Senin 27 Nov 2017 11:27 WIB

Pengamat: Pengganti Setya Novanto Harus Bersih

Rep: Santi Sopia/ Red: Andi Nur Aminah
Tersangka kasus korupsi KTP Elektronik Setya Novanto (tengah) berjalan seusai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Jumat (24/11).
Foto: Mahmud Muhyidin/Republika
Tersangka kasus korupsi KTP Elektronik Setya Novanto (tengah) berjalan seusai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Jumat (24/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Program Doktoral Ilmu Politik Sekolah Pasca Sarjana Universitas Nasional Jakarta, TB Massa Jafar menyarankan pengganti tokoh puncak Golkar bukan sekadar mencari siapa pengganti ketua umum. Beberapa nama yang beredar untuk menggantikan Novanto, misalnya Airlangga Hartarto, Idrus Marham, Titi Suharto, Bambang Soesastio.

"Tapi jangan lupa, bukan sekadar mencari siapa pengganti ketua umum, namun tokoh yang memiliki kapasitas dan kapabilitas yang tinggi dan bersih," kata dia, Senin (27/11).

Menurutnya, sebelumnya Golkar juga tentu pernah mengalami badai politik dan krisis. Yang paling berat misalnya ketika awal reformasi, Golkar dihujat habis oleh publik. Kini skandal korupsi KTP adalah krisis politik kedua. "Dari beberapa tokoh yang digadang-gadang pengganti Setya Novanto, diragukan kemampuannya. Dibandingkan dengan tokoh-tokoh Golkar sebelumnya, seperti Jusuf Kalla atau Akbar Tanjung," katanya.

Dia mengatakan, sosok pengganti Novanto bukan sekadar memiliki sumber dana yang cukup. Tetapi, dibutuhkan seorang tokoh yang memiliki visi, berintegritas, bersih, dan berakar ke bawah. Sehingga mampu membangun citra yang positif.

Sebagai citra partai politik pembaharu, sosok pengganti harus mampu membersihkan partai dari lingkaran korupsi. "Jika tidak, Golkar akan menemui ajalnya, yakni akan kalah pada Pemilu 2019. Selain itu, tentu saja pengganti ketua Golkar, tidak berada dalam kabinet ataupun intervensi dari luar," jelasnya.

Kemungkinan lain tak terhindarkan adalah pengaruh kekuatan modal. Maka Golkar akan menjadi partai kartel. Jika ini terjadi, dia mengatakan, maka kehadiran Golkar sebagai partai Golkar baru sebagaimana yang digagas oleh Akbar Tanjung tinggal slogan.

"Golkar kehilangan momentum untuk berperan dan menjadi partai reformis. Pada akhirnya, krisis Golkar kedua ini, menjadi pembenaran sejarah. Bahwa Golkar memang partai korup. Partai yang hanya sekadar alat bagi penguasa atau perkumpulan para politisi yang tujuannya hanaya untuk kepentingan pribadi dengan jalan menjarah kekayaan atau keuangan negara," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement