Selasa 26 Sep 2017 11:09 WIB

Membangun Pariwisata Berkelanjutan

 Wisatawan mancanegara beraktifitas di salah satu hotel berbintang di kawasan Nusa Dua,Bali, Jumat (25/8).
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Wisatawan mancanegara beraktifitas di salah satu hotel berbintang di kawasan Nusa Dua,Bali, Jumat (25/8).

Oleh: Fahrurozy Darmawan*)

27 September ini dunia merayakan hari pariwisata internasional. Tahun 2017 dinilai bukan tahun sembarangan. Tahun ini dinilai sebagai momentum penting merayakan hari pariwisata internasional. UN World Tourism Organization (UNWTO), badan PBB yang membawahi bidang pariwisata, bahkan menggadang-gadang tahun 2017 sebagai “International Year of Sustainable Tourism for Development”. 

Kampanye ini digaungkan sebagai dukungan terhadap kampanye program Sustainable Development Goals Perserikatan Bangsa-Bangsa. Sejak awal tahun, PBB bekerja meningkatkan kesadaran masyarakat global untuk pariwisata berkelanjutan dan mengubah pariwisata sebagai katalis perubahan ke arah yang lebih positif. 

Indonesia dan kekayaan alam serta budaya yang beragam bak sekeping mata uang--tak terpisahkan. Dengan efeknya terhadap pertumbuhan wisatawan nusantara dan mancanegara yang positif dari tahun ke tahun, Indonesia dihadapkan dengan sejumlah tantangan. Tentunya, tantangan yang dihadapi adalah bagaimana memanfaatkan potensi ini agar bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat. Ini sejalan dengan UU No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan yang mengamanatkan bahwa kekayaan sumber daya alam dan peninggalan sejarah merupakan sumber daya dan modal pembangunan kepariwisataan untuk peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.

Dengan ditetapkannya pariwisata sebagai salah satu sektor andalan perekonomian nasional dengan menargetkan 20 juta wisatawan dengan perkiraan pendapatan sekitar Rp 260 triliun, tak berlebihan Menteri Pariwisata Arief Yahya di beberapa kesempatan sering mengatakan “Pariwisata menjadi masa depan Indonesia”. Pernyataan itu kemudian mengarah kepada pertanyaan, lantas, bagaimana peran pariwisata dalam menyumbang peningkatan kesejahteraan?

Merupakan pertanyaan yang membutuhkan penjelasan panjang serta tidak mudah yang harus segera dijawab pemerintah di tengah isu-isu global maupun nasional. Terlebih, jika dihadapkan dapa fakta sejumlah tentangan mengenai daya saing destinasi, daya saing SDM pariwisata, pembangunan infrastruktur maupun eksploitasi sumberdaya alam yang tidak bertanggung jawab. 

Namun, bukan juga hal yang muluk jika mengatakan pariwisata adalah masa depan Indonesia. Di beberapa daerah pariwisata, terbukti menjadi jurus pamungkas dalam membangun daerah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Contoh di depan mata, Desa Nglanggeran di Yogyakarta pada awal tahun ini meraih ASEAN Community Based Tourism Award.

Penghargaan ini tidak lepas dari keberhasilan Ngglanggeran membangun destinasi pariwisata yang berkelanjutan. Pengelolaan yang mengikutsertakan masyarakat. Konsep ekonomi pariwisata yang kontribusinya sejalan terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat. Ngganggeran sendiri juga sukses menyelaraskan sektor pariwisata dan konservasi lingkungan. 

Contoh lainnya adalah Desa Panglipuran di Bali yang terkenal dengan Desa Adat Tebersih di Dunia. Desa Panglipuran berhasil menerapkan falsafah Tri Hita Karana dengan menjaga harmoni sesama manusia, manusia dengan lingkungan dan manusia dengan Tuhan. Berkat kerja keras masyarakat desa, destinasi wisata ini banyak dikunjungi wisatawan nusantara maupun wisatawan asing, dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan.

 

PR Besar Pengelolaan Pariwisata Berkelanjutan

Kesuksesan Indonesia dalam membangun pariwisata juga terlihat dari rilis The Travel and Tourism Competitiveness Indeks 2017 yang dikeluarkan World Economic Forum. Indonesia berhasil masuk dalam 50 besar negara. Pada laporan dua tahunan tersebut ada beberapa poin yang dianggap tinggi seperti sumber daya alam, harga yang kompetitif, prioritas pemerintah di sektor pariwisata, dan kebijakan visa yang mempermudah wisatawan asing untuk masuk ke Indonesia. Bahkan Laporan ini mencatat Indonesia adalah negara ke-2 terkuat di kebijakan Visa.

Akan tetapi samping itu ada catatan kritis di laporan tersebut. Indonesia masih dianggap rendah dalam pengelolaan keberlanjutan lingkungan. Hal ini harus segera menjadi bahan refleksi kita bersama. Bukan tanpa sebab, sumber daya pariwisata di Indonesia sebagian besar disumbang oleh sumber daya alam dan kebudayaan dua hal yang sifatnya sangat rapuh.  

Pariwisata berkelanjutan sendiri didefinisikan oleh UNWTO sebagai: "Pariwisata yang memperhitungkan secara penuh dampak ekonomi, sosial dan lingkungan sekarang dan yang akan datang serta menjawab kebutuhan pengunjung, industri (pariwisata), lingkungan dan komunitas tuan rumah”. Artinya, pariwisata berkelanjutan menjadikan masyarakat sebagai aktor utama usaha pariwisata untuk menggerakkan roda pariwisata daerah serta menikmati porsi kue pariwisata yang lebih besar.

UNWTO pada 2016 mencatat di Indonesia pariwisata menyumbang sekitar US$ 11 miliar. Dari angka ini, belum ada data yang pasti mengenai distribusi penyebaran keuntungan dari sektor pariwisata tersebut dinikmati di daerah di Indonesia. Hal ini dilihat dari masih terlihatnya tren berkunjung wisatawan ke destinasi populer, sehingga perputaran ekonomi hanya terpusat di daerah yang memiliki daya saing wisata yang tinggi.

Secara sederhana, praktik pariwisata berkelanjutan tidak hanya mengonsumsi sumber daya pariwisata tetapi lebih lanjut, pariwisata berkelanjutan menuntut siapa saja yang berkecimpung di dalamnya untuk turut ikut serta mengonservasikan lingkungan dan kebudayaan yang masuk dalam sumber daya pariwisata. Fokus pembangunan kepariwisataan yang hanya terpaku pada target ekonomi jangka pendek merupakan ancaman terbesar dalam pembangunan pariwisata berkelanjutan di Indonesia.

Dukungan politis serta komitmen dari pemerintah pusat sampai daerah sangat dibutuhkan dalam proses pembangunan pariwisata berkelanjutan, sehingga pariwisata dapat menjadi motor penggerak dalam menciptakan lapangan pekerjaan, melestarikan budaya, melestarikan lingkungan serta penghapusan kemiskinan. Ini sejalan seperti yang dicita-citakan UNWTO "2017: International Year of Sustainable Tourism for Development", sehingga Pariwisata dapat dipercaya sebagai masa depan Indonesia.

*) Pengamat Pariwisata dan Dosen Fakultas Pariwisata Universitas Pancasila

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement