Senin 24 Apr 2017 16:33 WIB

RUU Sistem Perbukuan untuk Siapkan SDM Berbasis Pengetahuan

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: M.Iqbal
Anggota komisi X DPR RI, Popong Otje (kanan) Ketua Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI), Afrizal Sinaro (kiri) menjadi pembicara dalam diskusi RUU Sistem Perbukuan di DPR RI, Jakarta, Selasa (26/5). (Republika/Agung Supriyanto)
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Anggota komisi X DPR RI, Popong Otje (kanan) Ketua Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI), Afrizal Sinaro (kiri) menjadi pembicara dalam diskusi RUU Sistem Perbukuan di DPR RI, Jakarta, Selasa (26/5). (Republika/Agung Supriyanto)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Komisi X DPR memandang perbukuan perlu tertuang dalam undang-undang. Hal itu tidak lepas dari upaya menyiapkan sumber daya manusia (SDM) berbasis pengetahuan. "Perbukuan harus diperkuat dan diatur dalam sebuah undang-undang yang memiliki konsep dan arah kebijakan," kata Ketua Komisi X DPR Teuku Riefky Harsya kepada Republika di Jakarta, Senin (24/4).

Menurut dia, regulasi yang mengatur sistem perbukuan harus mewujudkan buku yang terjamin dari segi mutu, keterjangkauan harga, dan akses yang merata bagi seluruh rakyat Indonesia. Pada 23 April lalu, Indonesia turut merayakan Hari Buku Sedunia. Perayaan itu bertepatan dengan rencana pengesahan rancangan undang-undang (RUU) tentang Sistem Perbukuan oleh DPR sebelum akhir masa sidang IV tahun sidang 2016-2017.

Riefky mengatakan, RUU Sistem Perbukuan merupakan landasan hukum (legal standing) kebijakan perbukuan. Namun, hal itu tidak lepas dari perlunya politik anggaran perbukuan yang difokuskan pada penyediaan buku yang bermutu, murah, dan merata.

Ia pun mengingatkan, peningkatan minat baca tidak bisa dicapai hanya dari sisi pemerintah yang membuat kebijakan. Namun, butuh kerja sama seluruh elemen masyarakat. Menurut Riefky, apabila dikaitkan dengan substansi RUU Sistem Perbukuan, maka butuh peran serta pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, dan pelaku perbukuan untuk menciptakan dan memajukan ekosistem perbukuan yang sehat.

Riefky mengingatkan kajian permasalahan perbukuan dalam rentang masa dua dekade terakhir mencatat sejumlah hal. Pertama, berdasarkan data Unesco, minat baca bangsa Indonesia berada pada angka 0,001 atau hanya ada satu orang yang membaca per 1.000 penduduk.

Kedua, berdasarkan data World’s Most Literate Nations 2016 menunjukkan, daya literasi Indonesia menempati posisi 60 dari 61 negara. Posisi Indonesia yaitu satu tingkat di atas Bostwana dan kalah beberapa tingkat dari jajaran negara Asean seperti Singapura, Thailand, dan Malaysia.

Menurut Riefky, potret minat baca yang rendah pada sebagian masyarakat Indonesia, menjadi isu pembangunan kapasitas SDM Indonesia. Khususnya, dalam rangka menyiapkan masyarakat berbasis pengetahuan.

Riefky menegaskan, ekosistem perbukuan merupakan tempat tumbuh dan berkembangnya sistem perbukuan yang sehat untuk menghasilkan buku bermutu, murah, dan merata. Ekosistem perbukuan akan ditandai dengan interaksi positif antarpemangku kepentingan perbukuan dalam membangun dan meningkatkan budaya literasi.

RUU Sistem Perbukuan merupakan inisiatif Komisi X DPR sejak periode 2009-2014. Keberadaan RUU ini diharapkan dapat menekan harga buku, baik buku pendidikan maupun buku umum, sehingga dapat meningkatkan minat baca masyarakat. Selain itu, RUU ini juga dapat memberikan perlindungan hak cipta dan royalti bagi para penulis.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement