Sabtu 05 Aug 2017 13:12 WIB

Vaksin Massal Jangan Memaksa

Bupati Tulungagung Sahri Mulyo (tengah) menyaksikan proses vaksinasi campak dan rubella kepada siswa SMPN 1 Tulungagung, di Tulungagung, Jawa Timur (Ilustrasi).
Foto: Antara/Destyan Sujarwoko
Bupati Tulungagung Sahri Mulyo (tengah) menyaksikan proses vaksinasi campak dan rubella kepada siswa SMPN 1 Tulungagung, di Tulungagung, Jawa Timur (Ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh : Rudi Agung *)

Pemerintah berencana melakukan imunisasi massal dengan memberi vaksin MR. Targetnya dihelat di enam provinsi, 119 kabupaten, dengan sasaran nyaris 35 juta anak.

Rencana ini menuai kontroversi versi hebat di masyarakat. Bukan sebatas bahan dasarnya halal atau tidak, melainkan Islam sendiri telah memiliki imunisasi yang diwariskan Rasulullah.

Seperti, tahniq, ASI, madu, mengenalkan pada lingkungan, dan lainnya. Bahkan jauh sebelum bayi lahir, Islam telah mengajarkan bagaimana memilah pasangan untuk dinikahi, adab berhubungan, dan sebagainya.

Semua itu sebagai aturan dan petunjuk melindungi manusia dari hal-hal yang tidak diinginkan.

Setiap tubuh manusia telah diciptakan Allah dengan kondisi amat canggih. Setiap kita juga memiliki ketahanan tubuh yang dimiliki sejak dari lahir.

Banyak buku dan literasi ilmiah yang menjelaskan mudharat imunisasi atau vaksin. Bahkan, fakta empiris juga mudah dilihat perbandingan antara anak-anak yang diimun dan tidak.

Ini di luar konteks teori-teori konspirasi depopulasi program yang digencarkan Zionis. Tanpa mengaitkan hal itu, fakta empiris, kajian ilmiah, dan pelbagai penelitian juga membuktikan: anak-anak tanpa imunisasi jauh lebih sehat.

Tubuh manusia telah dirancang sedemikian canggih. Menambah sesuatu dalam tubuh justru melawan Sunatullah. Meragukan ke-Maha-an Sang Kuasa.

Adalah mengerikan, tiba-tiba pemerintah merencanakan program vaksin MR massal. Ketakutan masyarakat pun menyebar.

Naifnya, tersebar pula BC ketakutan orangtua dan keheranannnya saat menerima laporan dari anaknya: imunisasi itu bersifat wajib. Para guru meminta anaknya divaksin.

Kita bukan meragukan kajian medis. Bukan pula meragukan pemerintah. Tapi dari fakta empiris, masyarakat pun berhak memiliki cara melindungi buah hatinya dari program imunisasi ini.

Saya teringat ketika anak kelahiran anak ketiga. Pihak rumah sakit mewajibkan imunisasi. Kami pun menolaknya.

Alhamdulillah. Allah memberi anugerah-Nya dengan membuktikan dua kakak si bayi, terbukti lebih sehat, lincah, kreatif, kuat menghafal, tak pernah sakit mengkhawatirkan.

Rumah sakit pun tetap mendesak. Dengan pelbagai argumen dan bukti konkret, rumah sakit pun menyertakan surat tak bertanggung jawab bila terjadi apa-apa dengan kesehatan bayi.

Lucu sekali. Katanya mencegah tapi prosesnya sedikit memaksa. Memang siapa yang bisa memberi dan mengangkat penyakit kalau bukan Allah?

Alhamdulillah karena yakin Sunatullah jika tubuh manusia sudah diberi ketahanan tubuh yang amat canggih dari langit, bayi pun sehat.

Bahkan, lebih lincah dan kuat hafalannya dibanding kakaknya. Sampai detik ini pun sehat ceria. Kakak pun seorang dokter, tapi tetap memberi pilihan: mau imunisasi atau tidak.

Ia menjelaskannya secara medis. Toh, sebaik-baik kecanggihan manusia tidak ada apa-apanya dibanding kecanggihan langit.

Islam pun juga mengajarkan mendidik dan menjaga bayi sejak dalam kandungan. Dibelai, dielus, diajak komunikasi, dibacakan ayat-ayat Nya. Terbukti ini jauh lebih sehat dari bahan kimia ala vaksinasi.

Pancasila sila pertama juga menekankan anak-anak bangsa untuj menjalankan nilai sesuai keyakinannya. Termasuk nilai-nilai menjaga kesehatan dalam Islam.

Lantaran itu, semoga program vaksin MR yang dicanangkan pemerintah tidak mutlak wajib. Jika tetap memaksa sama halnya menyebar ketakutan pada rakyatnya sendiri. Siapa yang mau silakan, yang tidak juga tak apa-apa.

Sudahlah, jangan menambah beban hidup rakyat. Saat ini, masyarakat sudah lelah terhadap harga-harga melambung, sengkarut ekonomi, dan aneka pajak yang mencekik.

Fokus dan jujur saja terhadap keuangan dan utang pemerintah. Terbukalah untuk menjelaskan sengkarut rekening 502, 506 yang disebut membuat ekonomi terpuruk.

Bagaimana kabar kejahatan finansial masa lalu, terkait permasalahan 97-98. Sudah sejauh mana pemeriksaan dari justice internasional, termasuk Interpol.

Jangan tutupi carut marut ekonomi dengan kegaduhan, apalagi membebani rakyat dengan program-program yang menakutkan. Dan selalu yang menjadi korban umat Muslim.

Mudah-mudahan para alim Ulama, ustaz dan para tenaga medis Muslim turut menjaga anak-anak bangsa. Tak memaksa imunisasi via kimia.

Allah telah memberi kehebatan ketahanan tubuh setiap manusia. Jangan kita melawan sunatullah...

Shalaallahu alaa Muhammad.

*) Pemerhati masalah sosial tinggal di Jakarta

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement