Ahad 26 Nov 2017 16:54 WIB

Dominasi Elektabilitas Jokowi dan Prabowo di Survei

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Bilal Ramadhan
Presiden Joko Widodo berjabat tangan dengan Ketua Umum DPP Partai Gerakan Indonesia Raya Prabowo Subianto (kanan)
Foto: Antara/Widodo S. Jusuf
Presiden Joko Widodo berjabat tangan dengan Ketua Umum DPP Partai Gerakan Indonesia Raya Prabowo Subianto (kanan)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hasil survei dari Poltracking Indonesia menunjukkan, hanya nama Joko Widodo (Jokowi) dan Prabowo Subianto yang memperoleh elektabilitas di atas 10 persen. Ada tiga hal yang menjadi alasan peluang kembali terjadinya head-to-head antara dua orang itu dalam pemilihan presiden (Pilpres) mendatang.

"Jika head-to-head antara dua kandidat terkuat, elektabilitas Jokowi 53,2 persen dan Prabowo 33 persen. Artinya, peluang terjadinya head-to-head antarkeduanya masih cukup besar," ungkap Direktur Eksekutif Poltracking Indonesia Hanta Yuda AR dalam konferensi persnya di bilangan Jakarta Pusat, Ahad (26/11).

Hanta menjelaskan, ada tiga hal yang mendasari mengapa peluang terjadinya kembali head-to-head antara Jokowi dengan Prabowo dalam memperebutkan kursi presiden tahun 2019 cukup besar. Pertama, kata dia, hanya dua kandidat itu yang memperoleh elektabilitas dua digit.

"Kedua, Jokowi hampir pasti diajukan kembali menjadi Capres. Ketiga, Gerindra akan sekuat tenaga membentuk poros pengusung Prabowo. Karena Prabowo turut memberikan insentif elektoral tinggi terhadap Partai Gerindra," terang Hanta.

Survei ini, jelas Hanta, juga merekam kepercayaan publik terhadap partai politik (parpol). Berdasarkan hasil surveinya, hanya 38,1 persen publik yang mempercayai parpol dan hanya 17,6 persen publik yang merasa dekat dengan parpol.

Soal elektabilitas partai, lanjut dia, Poltracking Indonesia menemukan, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) masih menjadi parpol dengan elektabilitas tertinggi, yaitu 23,4 persen. Menyusul dua di bawahnya Partai Gerindra 13,6 persen dan Partai Golkar 10,9 persen.

"Namun, dengan undecided voters 28,8 persen, peluang meningkatkan elektabilitad partai masih ada. Mempunyai visi-misi dan program merja yang baik atau sesuai adalah alasan kebanyakan publik dalam menentukan pilihan partai," jelas dia.

Lebih lanjut, Hanta menuturkan, sebanyak 50,6 persen respondennya mengatakan masih mungkin mengubah pilihannya hingga menjelang pemilu serentak 2019 mendatang. Faktor-faktor tertinggi yang menyebabkan publik mengubah pilihannya adalah faktor program kerja yang menguntungkan pemilih dan faktor lingkungan, kerabat, keluarga, dan teman.

"Tingkat kemantapan publik terhadap pilihan partai dan pilihan pasangan capres-cawapres pada pemilu serentak 2019 mendatang ialah pada masa kampanye 20,3 persen, setelah penetapan resmi kandidat 18,9 persen, dan hari H pelaksanaan pemilihan 18,1 persen," ujar Hanta.

Ia mengatakan, survei nasional tersebut pihaknya lakukan pada 8-15 November 2017. Jumlah responden dalam penelitian itu ada sebanyak 2.400 dengan margin of error kurang lebih dua persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement