Sabtu 03 Mar 2018 07:14 WIB

Menakar Peluang Kemenangan PBB Atas KPU

KPU menyerahkan pertimbangan putusan kasus PBB kepada Bawaslu.

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Elba Damhuri
Sidang adjudikasi kelima penyelesaian sengketa hasil verifikasi parpol calon peserta Pemilu 2019 antara KPU dengan PBB,  di Kantor Bawaslu,  Thamrin,  Jakarta Pusat, Jumat (2/3). Margarito Kamis dan Zainal Arifin Hoesein hadir sebagai saksi ahli dalam sidang tersebut.
Foto: Republika/Dian Erika Nugraheny
Sidang adjudikasi kelima penyelesaian sengketa hasil verifikasi parpol calon peserta Pemilu 2019 antara KPU dengan PBB, di Kantor Bawaslu, Thamrin, Jakarta Pusat, Jumat (2/3). Margarito Kamis dan Zainal Arifin Hoesein hadir sebagai saksi ahli dalam sidang tersebut.

REPUBLIKA.CO.ID Partai Bulan Bintang (PBB) menghadirkan dua saksi ahli dalam sidang ajudikasi kelima sengketa Pemilu 2019, Jumat (2/3). Keduanya, yakni Margarito Kamis sebagai saksi ahli hukum tata negara dan Zainal Arifin Hoesein sebagai ahli hukum tata negara dan administrasi negara.

Dalam kesaksiannya, Zainal Arifin Hoesein menyatakan, perubahan atas hasil verifikasi di Provinsi Papua Barat harus ditempuh melalui mekanisme rapat pleno. Dia menegaskan, putusan rapat pleno tidak dapat dianulir oleh salah satu anggota KPU tanpa mekanisme pleno.

Menurut Zainal, perubahan sekecil apa pun atas keputusan pleno harus dilakukan dengan rapat pleno juga. "Kalau seorang memutuskan sendiri tanpa rapat pleno, maka itu tidak sah," kata Zainal di kantor Bawaslu, Thamrin, Jakarta Pusat, Jumat (2/3).

photo
Sejumlah kader dan simpatisan Partai Bulan Bintang (PBB) melakukan aksi bela PBB di depan kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pusat, Jakarta, Kamis (1/3).

Pakar administrasi negara ini menambahkan, pembacaan putusan adalah agenda dalam rapat pleno. Apa yang diucapkan ketua KPU di rapat pleno sudah mewakili anggotanya.

Jadi, hasil verifikasi yang ada dalam rapat plenolah yang seharusnya berlaku. Kalau ada perubahan atas hasil rapat pleno yang dilakukan oleh salah satu anggota KPU, berarti perubahan itu tidak sah.

Saksi ahli lain, Margarito Kamis, bahkan menduga perubahan pada hasil verifikasi PBB di Provinsi Papua Barat disebabkan adanya motivasi buruk oleh KPU provinsi. Margarito mengkritisi perubahan status memenuhi syarat (MS) yang direvisi menjadi tidak memenuhi syarat (TMS) terhadap hasil akhir verifikasi PBB di tingkat provinsi.

"Cukup beralasan dan logis untuk mengatakan bahwa ada motivasi yang buruk jika dilihat kalau dilihat dari sisi administrasi negara ya," ujar Margarito.

Margarito merujuk pada keputusan rapat pleno penetapan hasil verifikasi parpol oleh KPU Provinsi Papua Barat yang mengalami perubahan. "Dalam pleno diputuskan memenuhi syarat (MS). Lalu di lampiran berita acara ditulis menjadi tidak memenuhi syarat (TMS)," ujarnya.

Selain itu, dia juga menyebut perubahan dalam lampiran berita acara merupakan bentuk pelanggaran hukum. Menurut dia, berita acara semestinya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari hasil rapat pleno.

"Maka, isinya tidak bisa lain dari pleno. Sementara yang ada terungkap isinya (berita acara) itu lain. Ini saya sebut pelanggaran hukum,” katanya.

Margarito melanjutkan, perubahan status dari MS menjadi TMS tidak memiliki dasar. Sebab, keputusan yang memiliki dasar hukum kuat adalah hasil dari rapat pleno. Selain itu, berita acara dinilai hanya bagian dari administrasi dan hanya penguatan hasil keputusan pleno.

"Yang terjadi di pleno itu apa, mengapa mereka (KPU) tulis lain," ujar Margarito.

Margarito menilai, perubahan yang dilakukan KPU Provinsi Papua Barat dilakukan secara sengaja. Sebab, dalam rapat pleno tersebut hadir pula seluruh penyelenggara pemilu di Papua Barat, yang terdiri dari KPU provinsi, Bawaslu provinsi, KPUD kabupaten/kota, dan panwaslu kabupaten/kota.

Komisioner KPU, Hasyim Asy'ari, enggan mengomentari keterangan saksi ahli yang dihadirkan PBB. Dia menyerahkan sepenuhnya pertimbangan saksi ahli kepada majelis sidang Badan Pengawas Pemilu.

Menurut Hasyim, keterangan saksi ahli dari PBB sudah dipastikan untuk menyakinkan apa yang jadi argumen pemohon, dalam hal ini PBB. KPU siap dengan segala kemungkinan soal sengketa pemilu dengan partai yang dipimpin Yusril Ihza Mahendra ini.

Demikian juga jika keputusan Bawaslu mengabulkan gugatan PBB. Artinya, KPU wajib menindaklanjuti apa pun yang diperintahkan Bawaslu melalui putusannya.

Misalnya, dengan merevisi ketetapan KPU soal partai peserta pemilu dengan memasukkan nama PBB. Namun, kalau Bawaslu tidak mengabulkan gugatan Bawaslu, posisi PBB tetap dinyatakan tidak memenuhi syarat sebagai partai peserta pemilu 2019 oleh KPU.

Sebelumnya, anggota KPU Provinsi Papua Barat, Yotam Senis, mengakui telah mengusulkan kepada KPUD Manokwari Selatan untuk mengubah berita acara hasil verifikasi terhadap DPC PBB daerah itu. Dia membenarkan jika hal tersebut dilakukan sebelum rapat pleno hasil verifikasi parpol tingkat Provinsi Papua Barat dilaksanakan.

"Sebelumnya, berita acara hasil verifikasi DPC PBB di Manokwari Selatan belum memenuhi syarat (BMS). Kemudian saya sampaikan kepada Ketua KPUD Manokwari Selatan Pak Abraham Ramandey bahwa harus dibacakan sebagai tidak memenuhi syarat (TMS)," ujar Yotam.

Meski demikian, dia tetap menegaskan bahwa tidak ada perintah mengubah hasil verifikasi DPC PBB pada berita acara dari KPUD Manokwari Selatan. Yotam menegaskan bahwa apa yang dilakukannya sudah sesuai dengan peraturan sebagai anggota KPU Provinsi.

Selama pleno penetapan hasil verifikasi parpol di Provinsi Papua Barat, tidak ada koreksi dari Bawaslu dan pihak parpol. (Pengolah: agus raharjo).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement