Rabu 27 Dec 2017 00:31 WIB

Memotret Perkembangan Hukum Pidana Sekarang dan Mendatang

Ustaz Alfian Tanjung divonis dua tahun hukuman pidana dalam sidang putusan di Pengadilan Negeri Surabaya (Ilustrasi)
Foto: Republika/Dadang Kurnia
Ustaz Alfian Tanjung divonis dua tahun hukuman pidana dalam sidang putusan di Pengadilan Negeri Surabaya (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Dr Azmi Syahputra SHMH *)

Kajian dan pemikiran baru hukum pidana saat ini makin perlu guna mengantisipasi perkembangan masyarakat. Bahkan, dalam perkembangannya, ternyata arus dari persoalan-persoalan itu menggema dan menghantam teori-teori yang telah diajarkan kepada pembelajar hukum sebelumnya. Dengan kondisi seperti sekarang ini, tampaknya perlu memberikan definisi operasional hukum pidana dan fungsi hukum pidana.

Pakar hukum Prof Moeljatno memberikan pengertian hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan mengatur ketentuan tentang perbuatan yang tidak boleh dilakukan. Larangan ini disertai ancaman pidana bagi setiap orang yang melakukannya.

Kapan dan dalam hal apakah mereka yang telah melanggar larangan itu dapat dikenai sanksi pidana? Dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dilaksanakan?

Adapun fungsi hukum pidana berguna melindungi kepentingan hukum. Dalam hal ini, yang dilindungi tidak hanya kepentingan individu, tetapi juga kepentingan masyarakat dan kepentingan negara.

Selanjutnya, perlu memetakan hukum pidana. Dalam hal ini yang menjadi titik sentral adalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946. Undang-undang ini sesuai dengan politik hukum yang digariskan oleh piagam persetujuan yang menghendaki peraturan Republik Indonesialah yang harus diberlakukan untuk Indonesia.

Undang-undang tersebut tampaknya perlu dilihat dalam "bestek" waktu itu yang belum dapat melakukan pembentukan undang-undang hukum pidana baru. Hal ini perlu menyesuaikan dengan peraturan-peraturan hukum pidana dengan keadaan yang timbul sesudah proklamasi kemerdekaan.

Sebagai bangsa merdeka, sudah semestinya kita juga ingin berbuat dan berpikir merdeka, termasuk dalam membuat regulasi dan mempraktikkan insitusi negara yang telah direncanakan sebagai suatu negara yang berdasarkan hukum.

Suatu kenyataan bahwa kondisi kekinian dalam aktivitas kehidupan di dalam masyarakat telah berubah. Perubahan-perubahan ini terkadang telah begitu jauh melampaui nilai-nilai yang berbeda dari nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat sebelumnya.

Pada kenyataannya, perkembangan masyarakat ini menimbulkan dampak positif maupun negatif jika tidak mengantisipasinya dan menyesuaikan dengan zamannya.

Masalahnya, jika terlalu lama tidak adanya penyesuaian, timbullah kelalaian dalam merombak dan memperbarui regulasi. Inilah yang pada akhirnya menimbulkan suara-suara yang meragukan dasar-dasar yang telah digariskan dalam hukum pidana positif maupun meragukan pengaruh keilmuan hukum pidana baik dalam penerapan hukum pidana itu sendiri yang hidup di atas dasar-dasar tersebut.

Kondisi kekinian

Ilmu hukum pidana yang telah diajarkan kepada ahli-ahli hukum tampaknya menjadi keyakinan mereka mengenai sifat "berdiri sendiri" dari ilmu tersebut. Mereka dapat sendirian menyelesaikan persoalan-persoalan itu. Namun, akhir-akhir ini pendapat seperti itu mendapat tantangan dari berbagai arah.

Sementara itu, jika memperhatikan sekitar ilmu hukum pidana dan ilmu hukum umumnya, telah tumbuh bermacam-macam ilmu pengetahuan kemasyarakatan yang ternyata sangat berguna sekali dalam memecahkan persoalan-persoalan itu. Misalnya, kasus kekinian pidana tindak pidana pencucian uang, tindak pidana perdagangan orang, kejahatan seksual anak, dan masalah dalam rumah pidana lainnya yang memerlukan dukungan disiplin ilmu lain. Belum lagi, perdebatan asas legalitas, pemidanaan korporasi, penghitungan denda, dan perkembangan teori hukum pidana.

Ilmu-ilmu pengetahuan kemasyarakatan lain dalam penemuan-penemuannya dan perkembangannya lebih jauh mengemukakan dan membuktikan bahwa penerapan hukum pidana tidak dapat dipandang lagi suatu tugas "menetapkan hubungan-hubungan hukum pada tempatnya".

Dapat dikatakan pula bahwa tujuan yang akan dicapai oleh peradilan pidana tidak dapat dengan cara-cara pendekatan normatif sistematis semata yang biasanya ditempuh oleh ilmu pengetahuan hukum pidana.

Ilmu pengetahuan dan ilmu pengetahuan kemasyarakatan lain haruslah diikutsertakan dalam suatu ikatan yang berintegrasi dengan ilmu hukum pidana. Bersama-sama seluruh ilmu pengetahuan kemasyarakatan itu melakukan tugas-tugas yang selama ini dilaksanakan oleh ilmu pengetahuan hukum pidana.

Tegasnya pandangan-pandangan baru ini menolak cara pendekatan seorang ahli hukum pidana terhadap objek ilmu pengetahuan yang lazimnya dilakukan selama ini, yaitu dengan cara normatif sistematis saja.

Dengan lain perkataaan, hukum pidana yang dipandang sebagai suatu keseluruhan dari aturan-aturan yang bersifat sistematis dan konsisten, sedangkan tugas ilmiahnya adalah suatu penyelidikan secara "stelselmatig" (sistematis) dari aturan-aturan hukum di samping penjelasannya mengenai penerapannya.

Akan tetapi, sekarang ini mendapat "warna yang lain" yang harus disesuaikan dengan perkembangan masyarakat. Jadi, ilmu-ilmu bantu dalam hukum pidana itu sepatutnya harus diintegrasikan dalam hukum pidana kekinian.

Di sisi lain, pola berpikir dalam hukum pidana selama ini ternyata tidak jarang menimbulkan hambatan ataupun keresahan akademik. Timbulnya keresahan itu karena hasilnya dianggap belum penuhi tuntutan kenginan masyarakat.

Dengan belum terpenuhinya keinginan masyarakat, menimbulkan keragu-raguan masyarakat terhadap hukum pidana. Padahal, kenyatannya penerapan hukum pidana itu makin hari makin besar. Inilah masalah yang perlu mendapat perhatian dan dipecahkan pula oleh ilmu pengetahuan hukum pidana dewasa ini.

Di satu pihak, pembentuk undang-undang tidak akan pernah mampu dan menduga terlebih dahulu mengenai kejadian-kejadian di kemudian hari, apalagi memperhitungkan dengan cermat dan sempurna hal-hal tersebut.

Betapa pun sempurnanya undang-undang tersebut, masih harus dilaksanakan oleh penerap undang-undang tersebut, artinya perlu diperhalus dan dilengkapi. Sebaliknya, bagi lembaga atau aparatur penegak hukum, dalam operasionalnya dibatasi dengan rambu asas-asas dalam menjalankan tugasnya.

Oleh sebab itu, haruslah diemban langkah-langkah kinerja yang sistematis dan normatif. Di lain pihak, haruslah diikuti perkembangan masyarakat kekinian yang bergerak makin jauh dari ketentuan-ketentuan normatif sistematis yang bersifat memola itu.

Bagi pengemban ilmu hukum pidana, harus berusaha seoptimal mungkin menautkan keduanya dengan cara modifikasi yang bersifat penyempurnaan. Jika perlu, pemikiran baru atas teori-teori hukum pidananya disesuaikan dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat.

Untuk dapat memberikan bentuk dan isi pada pertumbuhan ini, pembelajar hukum pidana haruslah dijiwai oleh suatu kehendak yang luhur dan ulet untuk melihat. Selanjutnya, dia berkeyakinan bahwa hal-hal yang ada dalam masyarakat ini akan selalu menjadi lebih baik, diarahkan pada suatu cita-cita kehidupan yang mulia.

Bagi ahli pidana, seharusnya dikembalikan pada tujuan bangsa, sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD NRI 1945, yakni melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

Setelah memahami, memantapkan, dan mengerti tujuan, para ahli hukum pidana bergulat dengan masalah-masalah hukum dan kemasyarakatan. Menurut Mardjono Reksodiputro, prinsip-prinsip hukum pidana di Indonesia yang berlaku sekarang dan pada masa datang adalah hukum pidana untuk menegaskan atau menegakkan kembali nilai-nilai sosial dasar (basic social values) perilaku hidup bermasyarakat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang dijiwai oleh falsafah dan ideologi negara Pancasila.

Dalam menggunakan hukum pidana sesuai dengan kedua pembatasan di atas, harus diusahakan dengan cara sungguh-sungguh, seminimal mungkin mengganggu hak dan kebebasan individu tanpa mengurangi perlindungan terhadap kepentingan kolektivitas masyarakat demoratis Indonesia yang modern.

Dalam realitas pelaksanaannya, kehidupan masyarakat akan menimbukan berbagai macam persoalan yang lebih jauh, bukan hanya untuk mendapatkan dan membentuk pengertian-pengertian serta cita-cita belaka, melainkan yang lebih penting lagi adalah untuk mewujudkannya dalam kehidupan.

Dengan demikian, masalah-masalah berkaitan dengan pemberantasan kejahatan, penyelidikan, peradilan, dan hukuman, serta pelaksanaan hukum pidana, itu semua senantiasa akan merupakan hasil usaha mengenai cita-cita tentang hal-hal tersebut.

Jika diukur dengan cita-cita, kenyataan itu tentulah belum sempurna. Oleh karena itu, hal-hal proses yang sekarang terus dijalankan dan terjadi, seperti dalam forum kajian ilmiah hukum pidana ini, akan selalu ada jejak-jejaknya untuk diteruskan dan memunculkan ide baru sebagai perubahan perkembangan hukum pidana. Hal ini membawa akibat bahwa seluruh kompleksitas norma-norma.

Begitu pula, pandangan-pandangan serta pendapat mengenai segala sesuatu itu akan selalu dan secara terus-menerus harus mendiskusikannya.

Pembahasan ini tidak hanya dibatasi seolah hanya masalah teknis semata dari para ahli hukum, tetapi juga membutuhkan pandangan dari ahli-ahli nonhukum, atau perlu kajian multidisiplin mengenai ilmu pengetahuan manusia karena berkaitan dengan interaksi manusia dan kita semua sebagai warga negara.

Apa pun yang dilakukan dalam hukum, kata Prof Tjip, tidak boleh sekali-kali mengabaikan aspek manusia sebagai bagian sentral dari hukum itu. Hal ini mengingat hukum itu dibuat untuk manusia, bukan sebaliknya.

Dari uraian di atas, jika melihat hukum pidana kekinian, dapat ditarik sebuah kesimpulan betapa semestinya bahwa ilmu hukum pidana sebuah keniscayaan berinteraksi dan beradaptasi dengan perkembangan masyarakat. Hal ini harus dilaksanakan oleh aparatur penegak hukum dan ahli hukum pidana dengan suatu sikap yang dijiwai kehendak yang luhur untuk memandang dan berkeyakinan bahwa masyarakat dan dunia harus selalu menjadi lebih baik.

Suatu pandangan yang sebenar-benarnya yang spektrumnya harus lebih luas dan lebih jauh horizonnya dari sekadar perdebatan-perdebatan yang dipertengkarkan. "Bravo" hukum pidana khas Indonesia, segera sahkan KUHP nasional.

*) Penulis adalah Ketua Program Studi Ilmu Hukum Universitas Bung Karno Jakarta dan Wakil Ketua Dewan Pimpinan Nasional Peradi.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement