Kamis 21 Dec 2017 17:29 WIB

Soal Ancaman Trump, Go to Hell With Your Aid!

Sukarno
Foto: Gahetna.nl
Sukarno

Oleh Fitriyan Zamzami, Wartawan Republika

REPUBLIKA.CO.ID, Langit di Magetan, Jawa Timur, dibelah raungan jet tempur pada Selasa (12/2). Sebanyak empat jet tempur tersebut baru tiba di wilayah udara Tanah Air setelah diterbangkan dari Hawaii, Amerika Serikat. Sempat tertunda sehari akibat cuaca buruk, empat pesawat tempur F16 mendarat di Pangkalan Udara TNI AU (Lanud) Iswahjudi Magetan, hari itu.

Sedianya enam pesawat rencananya didatangkan. Kendati demikian, seperti awamnya pesawat bekas pakai, dua di antaranya terkendala kerusakan mesin di Hawaii. Enam pesawat itu bekal menggenapi 24 unit pesawat hibah dari Amerika Serikat (AS) yang diteken 2011 silam.

Beberapa bulan sebelumnya, pada Maret 2017, jumlah pesawat hibah yang tiba di Indonesia sudah mencapai 18 unit.  Pesawat-pesawat itu mulai didatangkan sejak Oktober 2014.

Jet-jet tempur dengan nilai total 690 juta dollar AS tersebut adalah gambaran kecil dari bantuan AS yang dialirkan ke Indonesia. Bantuan-bantuan tersebut bisa berupa hibah atau pinjaman lunak.

Menyusul ancaman Presiden AS Donald Trump mencabut bantuan bagi negara-negara yang bakal menyetujui resolusi mengecam tindakan sepihak terhadap Yerusalem di Sidang Majelis Umum PBB, seberapa besar sedianya bantuan AS untuk Indonesia?

Uang dari Paman Sam sudah mengalir ke Indonesia sejak tahun-tahun awal selepas kemerdekaan Indonesia diakui dunia. Sempat terhenti ketika Presiden Sukarno mendekatkan diri ke Blok Timur, bantuan-bantuan dana dari AS kembali mengalir kencang pada masa Orde Baru.

Bagaimana dengan perkembangan terkini? Pada 2016, AS dan Indonesia menyepakati portofolio sejumlah bantuan yang ditandatangani Duta Besar AS untuk Indonesia, Robert O’Blake. Bantuan yang dialirkan melalui USAID itu meliputi program-program di sektor kehutanan dan penggunaan lahan senilai 70 juta dolar AS, manajemen kelautan dan perikanan sebesar 40 juta dolar AS, pelayanan air dan sanitasi sekitar 40 juta dolar AS, energi terbarukan pada angka 20 juta dolar AS, serta adaptasi perubahan iklim dan pengurangan risiko bencana sebanyak 19,3 juta dolar AS.

USAID juga mengelontorkan sebesar 5 juta dolar ke Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF) untuk mendukung kegiatan strategis mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Jumlah itu juga bukan semuanya. 

Data yang dilansir The Development Assistance Committe (DAC) dari OECD pada Oktober lalu mencatat, pada 2011 AS menggelontorkan bantuan senilai 258,3 juta dolar AS untuk Indonesia. Jumlah itu turun jadi 191,8 juta dolar AS pada 2012, lalu naik lagi mencapai 214,5 juta dolar AS pada 2013, lalu 221,8 juta dolar AS pada 2014, dan turun lagi menjadi 197,2 juta dolar AS pada 2015.

Di atas kertas, data itu nampak raksasa. Kendati demikian, jumlah itu sedianya jauh dari yang digelontorkan Jepang. Pada 2011, Jepang mengelontorkan 1 miliar dolar AS untuk Indonesia. Jumlah itu terus turun hingga mencapai 478,6 juta dolar AS pada 2015, meski masih lebih dari dua kali lipat bantuan AS pada tahun yang sama.

Jumlah dan bantuan AS untuk Indonesia juga lebih rendah dari Australia yang mencapai 441,5 juta dolar AS pada 2011, 606,4 juta dolar AS pada 2012, dan akhirnya 372,9 juta dolar AS pada 2015. 

Pertanyaannya kemudian, apakah angka-angka bantuan AS untuk Indonesia itu bisa menyetir Indonesia dalam menentukan keputusan dalam sidang Majelis Umum PBB nanti? 

Sejumlah pihak berpandangan tak semestinya demikian. Selain itu, sudah ada pesan yang sejak lama disampaikan proklamator Mohammad Hatta bahwa Indonesia tak semestinya takluk pada tekanan politik negara pendonor. Jika masih kurang meyakinkan, ingat juga kalimat pendek teman baik Hatta, Sukarno. “Go to hell with your aid!” n

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement