Senin 03 Jul 2017 17:40 WIB

BNNP: Peredaran Narkoba Turun di Jatim

Rep: Binti Sholikah/ Red: Andi Nur Aminah
Kepala Badan Narkotika (BNN) Propinsi Jawa Timur Brigjen Pol Fatkhur Rahman (kanan) menunjukkan hasil pemeriksaan sampel 'permen dot' di Kantor BNNP Jawa timur, Surabaya, Jawa Timur, Jumat (10/3).
Foto: Antara/Didik Suhartono
Kepala Badan Narkotika (BNN) Propinsi Jawa Timur Brigjen Pol Fatkhur Rahman (kanan) menunjukkan hasil pemeriksaan sampel 'permen dot' di Kantor BNNP Jawa timur, Surabaya, Jawa Timur, Jumat (10/3).

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Jawa Timur (Jatim) menyatakan adanya penurunan peredaran narkotika di Jatim pada semester pertama 2017 dibandingkan tahun sebelumnya. Penurunan tersebut diperkirakan karena intensitas aparat BNNP maupun Polda Jatim dalam pemberantasan narkotika.

Kepala BNNP Jatim Brigjen Pol Fatkhur Rahman mengatakan, selama periode Januari-Juni 2017 terdapat penurunan peredaran narkotika di Jatim sekitar lima hingga sepuluh persen.

"Kalau saya lihat berdasarkan laporan ini ada penurunan untuk peredaran narkoba. Mungkin ini disebabkan aktivitas BNN maupun Direktorat Polda beserta jajarannya aktif melakukan pemberantasan atau bisa juga daya beli masyarakat menurun. Atau masyarakat pengguna narkoba menurun," jelasnya kepada wartawan seusai acara Halal bi Halal di kantor BNNP Jatim di  Surabaya, Senin (3/7).

Menurutnya, narkotika yang peredarannya menurun terutama jenis shabu dan ekstasi. BNNP melihat peredaran kedua jenis narkotika tersebut di pasaran sulit didapatkan. "Sekarang nyari narkoba susah. Yang meningkat pil koplo itu domainnya Polri. BNN tidak menjangkau itu," ujarnya.

Selama semester pertama 2017, BNNP Jatim telah mengungkap delapan jaringan kasus peredaran narkotika. BNNP telah menetapkan sekitar 16 orang sebagai tersangka dalam delapan kasus tersebut. Sebab, dalam satu kasus biasanya terdapat tiga sampai empat orang yang terlibat. Jaringan terbesar yang diungkap yakni Surabaya-Medan dan Surabaya-Jakarta. Sebagian besar mengedarkan narkotika jenis shabu.

"BNN yang diungkap bukan orang tapi jaringan. Ada informasi masyarakat tidak langsung kami sentuh tapi penyelidikan dulu jaringannya," terang Fatkhur.

Menurutnya, saat ini jumlah pengguna narkotika di Jatim menempati peringkat kedua terbanyak di Indonesia setelah Provinsi Jawa Barat. Jumlah pengguna narkotika di Jatim mencapai hampir 900 ribu orang. Dari jumlah tersebut didominasi oleh usia produktif yakni 15 hingga 35 tahun. Mereka kebanyakan berstatus pelajar, mahasiswa maupun para pekerja usia muda. Narkotika yang dikonsumsi kebanyakan jenis shabu, ganja dan ekstasi.

"Usia di bawah 15 tahun ada. Tapi hingga saat ini belum terdeteksi. Mungkin mereka masih anak-anak banyak menggunakan pil koplo. Kalau itu kan bukan tugas BNN. Kami tidak menangani pil koplo," kata Fatkhur.

Di sisi lain, sampai saat ini BNNP Jatim belum menemukan jenis narkotika baru yang diedarkan di Jatim. Ia berharap agar jenis narkotika turunan dari ganja yakni Plaka dari Amerika tidak masuk ke Indonesia. "Mudah-mudahan tidak beredar di sini. Kalau beredar bahaya karena yang bersangkutan akan kehilangan akal sehat, mirip orang gila. Sukanya menyakiti orang dan menyakiti diri sendiri," imbuhnya.

Ia menambahkan, ke depan BNNP akan terus meningkatkan kegiatan penyelidikan dan pemberantasan narkotika terutama jaringan-jaringannya. BNNP juga akan meningkatkan kegiatan penyuluhan di sekolah maupun di masyarakat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement