Selasa 24 Oct 2017 00:23 WIB

DPR Telurkan Puluhan UU Setahun, Begini Geramnya Jokowi

Rep: Debbie Sutrisno/ Red: Ani Nursalikah
Presiden Joko Widodo memberikan arahan pada Rembuk Nasional di Jiexpo Kemayoran, Senin (23/10) malam.
Foto: Debbie Sutrisno/Republika
Presiden Joko Widodo memberikan arahan pada Rembuk Nasional di Jiexpo Kemayoran, Senin (23/10) malam.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi)  geram dengan banyaknya peraturan. Peraturan-peraturan ini bukannya menambah kinerja pemerintah lebih cepat, justru hanya memperlambat langkah pemerintah.

Hal itu termasuk dengan pembentukan Undang-Undang (UU) yang kerap dilakukan DPR dan pemerintah. Jokowi meminta agar pembuatan UU dalam setahun paling banyak satu atau dua saja. Jangan sampai DPR harus mengeluarkan UU setahun mencapai 40.

"Satu atau dua cukup asal berkualitas. Jangan UU dijadikan proyek," kata Jokowi dalam Rembuk Nasional, Senin (23/10).

Menurutnya, keberadaan peraturan selama ini mempersulit langkap pemerintah untuk melakukan program. Sebab, ketika akan memutuskan sesuatu pemerintah harus menilik pada peraturan yang sudah ada.

Jokowi juga dipusingkan dengan peraturan seperti Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Presiden (Perpres), Peraturan Menteri (Permen), Peraturan Gubernur (Pergub), hingga peraturan di tingkat Kabupaten/Kota yang jumlahnya disinyalir mencapai 42 ribu. Angka ini sangat banyak dan semakin mempersulit kinerja pemerintah dalam mengakselerasi setiap program.

Dia mengatakan, jika peraturan ini harus dikaji satu persatu untuk dihilangkan, maka butuh lebih dari 100 tahun. Untuk itu dia telah memerintahkan kepada seluruh Kementerian dan Lembaga (K/L), termasuk pemerintah daerah agar bisa menghapus peraturan yang dianggap tidak penting.

Namun, ketika pemerintah berhasil menghilangkan 3.153 peraturan mulai dari pusat hingga ke daerah, keinginan ini kemudian tidak terpenuhi karena pemerintah harus kalah saat peraturan ini ditinjau kembali di Mahkamah Konstitusi (MK).

"Menteri sudah senang bisa hapus peraturan, di MK kalah. Itu masalah besar kita ada di sini. Ini yang membuat kita di lapangan tidak bisa cepat, gara-gara terlalu banyak aturan di negara ini," kata Jokowi.

Salah satu contoh konkret yang dialami adalah pengembangan kawasan Mandalika, di Nusa Tenggara Barat (NTB). Daerah yang telah dijadikan kawasan ekonomi khusus ini mandeg pembangunanya selama 29 tahun. Persoalan paling mendasar adalah pembebasan lahan. Pemerintah daerah baik gubernur maupun bupati tidak berani melakukan pembebasan karena lahan dikuasai masyarakat yang tidak memiliki sertifikat resmi.

"Kalau tidak ada payung hukum sampai kiamat enggak akan rampung urusannya. Begitu saya turun dan tahu masalahnya, saya rapatkan dan kemudian turun Inpres sebagai payung hukum. Tiga bulan di lapangan rampung semua," ujar Jokowi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement