Sabtu 04 Mar 2017 06:15 WIB

Abu di Atas Tunggul

Jose Mourinho (kanan) dan Claudio Ranieri
Foto: Instagram
Jose Mourinho (kanan) dan Claudio Ranieri

REPUBLIKA.CO.ID,  Oleh: Wartawan Republika, Febrian Fachri

"Dunia sepak bola modern tidak ramah lagi untuk pelatih."

Dua kabar menyedihkan menghiasi pemberitaan sepak bola dunia dalam dua pekan terakhir. Dua pelatih ternama, Claudio Ranieri dan Luis Enrique, mendapatkan perlakuan yang kurang mengenakkan dari Leicester City dan Barcelona.

Ranieri pekan lalu dipecat oleh manajemen Kawanan Rubah karena dinilai gagal meneruskan performa apik musim lalu. Enrique baru saja tengah pekan ini mengumumkan dirinya tak akan di Camp Nou lagi ketika musim ini sudah berakhir.

Namun, yang menimpa Ranieri tentu lebih miris. Manajer bertangan dingin asal Italia tersebut dinilai tak pantas diberhentikan secara tak hormat oleh Leicester. Masih segar di ingatan penggemar sepak bola tentang tinta emas bersejarah yang ditorehkan Ranieri untuk Leicester. Ia membawa Leicester yang berstatus tim gurem keluar sebagai juara Liga Primer Inggris musim lalu.

Ranieri membuat the Foxes melangkahi tim-tim hebat dan kaya, langganan juara, semacam Chelsea, Manchester United, Manchester City, Liverpool, dan Arsenal. Dengan modal yang sangat minim, Ranieri membuat semangat juang Riyad Mahrez dan kawan-kawan tidak kalah dari tim dengan materi pemain bintang.

Leicester menjadi juara dengan catatan 23 kemenangan, 12 imbang, dan hanya 3 kali kalah. Statistik yang sebenarnya bisa dikatakan ajaib mengingat Leicester hanya berstatus tim promosi semusim sebelumnya.

Prestasi hebat Leicester tentu tak terlepas dari sosok Ranieri. Ia menerapkan semua kemampuannya yang berupa bekal dari pengalaman malang melintang di sepak bola Eropa.

Enrique juga demikian. Secara formal, Enrique memang mengumumkan bahwa ia tak akan memperpanjang masa baktinya di Los Azulgrana karena ia merasa sudah jenuh dan butuh tantangan lain.

Namun, sudah menjadi rahasia umum bahwa sejak jauh-jauh hari Barcelona memang sudah tak berniat mempertahankan Enrique di Camp Nou. Ia dianggap sudah tak bisa lagi bersama Lionel Messi dan kawan-kawan. Terlebih, sejak Barca dibantai Paris Saint-Germain, 4-0, di leg pertama babak 16 besar Liga Champions, kesalahan ditumbalkan kepada Enrique.

Barcelona seakan dengan mudahnya melupakan kerja keras yang sudah dipersembahkan Enrique sejak 2014. Sejak didatangkan ke Camp Nou, Enrique tak pernah absen memberikan gelar. Di musim perdananya, bekas pelatih AS Roma tersebut mempersembahkan trebel winner dengan memenangi Liga Champions, La Liga Primera, dan Copa Del Rey. Musim lalu, dia juga mempertahankan titel La Liga dan Copa del Rey.

Jika tidak hanya melihat kegagalan di kandang PSG, performa Barcelona sebenarnya baik-baik saja. Malah, Lionel Messi dan kawan-kawan sekarang sudah kembali lagi ke puncak klasemen sementara La Liga mengudeta Real Madrid.

Ranieri dan Enrique memang hanya sebagian kecil contoh. Posisi pelatih memang selalu di bawah bayang-bayang pemecatan dengan berbagai cara, terutama bagi pelatih klub-klub besar. Hanya sedikit pelatih yang beruntung seperti Arsene Wenger dan Sir Alex Ferguson yang tak pernah dipecat walau timnya sedang menurun.

"Isu pemecatan? Sebagai pelatih, saya tak pernah heran dengan hal itu. Pekerjaan kami selalu dibayangi pemecatan," begitu pernyataan pelatih Fiorentina Paulo Sousa, beberapa waktu lalu.

Memang benar apa yang dikatakan Sousa. Ibarat abu di atas tungku, abu yang mudah disingkirkan walau hanya dengan sedikit tiupan angin, begitu juga pelatih. Kalah beruntun cukup dua atau tiga laga saja, seorang pelatih sudah terancam kehilangan pekerjaan.

Sebelum Ranieri, tim jawara Liga Primer Inggris di musim 2014-2015, Chelsea, juga melakukan hal yang sama kepada the Special One Jose Mourinho. Mou adalah pelatih terakhir yang membuat Chelsea juara Liga Inggris. Kekisruhan di ruang ganti the Blues musim lalu membuat performa Chelsea menurun. Mourinho harus terima diberhentikan di tengah kompetisi.

Maka tak mengherankan jika pada pekan lalu, saat konferensi menjelang pertandingan Manchester United versus Southampton, Mou mengenakan kaus berinisial CR. Ia terang-terangan memberikan dukungan simpati untuk Claudio Ranieri.

Di instagram-nya, Mou mengatakan dunia sepak bola modern tidak ramah lagi untuk pelatih. Namun, ia yakin dunia tak akan pernah melupakan sejarah yang sudah dibuat pelatih-pelatih hebat.

Semakin tingginya sisi komersial di dalam sepak bola menjadi penyebab. Manajemen yang sudah berinvestasi besar untuk membeli dan menggaji pemain serta pelatih ingin hasil yang terbaik bagaimanapun caranya. Mereka tak ingin kekalahan membuat bisnis mereka menurun.

Akibatnya, ketika tim mendapatkan hasil minus, amarah pertama akan langsung diarahkan kepada pelatih. Padahal, terkadang bisa saja kekalahan disebabkan karena kesalahan pemain atau ofisial lainnya dalam mempersiapkan tim.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement