Senin 25 Sep 2017 16:01 WIB

Langkan Preventif Kasus Pengusiran Ibadah di Pulogebang

Rep: Taufik Alamsyan Nanda/ Red: Agus Yulianto
Kapolres Jakarta Timur Kombes Pol Andry Wibowo memberikan secara simbolis paket santunan (Ilustrasi)
Foto: dok" Alumni SMA 31
Kapolres Jakarta Timur Kombes Pol Andry Wibowo memberikan secara simbolis paket santunan (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepolisian Resor Jakarta Timur mengambil langkah preventif untuk mencegah kasus pengusiran di rusun Pulogebang terulang kembali. Sebelumnya, pernyataan maaf dan mediasi sudah dilakukan antara kedua belah pihak yang bertikai.

"Kemarin sudah ada satu pertemuan langka, kita menghadapi dua persoalan, persoalan faktual dan persoalan yang ada di viral, jadi dua nih persoalan," ujar Kapolres Jakarta Timur Kombes Andry Wibowo pada Senin (25/9).

Untuk perosalan faktual, sudah ada pernyataan maaf dan perdamaian. Kemudian juga sudah ada proses terhadap apa yang terjadi di faktual dan viral sedang berlangsung.

Andry menjelaskan, kepolisian mengambil langlah menyeluruh. Yakni langkah preventif dan penegakan hukum. Langlah preventif diambil karena adanya fakta bahwa warga rusun Pulogebang merupakan warga baru yang belum saling mengenal.

Ke depan, untuk membangun kohesi warga, diusulkan untuk kerja bakti, pembentukan forum warga dan bakti kesehatan. Di sisi lain, untuk menjaga keamanan, kepolisian juga akan menempatkan personel. Hal tersebut juga dilakukan agar warga lainnya tidak larut dalam emosi.

Sementara itu, pelaku pengusiran, MN, sampai saat ini masih dalam penahanan Polres Jakarta Timur. Belum ada kepastian masa penahanan, karena yang bersangkutan sedang dalam proses penyidikan.

"Kan kita liat nanti antara faktual ada informasi sudah tiga kali, kapan saja? Siapa saja saksinya? Perbuatannya apa saja? Ini perlu kita dalami satu per satu," kata Andry.

Menurutnya, kepolisian tidak bisa menangani hukum dengan emosional. Harus dengan cara-cara yang adil terhadap siapapun.

Sampai saat ini, dari hasil penyidikan, diketahui bahwa motif MN ialah merasa terganggu dengan kegiatan keagamaan bertajuk 'Sabtu Ceria'. Sehingga, dikatakan Andry, bahwa motif bukan dilandasi faktor agama, melainkan kebisingan.

"Kan ada ritual kalau orang Kristen atau  Nasrani, biasanya dengan kebaktian bernyanyi. Kalau orang Islam biasanya masjid dengan corongnya (toa masjid), tidak semua orang merasa nyaman dengan suara itu. Tetapi memang kemudian ada, ada hal yang menjadi persoalan komunikasi," ujar Andry.

Dari hasil penyidikan, MN juga menjelaskan, alasan dia membawa kapak dan gergaji karena benda tersebut merupakan peralatan kerjanya. Diketahui bahwa MN merupakan pekerja bangunan dan tinggal di rusun Pulogebang.

Kasus pengusiran terjadi pada Sabtu (23/9) di rusun Pulogebang, Jakarta Timur. Pada pukul 17.00 WIB sedang berlangsung kegiatan agama bagi anak-anak, 'Sabtu Ceria'. Acara berlangsung di selasar lantai 3, blok F. Kemudian MN datang dengan membawa gergaji serta kapak sambil berteriak membubarkan acara.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement