Senin 26 Feb 2018 01:03 WIB

Disdik: SMAN 1 Semarang Sudah Sesuai Prosedur

Disdik fasilitasi dua siswa yang dikeluarkan melanjutkan pembelajaran dan ikuti UN.

Rekaman yang disensor memperlihatkan siswa melakukan aksi bully terhadap siswa lainnya (Ilustrasi)
Foto: Youtube
Rekaman yang disensor memperlihatkan siswa melakukan aksi bully terhadap siswa lainnya (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Dinas Pendidikan Jawa Tengah menyatakan, langkah yang dilakukan Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Semarang dengan mengeluarkan dua siswanya sudah sesuai prosedur. "Setiap sekolah memiliki aturan dan tata tertib, termasuk mengenai tindakan atas pelanggaran yang dilakukan siswanya," kata Kepala Disdik Jateng Gatot Bambang Hastowo di Semarang, Ahad malam (25/2).

Sebagaimana diwartakan, SMAN 1 Semarang mengeluarkan dua siswa, yakni AN dan AF atas dugaan penganiayaan juniornya saat kegiatan latihan dasar kepemimpinan (LDK), dan sembilan siswa diskorsing.

Gatot menjelaskan sudah mengirimkan tim untuk melakukan penyelidikan dan pendalaman kasus tersebut, termasuk melihat rekaman kegiatan LDK dan menyimpulkan sekolah sudah sesuai dengan prosedur. "Sudah saya kirimkan tim ke sana untuk mendalami, termasuk saya sendiri turun ke sana. Sekolah dalam mengambil keputusan pasti ada dasarnya. Dasarnya, aturan dan tata tertib sekolah bersangkutan," katanya.

Ia mengatakan setiap bentuk pelanggaran siswa sudah diberikan skor, misalnya merokok yang diberikan skor 10, memukul kawannya diberikan skor 20, dan menggunakan fasilitas sekolah tidak sesuai peruntukan.

Apabila skor atas pelanggaran itu sudah melebihi aturan yang ditetapkan, kata dia, sekolah bisa mengambil tindakan, termasuk sampai langkah mengembalikan siswa kepada orang tuanya atau dikeluarkan. "Sekolah sudah melakukan sesuai tahapan berdasarkan aturan dan tata tertib sekolah. Jadi, tidak sepihak. Kepala sekolah juga tidak mungkin mengambil keputusan sendiri tanpa pertimbangan banyak pihak," katanya.

Diakuinya, langkah SMAN 1 Semarang mengeluarkan dua siswa itu tanpa ada koordinasi dengan dirinya selaku Kepala Disdik Jateng, tetapi diperbolehkan karena sesuai Manajemen berbasis sekolah (MBS). Artinya, sekolah punya kewenangan mengelola pembelajaran. "Tidak harus seizin kepala dinas, namun yang terpenting kebijakan bisa dipertanggung jawabkan dan kepala sekolah berani bertanggung jawab," katanya.

Apalagi, kata dia, tidak mungkin jika setiap sekolah ketika mengambil kebijakan harus selalu seizin Disdik Jateng, mengingat jumlah SMA dan SMK yang ada di 35 kabupaten/kota di Jateng mencapai 598 sekolah. "Namun, saya juga harus mengambil kebijakan karena dua siswa ini sudah kelas XII dan sebentar lagi harus ujian nasional (UN). Bahkan, namanya sudah terdaftar. Jangan sampai mereka tidak bisa mengikuti UN," kata Gatot.

Oleh karena itu, Gatot memfasilitasi dua siswa yang dikeluarkan ini untuk melanjutkan pembelajaran dan mengikuti pelaksanaan UN di dua SMA negeri yang terdekat dengan tempat tinggal masing-masing yang sudah ditentukan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement