Bandung, Saung Angklung Mang Udjo, yang membuat banyak tamu diplomatik makin larut menikmati irama musik nusantara.  

“Bambu itu bisa berbunyi, bisa dinikmati menjadi sebuah musik yang indah, ketika dipukul dengan irama yang teratur,” kata Agus, alumnus Pesantren Futuhiyah, Mranggen, Demak, Jawa Tengah, yang memahami musik dan piawai membuat syair Arab ini.  

“Kita perlu mengambil filosofi angklung. Tanpa tabrakan satu dengan yang lain. Menjadi tatanan ideal harmoni. Dengan jargon From Bamboo for Peace, Minal Bambu ilas Salaam, dari bambu menuju perdamaian. Sesuai prinsip Islam wasathibassus salam ila kulli insani wa basyar, menebar damai pada setiap insan.”  

Setelah audiens jatuh hati pada Malam Kebudayaan itu, lantaran lagu-lagu populer kesukaan mereka disajikan dengan alat-alat musik Nusantara, kemudian mereka dikenalkan budaya Indonesia, melalui beberapa lagu daerah Indonesia, dari Aceh sampai Papua: Bungong Jeumpa, Sianggartulo, Poco-Poco, Angin Mamiri, Janger Bali,sampai Yamko Rambe. Dengan iringan alat musik Nusantara.

Sejumlah warga Arab tampak menikmati acara. Meski sebagian ulama Arab mengharamkan musik, beberapa warga yang hadir menyampaikan sikap yang lebih fleksibel menyikapi musik. 

Nuruddin, mahasiswa Fakultas Pendidikan Universitas King Ibnu Sa’ud Riyadh, menyatakan, “Ada banyak pendapat di kalangan ulama tentang hukum musik. Tidak ada dalil yang kuat mengharamkan musik.” 

Mengenakan celana jeans dan kemeja lengan panjang, berbeda dengan kebanyakan tamu Arab yang berjubah putih, Nuruddin terlihat berjoget ringat menikmati alunan irama Thilung dan Angklung Mang Udjo. Fania Fiir, gadis Arab yang menjadi siswi program Bahasa Indonesia untuk Pengguna Asing, menyatakan, dirinya adalah generasi lebih terbuka.

Sementara Mumtaz Al-Djunaid, warga Riyadh yang sudah berjenggot putih, secara hasil menolak menyampaikan sikapnya tentang musik. “Ini di wilayah Kedutaan Indonesia, apa yang boleh ya boleh, kalau di luar kedutaan Indonesia, saya tidak berkomentar,” kawah Mumtaz, dengan senyum. 

Di akhir sesi, host dari Angklung Mang Udjo, Robby Mufti, memandu audiens, yang kebanyakan warga Arab, dan beberapa perwakilan dari sejumlah negara non-Arab, untuk memainkan angklung. Adegan seperti ini kerap dimainkan Angklung Mang Udjo dalam berbagai tampilan. Mereka semua menikmati main angklung bersama itu. Sebgain tak menyangka, bisa memainkan dengan proses latihan yang kilat. 

Malam Kebudayaan ini adalah acara pengganti untuk program Festival dari Arab Saudi yang tertunda. Semula, hendak digelar “2018 Tahlia Street Global Cultural Carnival” pada 26 Maret – 1 April 2018 di Princess Nourah bint Abdulrahman University Riyadh. Acara itu diselenggarakan Saudi Vibes, sebuah Event Organizer bidang promosi seni dan budaya di Kerajaan Arab Saudi. Dua puluh negara diundang. Tiap negara diminta mengirim 25 utusan. KBRI menyanggupi berpartisipasi untuk mengenalkan budaya adiluhung Indonesisa. 

Program tersebut tertunda-tunda sampai waktu yang tidak pasti. Sementara visa untuk peserta dari Indonesia sudah siap semua. “Demi NKRI, akhirnya KBRI Riyadh mengambil alih acara,” kata Dubes Agus Maftuh. KBRI Riyadh bekerja sama dengan Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya Kemendikbud. Acara dibuat dalam bentuk Malam Kebudayaan Indonesia dengan tema Bamboo Harmony. 

Hari kedua Indonesia Night, pada Jum’at malam, 4 Mei lalu, mengundang warga Indonesia di Saudi, khususnya Riyadh. Dihadirkan pula puluhan “WNI yang belum beruntung” –sebutan Dubes Agus untuk para tenaga kerja Indonesia yang tengah terbelit masalah, dan ditampung di shelter Ruhama (Rumah Harapan Mandiri), yang dikelola KBRI.

Beberapa lagu yang tengah ngetop di tanah air saat ini, seperti lagu-lagunya Via Vallen dan Nella Karisma, misal, Jaran Goyang, Sayang, Bojo Galak, dilantunkan, dan membuat warga Indonesia larut dalam cerita. “Kalau ada undangan acara kebudayaan di KBRI, saya selalu datang. Jarang ada hiburan di Saudi,” kata seorang WNI asal Indramayu, Jawa Barat.

Selain menikmati musik, warga juga memanfaatkan momentum itu untuk belanja murah. Malam itu digelar bazar bahan makanan pokok dengan harga di bawah pasaran. Asrul Sani, 60 tahun, salah satu sesepuh WNI yang sudah 33 tahun di Riyadh, terlihat menenteng empat bungkas plastik berisi minyak goreng, mie instan, kecap, saos, dan macam-macam. 

“Mie instan di luar 60 riyal, di sini hanya 40 riyal,” kata Asrul, arsitek asal Pare-Pare, yang juga dipercaya warga Saudi, menjadi imam masjid di lingkungannya. “KBRI sekarang lebih terbuka pada warga. Urusan dokumen dan lain-lain lebih mudah,” Asrul menambahkan. 

 

*AS Karni (praktisi media)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement