Selasa 13 Jun 2017 17:08 WIB

JK: Indonesia tak Bisa Ajukan Jadi Mediator Konflik Qatar

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nur Aini
Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla
Foto: Republika/Yasin Habibi
Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Republik Indonesia Jusuf Kalla mengatakan, Indonesia tidak bisa mengajukan diri untuk menjadi mediator terhadap konflik dan gejolak politik yang terjadi antara Qatar dengan sejumlah negara Arab. Menurutnya, penunjukan sebuah negara menjadi mediator harus mendapatkan persetujuan dari kedua belah pihak.

"Belum tahap itu, Indonesia baru tahap mempelajari," ujar Jusuf Kalla di Kantor Wakil Presiden, Selasa (13/6).

Jusuf Kalla menjelaskan, sejauh ini presiden sudah melakukan komunikasi dengan pihak-pihak yang berkonflik. Selain itu, pemerintah juga sudah mendengar keterangan dari duta besar masing-masing negara yang ada di Indonesia. Dia berharap, negara-negara yang berkonflik tersebut bisa menyelesaikan masalahnya melalui Gulf Cooperation Council (GCC). "Mudah-mudahan mereka sudah bisa menyelesaikan sendiri melalui organisasi GCC," kata Jusuf Kalla.

Pada Jumat (9/6) lalu, Jusuf Kalla telah melakukan pertemuan dengan duta besar Qatar dan Arab Saudi. Pertemuan tersebut untuk mengetahui latar belakang situasi di Timur Tengah dan kondisi terkini di kawasan Teluk.  Sebelumnya, Chairman of Center for Dialogue and Cooperation among Civilizations (CDCC) Din Syamsuddin mengatakan, Indonesia perlu menampilkan peran sebagai penengah dan perantara terhadap gejolak yang terjadi di Timur Tengah. Sebab, Indonesia merupakan negara dengan penduduk yang mayoritas muslim.  "Tapi lebih dari itu, karena Indonesia juga adalah negara dengan prinsip politik luar negeri yang bebas aktif, maka Indonesia bisa berada pada posisi netral sebagai mediator," ujar Din yang ditemui di rumah dinas wakil presiden, Senin (12/6).

Selain itu, Din optimistis Indonesia memiliki jangkauan untuk memainkan peran mediasi tersebut. Sebab, Indonesia memiliki hubungan baik dengan Arab Saudi, Mesir, dan Qatar.  "Undang-Undang Dasar itu kan berbunyi bebas aktif. Saya membacanya yang belakangnya harus penting, aktif. Maka harus ada upaya cepat, segera, dan tepat dalam prinsip bebas aktid tadi," kata Din.

Menurut Din, pemerintah perlu segera mengirimkan utusan seperti menteri luar negeri atau bisa juga wakil presiden yang dikenal sebagai man of reconciliation. Apalagi Wakil Presiden Republik Indonesia Jusuf Kalla merupakan tokoh yang cukup dikenal di negara-negara Timur Tengah. Peristiwa gejolak politik yang terjadi di Timur Tengah akan membawa dampak sistemik efek domino, dan implikasi politik maupun ekonomi bagi negara-negara islam, termasuk Indonesia. Selain itu, konflik yang terjadi di kawasan Timur Tengah akan mencerminkan konflik internal dunia islam yang serius, dan sangat potensial untuk membawa kepada perpecahan besar. Konflik tersebut juga membawa pro kontra diantara negara-negara di dunia termasuk negara major power seperti Amerika Serikat dan Rusia. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement