Jumat 03 Feb 2017 19:28 WIB

Polri Sebut tak Ada Kata-Kata Penyadapan dalam Persidangan Ahok

Rep: Mabruroh/ Red: Ilham
Sidang lanjutan kasus dugaan penistaan agama dengan terdakwa  Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok (tengah).
Foto: Antara/Pool/Resa Esnir
Sidang lanjutan kasus dugaan penistaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok (tengah).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polri menyatakan tidak ada kata-kata penyadapan yang bergulir di dalam sidang dugaan penistaan agama yang menjerat terdakwa Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, Selasa (31/1), lalu. Kata-kata dugaan penyadapan justru keluar dari bibir mantan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).     

"Soal dugaan penyadapan, dalam persidangan pun kami tidak melihat ada kata-kata sadap," kata Kabagpenum Divisi Humas Polri Kombes Martinus Sitompul di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (3/2).

Menurut dia, informasi yang bergulir justru berakhir pada dugaan adanya penyadapan. Dalam konferensi pers, SBY menyebutkan, jika benar ada penyadapan maka hal tersebut ilegal dan meminta Polri untuk dapat menegakkan hukum sesuai UU ITE.

"Terkait informasi yang disampaikan oleh Bapak SBY mantan Presiden Republik Indonesia ke-6 tentu kami menyikapi apa yang disampaikan oleh beliau, sikap kami tentu kami akan mencermati informasi tersebut," kata dia.

Dari informasi itu juga, kata Martinus, pihaknya akan menilai apakah memiliki hubungan dengan bukti atau justru dapat memberikan bukti-bukti baru. Sehingga yang dapat dilakukan oleh Polri menyoal informasi dugaan penyadapan baru sebatas menelusuri dan mempelajari.

"Sehingga bagi kami, kami akan cermati pelajari dan akan telusuri dalam kaitan untuk membuat informasi itu betul-betul menjadi fakta, namun kita harus bisa memahami juga informasi-informasi yang beredar belum tentu juga memiliki fakta," kata mantan Kabid Humas Polda Metro Jaya ini.

Alasan lainnya, ucapan dugaan adanya percakapan antara SBY dan Kiai Ma'ruf Amin terjadi di dalam persidangan. Sehingga merupakan ranah hakim untuk menindaklanjuti apakah dibutuhkan pemeriksaan terkait celetukan informasi tersebut.

"Hakim lah yang memiliki kekuasaan untuk menilai, hakim juga yang menentukan apakah informasi yang disampaikan itu memiliki akurasi data yang baik atau tidak. Kalau tidak, maka itu akan bisa dilakukan pemeriksaan dengan memerintahkan jaksa dan panitra untuk melakukan pemeriksaan terhadap mereka-mereka yang memberikan informasi yang kurang tepat, secara KUHAP itu diatur," jelas Martinus.

Dia tegaskan, informasi yang bergulir di ruangan sidang pihaknya hanya bisa mencermati saja. Sedangkan bagaimana tekniknya, menjadi rahasia polisi. "Bagaimana mencermati tentu itu bagian dari taktik dan teknik dari polisi, tidak bisa kita sampaikan. Pada prinsipnya informasi-informasi yang beredar tentu kami cermati kami simpan dan kami assessment informasi terus valid harus memiliki A1 itulah yang kita cermati," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement