Ahad 06 May 2018 01:00 WIB

Debat yang tidak Perlu Diperdebatkan

Debat utang ditunggu-tunggu.

Harri Ash Shiddiqie
Foto: dok.Istimewa
Harri Ash Shiddiqie

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh : Harri Ash Shiddiqie *)

 

Di warung kopi ada yang menghibur, semakin banyak utang, berarti semakin dipercaya pemilik uang. Semua tertawa, mengangguk. Lintah darat di pedesaan yang berpendidikan rendah sangat paham. Meski produktivitas seseorang rendah dan malas bekerja, si lintah ini tetap memberi pinjaman. Ia sangat yakin, sangat percaya,  bahwa uangnya pasti kembali, bukan dalam bentuk uang, tapi berupa sawah dan empang warisan.

 

Utang sebuah negeri juga mirip, Zimbapwe yang tak mampu membayar utang kepada Cina akhirnya harus menerima keinginan pemilik uang. Bukan hanya mata uangnya menjadi Yuan, tapi juga harus menerima pekerja kasar, produk, sampai teknologi  Cina. Srilanka serupa, gagal bayar utang membuat satu pelabuhannya hingga 70 persen sahamnya dikuasai BUMN Cina. (ROL 25/03/2018)

 

Urusan utang itu membuat masyarakat menunggu debatnya, bagaimana nasib utang itu, positif, negatif, salah, atau tepat. Bila salah, bukan hanya pekerja asing yang membanjir, dan bukan hanya pelabuhan yang diincar, tapi bisa sebuah pulau, juga hutan dan tambangnya. 

 

Publik berdebar, juga disertai cemas menunggu, karena belum ada kepastiannya, apalagi ada yang berpikiran  agar debat tentang utang tak usah dilayani.

 

***

 

Debat berbeda dengan diskusi, apalagi dialog. Seperti juga cantik berbeda dengan ayu dan juga elok. Debat adalah ujian, pendapat di dianalisis dengan argumen disertai fakta, kenyataan lapangan, angka-angka serta prediksi-prediksi berdasar pengalaman dari tokoh yang berdebat. Telaahnya menjadi sangat kritis sehingga pendapat bisa diuji, salah atau benar. Bila salah, seperti skripsi, salahnya dibuang dan tolong diperbaiki. Bila benar, tetap harus hati-hati. 

 

Debat bisa dianggap arena pertandingan. Ada yang kalah, ada yang menang. Silakan. Dan dari sana publik bisa menilai, apakah cagub dipilih lalu dinaikkan menjadi gubernur atau malah tidak dipilih atau digusur. 

 

Susahnya, pertandingan apapun, termasuk sport, meski sudah dinyatakan harus sportif, banyak terjadi pelanggaran, kecurangan. Ada  kartu kuning, ada kartu merah. Tidak jarang pertandingan menjadi ricuh, semula botol dan sepatu dilempar, akhirnya  pagar digoyang lalu  roboh, penonton mengusai lapangan. 

 

Pertandingan ricuh sedemikian sama halnya dengan debat kusir.  Konon istilah ini dikemukakan Haji Agus Salim. Tokoh muslim, Pahlawan Nasional, di jaman kemerdekaan beliau adalah seorang menteri, seorang diplomat ulung yang mengusai tujuh bahasa asing,  ahli debat yang sulit dikalahkan. “Bukan di forum PBB saya kalah bicara, tapi dengan kusir delman, ”KH Agus Salim menuturkannya, “saat naik delman, tiba-tiba kudanya kentut. Saya bilang, kudanya masuk angin. Kusir delman itu menyanggah: “Tidak, pak. Tidak masuk angin, keluar angin.” jawabannya polos, ringan.” 

 

Debat utang sebuah negeri juga bisa menjadi debat kusir, atau sebuah debat yang tidak bermutu, bila salah satu saja pembicaranya sama sekali tidak kompeten. Apalagi bila hanya ingin mencari menang seperti yang dilakukan kaum Sofis di jaman Yunani, 2500 tahun yang lalu. Dan debat sofis, meski menyesatkan tetap banyak ditemukan. Ketika di Amerika banyak terjadi penembakan brutal di sekolah atau di tempat umum, ada yang mengusulkan pembatasan kepemilikan senjata, maka ada yang menekuknya, “Tak perlu dibatasi produksinya, tak perlu dibatasi kepemilikannya. Tanyakan pada siapapun, dan tunjukkan di dunia manapun, tak ada senjata yang membunuh orang. Hanya orang yang membunuh orang.”

 

***

 

Di jaman Rasulullah, debat juga pernah terjadi. Melihat perkembangan Islam yang sangat cepat,  pembesar Nasrani Najran mendatangi Rasulullah di Madinah. Mereka ingin berdebat, menguji, beradu argumen untuk memojokkan Rasulullah.  

 

Rasulullah menerima mereka dan  terjadilah debat tentang Nabi Isa. Terjadi perbedaan pendapat, dan akhirnya esok harinya hendak dilakukan mubahalah, kedua belah pihak bermohon kepada Allah agar mengutuk pihak yang berdusta. Ini dikisahkan dalam Alquran Surat 3:59-61. 

 

Pagi usai shalat Subuh Rasulullah berangkat bersama Ali, diikuti Fatimah yang menggamit Hasan dan Husain. Sesaat sebelum mubahalah dilaksanakan, tiba-tiba pembesar Najran ketakutan. Mereka meminta mubahalah tidak dilakukan. Pembesar Najran akhirnya memilih membayar Jizyah.  Pembayaran itu membuat mereka mendapat perlindungan, sebagai wilayah yang masuk dalam kedaulatan Islam, meski mereka tidak memeluk Islam. Dan, mereka tidak dipaksa agar masuk Islam, mereka tetap diberi kebebasan menjalankan agamanya. 

 

***

 

Debat utang tak perlu diperdebatkan, bermanfaat atau tidak. Sepanjang niat dan prosesnya dilakukan dengan benar, ada kejujuran, adil, amanah, tujuannya telah ditetapkan untuk mencapai kesejahteraan rakyat di hari ini dan  generasi mendatang. Itu sangat penting. 

 

Semoga debat memberi cahaya agar kita selalu ditunjukkan jalan yang lurus. Jalan yang diridhai Allah. Amin. 

 

*) Penyuka sastra dan teknologi, di Jember.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement