Kamis 19 Oct 2017 07:07 WIB

Romahurmuziy Berbagi Ilmu Soal Politik Islam

Ketua Umum PPP M Romahurmuziy
Foto: Rakhmawaty La'lang/Republika
Ketua Umum PPP M Romahurmuziy

REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR -- Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) H Romahurmuziy berbagi ilmu tentang bagaimana berpolitik dengan cara pandang Islam sesuai dengan kondisi kekinian di Indonesia.

"Politik Islam itu perjuangannya bagaimana mengupayakan nilai-nilai Islam dapat dikontekstualisasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, secara bertahap, berkelanjutan dan melalui prosedur yang demokratis dalam kehidupan dengan berporos pada Keadilan," katanya di Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (18/10).

Di hadapan jajaran pejabat serta Aparat Sipil Negara (ASN) di aula Kantor Wilayah Kementerian Agama Sulsel, didampingi Kakanwil Kemenag Sulsel H Abdul Wahid Thahir, pria disapa akrab Romi ini menjelaskan tentang materi topik Politik Islam dan Islam Politik.

Menurut anggota Komisi XI DPR RI ini bahwa perbedaan Politik Islam dan Islam Politik terletak pada jalur perjuangan dan nawaitu atau niatnya. Karena upaya mewujudkan terciptanya nilai-nilai Islam dalam konteks kehidupan berbangsa dapat dilakukan pada setiap lini kehidupan, maka pola gerakannya cenderung moderat.

Sedangkan Islam Politik, lanjutnya, lebih cenderung menggunakan label atau simbol Islam sebagai alat perjuangan meskipun agendanya atau motifnya sangat beragam bisa karena ekonomi, maupun kepentingan meraih kekuasaan, baik secara persuasif maupun represif atau cenderung radikal.

Alumnus ITB ini memaparkan, sejumlah faktor menjadi penyebab lahirnya gerakan Islam Transnasional yang cenderung bersikap radikal diantaranya, secara internal disebabkan adanya legitimasi teks keagamaan dengan corak pemikiran tekstual yang didominasi Skriptualis.

"Bisa juga karena frustasi yang mendalam tidak mampu mewujudkan cita-cita berdirinya negara islam internasional, atau karena sistem khilafah yang diterapkan pada masa lalu dianggap solusi tunggal mengatasi problematika saat ini, meskipun sebenarnya pemikiran tersebut keliru, bila dilihat dari konteks sejarah," jelas dia.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement