Ahad 01 Apr 2018 12:55 WIB

Kebocoran Soal dan Integritas Pendidik yang Dipertanyakan

Peningkatan integritas siswa belum diikuti upaya peningkatan integritas para pendidik

Esthi Maharani
Foto: doc pribadi
Esthi Maharani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Esthi Maharani*

Pada pertengahan Maret, tersiar kabar mengenai kebocoran soal Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN). Kabar ini awalnya dilaporkan oleh Forum Aksi Guru Independen (FAGI) Kota Bandung ke Komisi V DPRD Jawa Barat. Ketua FAGI Kota Bandung yang juga Anggota Dewan Pendidikan Jabar, Iwan Hermawan, mendapatkan laporan soal beserta jawaban USBN seperti Sosiologi, Bahasa Indonesia dan Agama sudah beredar sejak hari pertama.

Saya berpendapat, kebocoran soal USBN bukan persoalan sepele. Kebocoran soal yang setiap tahun terus terjadi, membuat wajah pendidikan Indonesia terus tercoreng. Saya merasa miris ketika mengetahui kemungkinan kebocoran soal itu karena adanya maladministrasi yang dilakukan oleh pihak-pihak yang notabene adalah pendidik.

Misalnya, ada ketidaksesuaian pada proses pembuatan soal dengan pos pembuatan soal oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Selain itu, perjalanan soal yang terlalu panjang yakni dari bidang ke KCD (Kantor Cabang Dinas), lalu ke MKKS (Musyawarah Kerja Kepala Sekolah), lalu ke K3S (Kelompok Kerja Kepala Sekolah) dan terakhir ke Kepala Sekolah. Terakhir, yang dianggap paling fatal adalah kunci jawaban diberikan bersamaan dengan naskah soal. Semuanya, disatukan dalam satu file dan diberikan bersama-sama saat ujian.

Hasil investigasi itu baru dilakukan oleh FAGI, sedangkan hingga saat ini pemerintah mengaku masih melakukan investigasi dan belum bisa memberikan jawaban pasti mengenai kebocoran soal tersebut. Jujur saja, saya sedikit ragu apakah pemerintah akan secara objektif melakukan penyelidikan. Saya juga ragu apakah pemerintah mau membeberkan secara jujur hasil temuannya kepada public.

Yang saya tahu, selama ini pemerintah membongkar-pasang berbagai aturan dan memperketat sistem pendidikan untuk meningkatkan integritas siswa. Sayangnya, hal itu tidak dibarengi dengan peningkatan integritas para pendidiknya.

Saya jadi ingat pernyataan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) yang mengklaim pelaksanaan Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) meningkatkan integritas. Kepala BSNP Bambang Suryadi mengatakan UNBK sangat efektif meningkatkan kejujuran siswa meskipun diakuinya prestasi mengalami penurunan.

"Di indeks integritas sudah terbukti," katanya saat konferensi persiapan penyelenggaraan Ujian Nasional Tahun Pelajaran 2017/2018, pada 13 Maret lalu.

Meningkatnya integritas para siswa harus ‘dibayar’ dengan prestasi siswa yang menurun (atau memang prestasi siswa Indonesia sebenarnya baru di level segitu?). Di era seperti sekarang, saya pikir, integritas jauh lebih mahal dan sulit tercapai dibandingkan prestasi yang berhiaskan angka-angka fantastis.

Sayangnya, integritas para siswa yang diuji itu tak dibarengi dengan integritas pendidik. Bisa dikatakan, integritas para pendidik belum terdeteksi. Kita mungkin alpa dengan peran penting para pendidik ketika ujian-ujian untuk para siswa digelar. Sudah saatnya para pendidik juga diajak untuk meningkatkan integritas dengan tidak lagi dengan sengaja membocorkan soal pada para siswa.

Rasanya tak berlebihan jika saya sangat menginginkan kasus kebocoran UNBK diinvestigasi se-objektif mungkin. Pemerintah harus membeberkan hasil investigasi –yang katanya sedang dilakukan-- secara jujur kepada masyarakat. Apalagi FAGI sudah memaparkan hasil investigasinya sehingga masyarakat pun bisa membandingkan hasilnya. Hal ini juga dapat menjadi ajang untuk menilai sejauh apa integritas yang dimiliki para pendidik di Indonesia.

 

*) Penulis adalah Redaktur Republika.co.id

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement