Selasa 09 Jan 2018 13:25 WIB

Pajak Air DKI Jakarta Berpotensi Naik Hingga 15 Kali Lipat

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Dwi Murdaningsih
Seorang wanita mengambil air dari sebuah sumur. Pembuangan air limbah, sampah berbahaya dan penggunaan bahan kimia pertanian telah mengontaminasi air tanah di Jalur Gaza
Seorang wanita mengambil air dari sebuah sumur. Pembuangan air limbah, sampah berbahaya dan penggunaan bahan kimia pertanian telah mengontaminasi air tanah di Jalur Gaza

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG - Penerimaan pajak air tanah yang dibayarkan oleh pengelola gedung-gedung bertingkat di DKI Jakarta bakal melonjak tajam. Ketua Komite Pencegahan Korupsi DKI Jakarta Bambang Widjojanto mengungkapkan, terjadi peningkatan potensi penerimaan pajak air tanah hingga 1.500 persen atau 15 kali lipat dari penerimaan di periode pemerintahan sebelumnya. Bahkan, capaian ini dicapai dalam kurun waktu 2-3 bulan pemerintahan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Anies-Sandi.

Bambang menjelaskan, salah satu fokus kerja Komite Pencegahan Korupsi DKI Jakarta adalah memperbaiki penerimaan pajak yang selama ini dinilai masih ada celah. Ia mengambil contoh pajak air tanah di ibu kota. Pada periode pemerintahan sebelumnya, pajak air tanah hanya terkumpul Rp 100 miliar per tahun.

Padahal menurut data Pemprov DKI Jakarta, terdapat lebih dari 5 ribu gedung bertingkat dan berpotensi menutupi kebutuhan air dengan menyedot air tanah. Artinya, potensi penerimaan pajak air tanah di Jakarta masih jauh di atas penerimaan selama ini.

Bambang menjelaskan perhitungannya. Dengan kepadatan penghuni gedung-gedung bertingkat di Jakarta yang begitu tinggi, maka penyedia air yakni PAM Jaya tidak akan mampu memasok seluruh kebutuhan air. Solusinya, masing-masing gedung melakukan pemboran untuk memenuhi kebutuhan air bersih.

"Kalau dia ambil dari tanah, berapa titik dia bor sendiri? Nah dalam beberapa bulan ini kami dorong dan terbukti berhasil naik 1.500 persen dalam 3 bulan," ujar Bambang dalam diskusi yang dihadiri Ketua KPK Agus Rahardjo di Padang, Senin (8/1).

Bambang menyebutkan, informasi terkait data penerimaan pajak dan pemutakhiran potensi pajak akan dikumpulkan dalam satu basis data. Nantinya, seluruh informasi terkait hal ini akan digabung melalui program 'One Map One Data'.

"Peningkatannya bisa triliunan hasilnya. Itu baru ngomong pajak air tanah. Kalau ada 13 mata pajak lainnya, berapa keuntungannya," kata Bambang.

Selain pengawasan terhadap potensi perpajakan, Komite Pencegahan Korupsi DKI Jakarta juga akan menyasar catatan belanja pemerintah atau expenditure. Sejumlah sektor yang paling diawasi adalah pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan perhubungan.

"Poin ketiga di investasi. Pemda yang dahsyat dia harusnya punya investasi di BUMD," kata Bambang.

Menurutnya, 'KPK' DKI Jakarta memiliki fungsi yang berbeda dibanding Inspektorat Provinsi. Perbedaan mendasar adalah bahwa komite yang ia pimpin juga bergerak dalam kampanye untuk membangun gerakan antikorupsi. Ruang lingkup lain yang dikerjakan oleh 'KPK' DKI Jakarta di antaranya adalah pembangunan integritas Aparatur Sipil Negara (ASN).

"Dan ide ini mulai dibeli banyak kandidat yang maju di Pilkada di provinsi," katanya.

Sebelumnya, Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan dan Sandiaga Salahuddin Uno membentuk Komite Pencegahan Korupsi dengan Ketua Bambang Widjojanto, mantan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Anies dan Sandiaga menempatkan pencegahan korupsi sebagai salah satu program prioritas. Hal itu diwujudkan antara lain dengan pembentukan Komite Pencegahan Korupsi (Komite PK) Jakarta.

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement