Kamis 03 Aug 2017 00:13 WIB

Takut Dijual Pemerintah (Dana Haji untuk Infrastruktur)

Soenarwoto P
Foto: dok. Pribadi
Soenarwoto P

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Soenarwoto Prono Leksono *)

Beberapa hari lalu, saya kehadiran sahabat dari Madura, ustaz Jepri Al-Makarani dan ustaz Zaki Al-Manduri. Kedua sahabat ini adalah mutawif (pembimbing haji dan umrah di Arab Saudi) yang sedang mudik ke Indonesia. Setelah berangkulan dan berjabat tangan serta saling menanyakan kabar, saya bertanya tentang Madura. Yakni persoalan yang mengemuka sekarang, yaitu persoalan kelangkaan garam.

"Sebagai pulau garam bagaimana di Madura sekarang, apa juga terjadi kelangkaan garam seperti di Jawa," tanya saya.

Mendapati pertanyaan saya itu ustaz Zaki langsung menjawab. "Alhamdulillah, kelangkaan tak terjadi di Madura. Kalau sampai terjadi kelangkaan garam, malu dong Madura disebut pulau garam. Juga, malu dong Indonesia terkenal memiliki lautan yang luas," katanya dengan santai.

"Dan kalau benar-benar terjadi kelangkaan, itu pun tidak bakal menjadi masalah besar bagi warga Madura," sambungnya dengan yakin.

Loh, kok? Padahal, kelangkaan garam sekarang ini sangat dikeluhkan oleh banyak rakyat. Bahkan, pemerintah pun  bingung dan berencana mengimport garam dari Australia atau Cina untuk mengatasi kelangkaan garam di tanah air. "Kok tidak jadi masalah, gimana toh sampean ini. Apa orang Madura itu tidak mengonsumsi garam," tanya saya penasaran.

Dengan tenang ustaz Zaki menjawab. "Ya mengonsumsi-lah bro. Walaupun ibaratnya kita ini sudah kenyang makan asam garam, kalau makan tanpa garam, ya pasti hambarlah rasanya. Tapi jika terjadi kelangkaan garam, orang Madura itu gampang mengatasinya, tinggal nyemplung ke laut saja. Barat, timur, utara dan selatan pulau Madura itu dikelilingi laut," jelasnya.

Mendengar penjelasan ustadz Zaki yang sekenanya tapi masuk akal ini saya pun cuma mesem. Gaya ustadz Zaki memang begitu. Menghadapi segala hal sekalipun itu serius sekali ditanggapinya dengan santai dan bercanda. Demikian pula kebanyakan orang Madura.

"Jadi, mestinya Pak Jokowi tak perlu pot-repot import garam dari Australia atau Cina. Cukup perintahkan saja rakyat nyemplung ke laut. Dijamin pasti tubuhnya asin semua..hahaha," jawab ustaz Zaki dengan ngakak.

Mendengar ini saya pun tertawa. Jadilah ruang tamu rumah saya penuh aroma canda. Gembira. "Nah begitu, mending sampean tertawa saja. Buat apa bingung-bingung ikut mikirin kelangkaan garam. Itu urusan pemerintah," katanya.

Setelah jeda tertawa, saya pun mengalihkan pertanyaan tentang rencana pemerintah Jokowi menggunakan dana haji untuk investasi dalam pembangunan infrastruktur. Hal itu dimaksudkan agar dana haji tidak "nganggur" dan menjadi lebih "produktif".

"Ah, begitulah siasat pemerintah jika sedang kesulitan keuangan. Sudah banyak dana rakyat dikelola pemerintah, tapi hasilnya kurang memesona. Malah di sana-sini dikorup. Banyak sudah aset negara dijual ke asing. Sudah begitu utang luar negeri kita kini terus menggunung," ucap ustaz Zaki dengan serius.

Karena ketidak-percayaaanya itu, sambung ustaz Zaki, warga Madura sekarang takut membangun masjid dengan meminta bantuan pemerintah. Mending meminta-minta kepada warga secara sukareka dan ikhlas. Sebab, jika minta bantuan kepada pemerintah bisa-bisa nanti masjid orang Madura "diakui" milik pemerintah. Dan, kotak amal pun dikuasainya. Apalagi, rezim sekarang ini "tamak" lagi "sok berkuasa".

"Repotkan. Kemudian, jika pemerintah sudah kesulitan keuangan, masjid kita bisa dijual kepada asing. Lalu, kemana orang Madura nanti hendak beribadah. Masjid tak punya, dana haji gagal diinvestasikannya. Amsong semua kita nantinya...hahaha," canda Ustaz Zaki Al-Manduri.

*) Penulis tinggal di Jawa Timur

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement