Kamis 07 Sep 2017 17:12 WIB

Dompet Dhuafa Berharap Akses Bantuan ke Rakhine Terus Terbuka

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Gita Amanda
Jamaah mengikuti Zikir Akbar untuk Rohingya oleh Dompet Dhuafa bersama Pimpinan Majelis Az-Zikra Ustaz Arifin Ilham di Masjid Al Madinah, Parung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis (7/9).
Foto: Republika/ Wihdan Hidayat
Jamaah mengikuti Zikir Akbar untuk Rohingya oleh Dompet Dhuafa bersama Pimpinan Majelis Az-Zikra Ustaz Arifin Ilham di Masjid Al Madinah, Parung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis (7/9).

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Dompet Dhuafa berharap akses bantuan bagi korban konflik di Negara Bagian Rakhine Myanmar bisa tetap terbuka. Tertutupnya akses bantuan akan mengancam hidup korban konflik di sana.

Sekretaris Perusahaan Dompet Dhuafa M. Sabeth Abilawa menjelaskan, konflik Rohingya sudah lama dan Dompet Dhuafa sudah ikut mengirim bantuan pada 2012. Konflik di Rakhine hari ini lebih kompleks karena militer ikut turun tangan. Korban bertambah dan kesulitan tim kemanusiaan juga menjadi lebih kompleks. Akses ke Rakhine menurut Sabeth juga sulit. Bahkan Palang Merah Internasional dan perwakilan PNN pernah diusir.

Dompet Dhuafa berharap Pemerintan Myanmar bisa terus membuka akses bantuan. Apalagi saat musim hujan, fasilitas di Rakhine jadi tidak layak.

"Penyaluran bantuan ke Rakhine memang rumit, tapi lembaga kemanusiaan banyak akal, alhamdulillah," kata Sabeth usai zikir dan doa untuk Rohingya di Masjid Al-Madina Zona Madina Dompet Dhuafa, Parung Kabupaten Bogor, Kamis (7/9).

Pemerintah Myanmar harus tetap mempertimbangkan kemampuan mereka untuk membantu warga Rohingya di sana. Menurutnya akses ke sana buruk, kalau bantuan internasional ditutup, itu akan sangat membahayakan karena akan semakin banyak yang terancam nyawanya. Maka, kekerasan ini harus dihentikan terutama oleh Pemerintah Myanmar.

Dompet Dhuafa juga menyerukan semua lembaga dan Pemerintah ASEAN memberi bantuan untuk korban sipil, terlebih pengungsi. Migrasi warga Rohingya sudah berlangsung ke perbatasan Bangladesh baik melalui jalur. Tidak mustahil, mereka akan mencari suaka melalui jalur laut.

Diplomasi halus yang Indonesia lakukan menurut Sabeth, membuat Indonesia diterima Myanmar. ASEAN bisa berjalan karena pemahaman tidak ikut campur urusan negara lain masih dipegang. "Dengan jalan yang saat ini ditempuh Pemerintah Indonesia, kami bersama lembaga kemanusiaan lain bisa diterima Myanmar dan itu fasilitasi yang baik sejauh ini," ujar Sabeth.

Direktur Mobilisasi Zakat, Infak, dan Sedekah Dompet Dhuafa Bambang Suherman juga berharap jangan sampai akses bantuan tertutup. Dalam persepsi publik soal diplomasi, masyarakat bisa mengomparasi negara yang buat diplomasi halus dan keras. Sejak 2012, tidak ada negara yang lembaga bantuannya bisa memberi bantuan selain Indonesia.

Tentu ada proses tawar menawar di dalam negeri Myanmar dimana naiknya Aung San Suu Kyi belum tentu meruntuhkan hegemoni militer. "Media mungkin bisa buat peta kekuatan militer bersama Suu Kyi, itu juga akan membantu kami," kata Bambang.

Kalau Indonesia mengikuti keinginan untuk bersikap tegas, kekhawatiran akan blokade bantuan malah bisa jadi realitas.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement