Rabu 19 Jul 2017 17:39 WIB

Setelah Setnov, Politisi Golkar Ini Jadi Tersangka Kasus KTP

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Bilal Ramadhan
Politikus Golkar, Markus Nari
Foto: Antara/Wahyu Putro A
Politikus Golkar, Markus Nari

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menetapkan satu orang tersangka kasus dugaan korupsi proyek pengadaan KTP-elektronik (KTP-el). KPK menetapkan mantan anggota DPR RI, Markus Nari, sebagai tersangka.

"Berdasarkan persidangan Irman dan Sugiharto, KPK temukan bukti permulaan cukup. KPK  menetapkan MN sebagai tersangka karena diduga secara hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun dari proyek Rp 5,9 triliun," ujar Juru bicara KPK, Febri Diansyah di Gedung KPK, Rabu (19/7).

Febri menjelaskan berdasarkan fakta dan bukti yang terungkap di persidangan Irman dan Sugiharto,  MN yang saat itu merupakan anggotan Komisi II DPR itu terbukti memuluskan penambahan anggaran proyek KTP-el di DPR.

"MN memperkaya sejumlah korporasi. Pada 2012 ada proses perpanjangan proyek, MN diduga meminta uang kepada Irman sekitar Rp 5 Miliar . Sebagai realisasinya diduga ada penyerahan uang Rp 4 miliar kepada MN. Indikasi lain akan diperdalam baik untuk tersangma MN atau pihak lain yang diuntungkan," jelas Febri.

MN disangka melanggar Pasal 3 atau Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah Undang-Undang Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 21 UU Pidana Korupsi tentang dengan sengaja mencegah atau merontangi proses persidangan Irman dan Sugiharto.

Sebelumnya, KPK  telah menetapkan secara resmi Setya Novanto sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan KTP-Elektronik pada Senin (17/7) kemarin. KPK menetapkan Setya Novanto selaku anggota DPR RI pada 2009 sampai 2011 sebagai tersangka. KPK menduga Setnov menguntungkan diri sendiri sehingga menyebabkan kerugian negara Rp 2,3 triliun dari paket pengadaan Rp 5,9 triliun.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement