Sabtu 03 Mar 2018 16:15 WIB

Visi Pemberantasan Narkoba untuk Capres

Sekitar 600 ton narkoba diinformasikan sedang dalam perjalanan menuju Indonesia.

Arif Supriyono, wartawan Republika
Foto: Dokumen pribadi
Arif Supriyono, wartawan Republika

Oleh: Arif Supriyono

Wartawan Senior Republika

Saya sedang tidak tertarik untuk membahas figur calon presiden 2019, sekalipun beberapa partai telah memunculkan nama. Saya pun tak ingin mengupas pertemuan Partai Solidaritas Indonesia dengan Joko Widodo di Istana Presiden yang kabarnya membahas soal pemenangan Pemilu  2019.

Demikian pula soal penangkapan anggota Muslim Cyber Army (MCA) yang diduga menjadi produsen berita-berita hoaks. Biarlah polisi dan anggota MCA lainnya yang membuktikan, apakah mereka yang tertangkap itu benar-benar anggota MCA atau hanya mengaku-ngaku saja. Termasuk keterangan salah seorang dari mereka yang mengaku sudah lima tahun menjadi anggota MCA, padahal nama gerakan pasukan siber itu (bukan organisasi) baru berjalan beriringan dengan aksi demo 212 pada 2 Desember 2016.

Juga soal kecenderungan beberapa orang gila yang mengganggu ustaz maupun sarana ibadah Islam dan agama lainnya, kali ini saya pun tak ingin membicarakannya. Sama tak tertariknya bagi saya untuk mendiskusikan serombongan jamaah umroh yang bernyanyi dan meneriakkan Pancasila saat sai.

Justru yang menjadi perhatian utama saya kali ini adalah tentang narkoba (narkotika dan obat-obatan terlarang). Pekan lalu petugas Bea dan Cukai Kepulauan Riau berhasil mengamankan 1,3 ton sabu-sabu yang dibawa oleh kapal dari Taiwan.

Mendengar jumlah sabu-sabu ini saja banyak orang yang miris. Nilai sabu-sabu 1,3 ton itu setara dengan Rp 2,5 triliun. Artinya, uang senilai itu akan dihambur-hamburkan oleh warga Indonesia karena hampir dipastikan sabu-sabu itu akan dikonsumsi habis.

Sesungguhnya bukan nilai uangnya yang menjadi pertimbangan penting. Akan tetapi, daya rusak narkoba itulah yang menjadi musuh utama setiap warga negara yang ingin hidup normal. Setiap orang dewasa sudah paham betapa jahatnya dampak pemakaian narkoba terhadap kesehatan dan kehidupan manusia.

Bagi pecandu narkoba, praktis masa depannya akan sirna secara sia-sia. Kehidupannya jauh dari kondisi normal. Tak hanya itu, nyawa pun sering tak lagi bersama raganya lantaran kecanduan narkoba.

Berdasarkan data dari Badan Narkotika Nasional (BNN) setiap hari sekitar 50 penduduk Indonesia meninggal karena narkoba. Kondisi ini sungguh memprihatinkan. Melihat kenyataan ini, selayaknya pula Indonesia memasuki kondisi darurat narkoba. Oleh karenanya, seluruh daya upaya harus dikerahkan untuk mengatasi masalah pelik yang tak juga surut ini.

Pada 2016 lalu jumlah pecandu narkoba di Indonesia mencapai 6 juta jiwa. Dari angka itu, sekitar 27 persen di antaranya merupakan pelajar dan mahasiswa. Dengan demikian, sekitar 1,9 juta pelajar/mahasiswa menjadi pecandu berat narkoba. Angka itu terus memperlihatkan grafik yang meningkat. Pada tahun 2015, pecandu narkoba di negara kita masih menunjukkan angka 4,2 juta jiwa.

Siapa pun tahu, biaya pemulihan akibat kecanduan narkoba memerlukan ongkos yang besar. Dari data yang dimilliki BNN, setiap 100 ribu pecandu narkoba memerlukan biaya rehabilitasi sekitar Rp 1 trilun. Bila ada 6 juta pecandu, ongkos yang harus dikeluarkan negara sekitar Rp 60 triliun. Sudah duit rakyat disedot untuk belanja barang terlarang itu, masih harus keluar lagi ongkos rehabilitasi.

Saya masih ingat apa yang disampaikan oleh mantan kepala BNN, Komjen Pol Budi Waseso. Dalam suatu kesempatan, Budi mengutarakan betapa bangganya saat BNN mampu menyita 3 ton sabu-sabu sepanjang tahun 2016. Ternyata kebanggaan itu musnah seketika setelah temuan BNN selanjutnya. Menururt Budi, dari hasil investigasi terhadap negara-negara penghasil barang haram itu, total narkoba yang masuk Indonesia telah mencapai 250 ton dalam beberapa tahun. Sebuah angka yang amat fantastis dan sungguh mengerikan.

Berdasarkan informasi yang didapat pihak intelijen Indonesia dari koleganya di Cina, saat ini sedang dalam perjalanan sekitar 600 ton narkoba menuju Indonesia melalui beberapa titik. Ini tantangan besar bagi aparat untuk mencegahnya agar tak bisa memasuki perairan negara kita, terlepas dari benar atau tidaknya info tersebut.

Janji pemerintah untuk membuat Indonesia bebas narkoba pun sama sekali tak terbukti. Saat awal kabinet 2014, pemerintah melalui Menko Polhukam Tedjo Edhy Purdijatno menargetkan, bahwa pada tahun 2015 Indonesia akan bebas narkoba. Kala itu pada kesempatan yang berbeda, anggota DPR dari Partai Keadilan Sejahtera, Almuzamil Yusuf, berpendapat bahwa target itu terlalu muluk dan bohong belaka.

Ternyata hal itu terbukti. Sampai sekarang peredaran narkoba malah kian meluas. Korban-korban pun terus berjatuhan. Jumlah pecandu narkoba bukannya surut, tetapi malah meningkat.

Kita wajib menuntut keras pada pemerintah untuk memerangi peredaran narkoba. Perang melawan narkoba tak bisa lagi ditunda-tunda. Seruan ulama tentang haramnya barang itu tak cukup ampuh untuk mengurangi peredaran narkoba. Harus ada keseriusan aparat untuk membasmi pengedar dan matai rantai perdagangan narkoba.

Bukan hal yang rahasia lagi, peredaran narkoba dilindungi oleh orang-orang yang memiliki sumber daya dan sumber dana luar biasa besar. Bahkan orang-orang penting pun tak sedikit yang ikut bermain. Acap kali setiap ada penyitaan narkoba, barang bukti yang disimpan senantiasa berkurang jumlahnya. Ini memandakan ada oknum yang selalu ikut bermain.

Nah melihat kondisi yang sedemikian memprihatinkan itu, rasanya sangatlah perlu agar pemberantasan narkoba juga menjadi agenda penting bagi setiap calon pemimpin yang akan maju dalam pilpres atau pilkada. Selama ini, yang selalu menjadi sorotan atau perhatian khalayak terhadap para calon presiden/wakil presiden dan calon kepala daerah serta wakilnya, senantiasa tak jauh dari angka pertumbuhan, pengangguran, pemberantasan kemiskinan, pembangunan infrastruktur, keadilan, keamanan, kesetaraan gender, perlindungan HAM, pemberantasan korupsi, serta hal lain yang sudah sangat sering menjadi topik bahasan dalam debat calon.

Nyaris tak pernah ada yang memberi bobot khusus bagi upaya penghentian peredaran narkoba. Padahal, daya rusak narkoba sungguh dahsyat dan berpotensi menihilkan hasil-hasil pembangunan manusia seutuhnya. Apalah arti bangunan fisik menjulang bila rakyatnya kian banyak yang bergelimpangan karena menjadi pecandu narkoba.

Rasanya perlu mulai disosialisasikan, bahwa agenda untuk memberantas narkoba juga menjadi poin penting bagi setiap calon presiden atau calon kepala daerah. Mereka perlu memaparkan visi-misi tentang pemberantasan terhadap peredaran narkoba dan menjelaskan targetnya untuk menjadikan wilayahnya bebas dari pemakaian liar barang haram tersebut.

Komitmen untuk itu sangatlah penting, mengingat salah satu ancaman terbesar di masa mendatang adalah serbuan narkoba ke negeri kita. Hingga saat ini, Indonesia masih menjadi incaran utama para produsen narkoba untuk menyebar barang laknat tersebut.  Kita semua menghendaki negara kita bisa benar-benar bersih dari peredaran narkoba.  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement