Ahad 06 Aug 2017 04:31 WIB

Haji dan Penguatan Soliditas Ukhuwah

Didin Hafidhuddin
Foto: ROL
Didin Hafidhuddin

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Prof Dr KH Didin Hafidhuddin MS

Alhamdulillah sejak hari sabtu 29 juli 2017 yang lalu, sebagian jamaah calon haji yang termasuk kloter-kloter pertama, sudah mulai berangkat ke Tanah Suci untuk melaksanakan rukun Islam yang kelima, yaitu ibadah haji. Secara keseluruhan jumlah jamaah calon haji Indonesia yang akan berangkat tahun ini  (2017 M/ 1438 H) lebih banyak dibandingkan dengan beberapa tahun sebelumnya karena ada tambahan quota jamaah. Diperkirakan jumlah jamaah calon haji tahun ini sekitar 200 ribu orang.

Kita berdoa dan memohon kepada Allah SWT mudah-mudahan seluruh jamaah calon haji, baik dari Indonesia maupun dari negara-negara lain diberikan kesehatan, kesabaran, kesungguhan, serta keikhlasan, sehingga mereka akan mampu melaksanakan ibadah yang relatif sempurna, sesuai dengan firman-Nya dalam surat Al-Baqarah [2] ayat 196: "Dan sempurnakanlah oleh kamu sekalian ibadah haji dan umroh karena Allah semata....”.

Kesempurnaan dalam ibadah ini (sesuai dengan kemampuan masing-masing jamaah) diharapkan akan mengantarkan mereka untuk meraih predikat haji mabrur, yaitu Ayyakuna ahsana min qoblu wa ayyakuna qudwata ahli baladihi (menjadi lebih baik prilakunya dibandingkan dengan sebelum haji dan menjadi panutan masyarakat sekitarnya). Dalam sebuah hadis riwayat Imam Bukhori dan Muslim, Rasulullah SAW ditanya oleh seorang sahabat, "Amalan apakah yang paling utama wahai Rasul?" Beliau menjawab, "Iman kepada Allah dan Rasul-Nya" Kemudian beliau ditanya lagi: " Lalu apalagi?" Beliau menjawab; "Berjihad dijalan Allah". Kemudian beliau ditanya lagi: "Lalu apalagi?" Beliau menjawab: " Haji mabrur"

Untuk menggapai haji mabrur ini, di samping pelaksanaan ibadahnya yang relatif sempurna, jamaah pun harus mampu menangkap isyarat-isyarat dan hikmah-hikmah yang terkandung di dalamnya, sebagaimana dijelaskan dalam QS Al Hajj [22] ayat 27 dan 28: “Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh (27) Supaya mereka menyaksikan berbagai manfa`at bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir (28).” (QS. Al-Hajj [22]: 27-28).

Beberapa hikmah tersebut antara lain sebagai berikut: Pertama, menguatkan akidah dan keyakinan kepada Allah SWT. Akidah adalah fondasi kehidupan seorang muslim yang harus mewarnai keseluruhan sikap, cara berpikir dan bertindak sebagai seorang hamba Allah.

Kedua, pakaian ihram yang hanya dua helai kain serba putih yang menggambarkan bahwa siapa pun manusia itu kelak akan kembali kepada Allah dengan hanya dibungkus dua helai kain kafan. Anak, jabatan, dan kedudukan serta harta benda tidak akan pernah dibawa kecuali semuanya itu dijadikan sarana untuk melakukan kegiatan amal shalih.

Ketiga, agar kaum Muslimin khususnya jamaah haji semakin mencintai kegiatan di masjid, terutama shalat berjamaah dan muamalah dengan masyarakat sekitar.

Keempat, agar terbangun suasana ukhuwwah islamiyyah antara sesama orang yang beriman, meskipun berbeda warna kulit, suku bangsa, dan bahasa. Semuanya larut dan menyatu dalam ketauhidan dan keimanan kepada Allah SWT (QS. Al-Hujurat [49]: 13).

Kelima, thawaf dan sa’i itu menggambarkan bahwa dalam mencapai cita-cita yang tinggi dan luhur, orang yang beriman terus menerus bergerak, aktif berbuat, tidak boleh berhenti, tidak boleh putus asa, dan tidak boleh malas (QS. Al-Mukminun [23]: 4). Dan hikmah lainnya yang bisa dipelajari dan dihayati oleh setiap jamaah, terutama dalam kerangka peningkatan kwalitas dan soliditas ukhuwah Islamiyah di antara sesama umat Islam.

Soliditas ukhuwah Islamiyah ini menjadi suatu keniscayaan dan kebutuhan, terutama di dalam menghadapi dan memecahkan persoalan-persoalan keummatan dan kebangsaan yang kian hari semakin kita rasakan kompleksitasnya dan juga bobot masalahnya. Persoalan kepemimpinan yang sekarang semakin melemah dan hanya berorientasi pada kepentingan kelompok dan golongannya, jika dibiarkan akan melemahkan posisi umat dan bangsa, baik secara internal maupun secara eksternal. Intervensi asing dalam berbagai macam bentuknya sudah semakin merajalela, baik dalam bidang ekonomi, politik, budaya, bahkan juga agama.

Umat dan bangsa semakin lemah dan semakin rapuh, dan jika dibiarkan dikhawatirkan akan menyebabkan terjadinya disintegrasi bangsa, karena tidak ada perasaan saling mempercayai satu dengan yang lainnya, pembangunan tidak berjalan sebagaimana mestinya dan upaya-upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat akan semakin jauh dari harapan semula. Ini terbukti dengan kesenjangan antara orang kaya dengan orang miskin yang semakin dalam dan semakin melebar.

Tidak ada cara bagi umat Islam, kecuali menguatkan ukhuwah Islamiyah antar berbagai organisasi dan kelompok dan menempat kepentingan umat dan bangsa di atas kepentingan pribadi dan kelompok. Apalagi menghadapi tahun 2018 dan 2019, dengan akan adanya Pilkada secara serentak dan juga Pilpres, umat Islam harus menyatu dalam memilih pemimpin yang berorientasi pada kepentingan masyarakat, yang jujur, amanah, beriman, menegakkan shalat, dan menunaikan zakat. Sebagaimana firman-Nya dalam QS. Al-Maidah [5] ayat 55: “Sesungguhnya penolong (pemimpin) kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah).” (QS. Al-Maidah [5]: 55).

Kondisi semacam ini harus menjadi bahan perenungan dan muhasabah bagi jamaah calon haji, ketika mereka berada di tanah suci melaksanakan ibadah haji. Memasukkannya ke dalam struktur rohaninya ketika thawaf, sa’i, wukuf di Padang Arafah, melempar Jamarat di Mina, dan ketika berada di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi untuk beribadah dan bermunajat kepada Allah SWT, sehingga diharapkan ketika pulang ke tanah air semangat ukhuwwah ini akan tumbuh dengan kuat pada setiap diri jamaah. Dan itulah salah satu karakter utama jamaah yang mendapatkan anugerah haji mabrur dari Allah SWT.

Selamat melaksanakan ibadah haji. Mudah-mudahan inayah dan riayah Allah akan terlimpah dan tercurah pada seluruh jamaah calon haji dan juga bagi kita semua yang berada di tanah air yang tidak/belum melaksanakan haji. Amin.

Wallahu A’lam bi ash-Shawab.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement