Ahad 28 Jan 2018 20:15 WIB

Fraksi di DPR Dorong Pasal Pidana LGBT Masuk KUHP

Mempertontonan perilau LGBT harus dipidana.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Muhammad Subarkah
Ilustrasi LGBT
Foto: Republika/Mardiah
Ilustrasi LGBT

REPUBLIKA.CO.ID, Fraksi fraksi Dorong Pasal Pidana LGBT Sesama Dewasa Segera Disetujui Masuk RKUHP

JAKARTA--Fraksi-fraksi tetap mendorong perluasan pasal pemidanaan perilaku seks menyimpang sesama jenis atau LGBT sesama dewasa  masuk dalam Rancangan Undang-undang Revisi Kitab Undang Undang Hukum Pidana (RUU RKUHP). Perluasan pasal diharapkan tidak hanya seperti yang tertera pada pasal 495 ayat 1 RKUHP yakni kepada yang belum berumur 18 tahun.

Sebab pemidanaan bagi pelaku LGBT sesama dewasa menjadi salah satu poin yang masih dipending dalam pembahasan RKHUP pada 16 Januari lalu.

"Kami ingin pidana LGBT dapat diperluas dari sekedar hanya 18 tahun ke bawah dalam pasal pencabulan. Tapi ingin diperluas hubungan sesama jenis dewasa," ujar  Anggota Panja RKUHP dari Fraksi Partai Nasdem Taufiqulhadi saat dikonfirmasi pada Ahad (28/1).

Taufiqulhadi mengatakan pihaknya juga mendorong penyelesaian poin yang masih pemding tersebut untuk disetujuil seluruh fraksi dan juga Pemerintah. Hal ini agar bisa disetujui dan disahkan menjadi UU dalam masa persidangan DPR ini.

Tauffiqulhadi bahkan mengatakan, perluasan pemidanaan pasal LGBT itu, fraksi Partai Nasdem mengusulkan pemidanaan masuk dalam delik umum. Sehingga pelaku penyimpangan seksual sesama jenis dapat dipidana tanpa perlu adanya aduan.

"Delik umum. Mereka yang mempertonton perilaku homoseksual di depan umum harus  dipidana apakah diadukan atau tidak, demikian pihak yang menyebarluaskan perilaku homoseksual," ujar Tauffiqulhadi.

Adapun anggota Panja RKUHP dari Fraksi PPP Arsul Sani mengatakan pasal pemidaan LGBT yang sudah ada di draft yang disepakati Pemerintah dan fraksi-fraksi adalah pada pasal 495 ayat dua dan belum mengatur pidana perilaku LGBT sesama dewasa.

Fraksinya pun menegaskan pada rapat panja RKUHP tingkat komisi yang diundur hingga Selasa (30/1) akan memperjuangkan lagi perluasan pidana LGBT.

"Meski sudaj diperluas di Pasal 495 ayat 2 RKUHP,  perluasan yang dikehendaki PPP adalah pemidanaan perzinahan sesama jenis sesama dewasa," ujar Arsul.

Namun demikian, Arsul mengatakan PPP tetap memasukan ruang pribadi dengan usulan pemidaan LGBT berdasarkan delik aduan.

Tak hanya itu, PPP juga mengusulkan agar pidana juga berlaku bagi pihak yang mempromosikan perbuatan LGBT tersebut, baik oleh pria, wanita maupun kelompok LGBT sendiri

"Namun jika tidak masuk di RKUHP maka PPP akan pertimbangkan melalui pengajuan UU tersendiri nantinya," ujar Arsul.

Adapun dalam draft hasil konsinyering DPR dan Pemerintah poin pasal LGBT ada dalam pasal 495 ayat 1 yang berbunyi: "Tiap orang yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain yang sama jenis kelaminnya yang diketahui atau pasti juga belum berumur 18 tahun dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 tahun". Lalu ayat 2 Dipidana dengan pidana yang sama ditambah dengan sepertiga jika perbuatan cabul sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan dengan cara seks oral atau seks anal atau semua bentuk pertemuan organ dan kelamin dengan alat kelamin yang dilakukan secara homoseksual.

Sementara draft pidana perilaku LGBT sesama jenis masih menjadi salah satu poin yang dipending pembahasan dan akan dibahas dalam rapat RKUHP tingkat Komisi yang dijadwalkan digelar pada Senin (29/1). Namun rapat diketahui dipending pada Selasa (30/1).

Sebelumnya Ketua Tim Pemerintah Pembahasan RUHP, Enny Nurbaningsih saat dihubungi Republika mengungkap posisi Pemerintah dalam perluasan pasal pencabulan yakni selain pidana bagi perilaku pencabulan terhadap anak di bawah umur, juga sesama jenis di atas usia 18 tahun. Meskipun kategori hubungan sesama jenis tidak disertai ancaman atau paksaan.

"Sementara ini yang sudah disiapkan pemerintah adalah yang terkait dengan ketika perbuatan itu kepada anak otomatis sudah ya, pemerintah punya. Kedua adalah ketika dia menggangu ketertiban umum dimuka umum lalu sifatnya pornoaksi dan dipertontonkan otomatis," ujar Enny.

Namun mengakui bahwa saat ini masih ada perdebatan antar fraksi fraksi terkait redaksional pasal perluasan tersebut. Perdebatan itu antata lain masih ada fraksi yang menginginkan pidana bagi perilaku sesama jenis sekalipun tidak di depan publik.

"Siapapun cabul dengan kekerasan otomatis. tapi kalau kemudian dia melakukan hubungan sesama jenis yang sifatnya suka sama suka dalam wilayah privasi mereka yang masih diperdebatkan, bagaiamana cara kita mengkriminalisasilainnya. Misal di dalam kamar atay tersembunyi atau di dlm kamar berdua tidak ada orang yang tahu kemudian dikriminalisasikan nah ini belum ada kata putusnya," ujar Enny.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement