Selasa 04 Apr 2017 10:05 WIB

Sulaiman dan Fir'aun

 Syukri Wahid (pegiat sosial politik)
Foto: dok.Istimewa
Syukri Wahid (pegiat sosial politik)

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Syukri Wahid *)

Mereka berdua memang hidup tidak sezaman, tapi keduanya menjadi model percontohan dalam Alquran bagaimana jika kekuasaan itu bertemu dengan dua jenis tipe manusia. Satu adalah seorang Nabi Allah dan yang satu adalah seorang  raja besar penguasa Mesir.

Tidak banyak Rasul yang diberikan kekuasaan. Karenanya, Nabi Sulaiman as adalah cerita tentang risalah kenabian yang bertemu dengan kekuasaan. Sedangkan Fir'aun adalah manusia yang juga diberikan kekuasaan cukup besar dengan berbagai daya dukungnya, seperti Qorun pemilik modal, Haaman pemegang kekuatan militer serta Samiri seorang akademisi yang berpengaruh.

Kekuasaan itu benda netral, tapi akan berdampak kepada kehidupan tergantung ditangan siapa dia dikelola.

Kekuasaan datang pada Sulaiman jadiilah kedamaian. Tetapi, kekuasaan datang pada Fir'aun menjadikan sebuah  tirani.

Kekuasaan datang kepada Sulaiman membuatnya semakin tunduk dan banyak bersyukur pada Rabb-nya. Namun, kekuasaan datang pada Fir'aun menjadikannya dia semakin  sombong dan lupa diri.

Kekuasaan datang pada Sulaiman menjadikannya pemimpin penebar kasih sayang, sebagaimana kekhawatiran Ratu Bilqis yang diabadikan dalam Alquran, "Sungguh setiap Raja apabila memasuki sebuah kota akan melakukan kerusakan dan menjadikan penduduknya terhina". Ternyata, lewat surat Nabi Sulaiman yang lembut mengantarkan Bilqis menaruh hormat kepadanya tentang bagaimana mengelola kekuasaan.

Sedangkan kekuasaan datang pada Firaun justru menjadikan istananya sebagai produsen ketakutan dan mendistribusikan ketakutan-ketakutan tersebut pada setiap rumah warganya. Rakyat hidup dalam kegelisahan bahwa siapapun wanita yang hamil, jika melahirkan anak laki-laki akan di bunuh.

Jika, Sulaiman as tidak melihat pada Ratu Bilqis sebagai kompetitornya, apalagi menuduhnya lakukan makar pada  kekuasaannya, maka Fir'aun justru melihat semua bayi laki-laki sebagai musuh yang harus dibunuh sejak lahir.

Sulaiman as itu konsepnya sinergi tapi Fir'aun itu kompetisi. Jika Sulaiman kekuasaanya itu merangkul, maka Fir'aun imkekuasaannya  itu memukul.

 

Jika kekuasaan yang besar pada diri Nabi Sulaiman menjadikan dirinya semakin menghambakan diri pada Rabb-nya, maka kekuasaan yang besar pada diri Fir'aun membuat  dirinya memiliki Sifat Tuhan dan dia tantang Nabi Musa as, "ana Rabbukumul a'la !, artinya sayalah Tuhanmu yang paling tinggi ".

Kekuasaan itu sumber daya.

Kekuasaan itu mata pedang.

Tapi, apakah ia akan menjadi sumber malapetaka atau menjadi alat pembuat kemakmuran?.

Tapi, apakah ia akan menjadi pedang penjaga keadilan atau justru penyembelih rakyatnya sendiri,?

Jawabannya tergantung dia bertemu dengan siapa?, mau model Sulaiman atau model Fir'aun.

*) Pegiat sosial politik

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement