Selasa 07 Nov 2017 05:50 WIB

Soal Setnov, Pengamat: Periksa Saksi tak Perlu Izin Presiden

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Bilal Ramadhan
Ketua DPR Setya Novanto
Foto: Antara/ Akbar Nugroho Gumay
Ketua DPR Setya Novanto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Alasan Ketua DPR Setya Novanto mangkir dari pemanggilan sebagai saksi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pad Senin (6/11) mendapat sorotan sejumlah pihak. Hal ini karena alasan ketidakhadiran Novanto, tidak ada izin tertulis dari Presiden kepada KPK untuk memanggil Novanto.

Direktur Pusat Pengkajian Pancasila dan Konstitusi (Puskapsi) Fakultas Hukum Universitas Jember Bayu Dwi Anggono justru menilai hal tersebut justru menunjukkan ketidakmampuan dan ketidakmengertian Novanto dalam memahami Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD serta perkembangan ketatanegaraan pasca adanya Putusan Mahkamah Konstitusi tahun 2015 Pasal 245 UU MD3 yang telah diberikan pengertian atau makna baru.

Menurutnya, memang pasca putusan MK, persetujuan tertulis dari Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) diganti dengan persetujuan tertulis dari Presiden. Namun demikian, menurut MK apabila Presiden tidak memberikan persetujuan tertulis paling lama 30 hari terhitung sejak diterimanya permohonan, maka pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikan tetap dapat dilakukan.

"Artinya persetujuan tertulis Presiden tidak bisa dijadikan alat untuk mangkir atau menunda dilakukannya penyidikan," ujar Bayu dalam keterangannya pada Senin (6/11).

Namun Bayu menekankan, dalam norma mengatur persetujuan tertulis Presiden diperlukan hanya untuk penyidikan terhadap anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana. Dengan demikian, pemanggilan yang ditujukan kepada anggota DPR untuk kepentingan seperti menjadi saksi perkara pidana tentu tidak memerlukan persetujuan tertulis menjadi saksi.

"Jadi tidak bisa anggota DPR menolak hadir dipanggil aparat penegak hukum sebagai saksi karena alasan belum ada izin tertulis Presiden karena memang hal demikian tidak diperlukan," ujar Bayu.

Ia menambahkan, begitu halnya jika pemanggilan dikaitkan dengan jenis tindak pidana yang diatur untuk memperoleh izin dari presiden. Sebab, masih satu kesatuan dengan pasal 245 UU MD3 ayat 3 yang isinya kewajiban meminta persetujuan tertulis kepada presiden untuk memeriksa anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana tidak berlaku apabila terjadi beberapa hal.

Yakni anggota DPR tertangkap tangan melakukan tindak pidana, disangka melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau tindak pidana kejahatan terhadap kemanusiaan dan keamanan negara berdasarkan bukti permulaan yang cukup; atau

 disangka melakukan tindak pidana khusus.

"Dengan demikian pemeriksaan anggota DPR sebagai tersangka tindak pidana korupsi yang masuk tindak pidana khusus tidak perlu persetujuan tertulis Presiden," katanya.

Novanto diketahui tidak memenuhi panggilan pemeriksaan sebagai saksi di KPK pada Senin hari ini. Namun, DPR melalui surat yang dikirim ke KPK yang ditandatangani Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Jenderal DPR Damayanti menyatakan pemanggilan Novanto harus mendapatkan izin tertulis dari presiden.

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 76/PUU-XII/2014 atas uji materi pasal di Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) pada 2015 memutuskan baghwa penegak hukum diharuskan mendapat izin dari presiden untuk memanggil anggota DPR pada pasal 245 ayat 1.

Namun di pasal 245 ayat 3 putusan MK yang hingga saat ini belum diubah, berbunyi ketentuan bahwa izin presiden tidak berlaku apabila anggota DPR karena beberapa hal. Antara lain tertangkap tangan melakukan tindak pidana, disangka melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau tindak pidana kejahatan terhadap kemanusiaan dan keamanan negara berdasarkan bukti permulaan yang cukup; serta disangka melakukan tindak pidana khusus.

Sementara pemanggilan oleh KPK terhadap Novanto dalam kasus KTP-el masuk kategori tindak pidana khusus, sehingga tidak perlu izin presiden.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement