Rabu 11 Jan 2017 15:30 WIB

Presiden Makan Siang dengan Ketua PBNU Bahas Islam Radikal

Presiden RI Joko Widodo (kedua kanan), dan Ketum PBNU Said Aqil Siradj (kanan) memberikan keterangan kepada wartawan seusai mengadakan pertemuan tertutup di kantor PBNU, Jakarta, Senin (7/11).
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Presiden RI Joko Widodo (kedua kanan), dan Ketum PBNU Said Aqil Siradj (kanan) memberikan keterangan kepada wartawan seusai mengadakan pertemuan tertutup di kantor PBNU, Jakarta, Senin (7/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo makan siang bersama dengan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siraj di Istana Merdeka Jakarta, Rabu (11/1).

Said Aqil dengan mengenakan baju batik lengan panjang dengan dasar kekuningan datang ke Istana sekitar pukul 11.50 WIB dan diterima Presiden sekitar pukul 13.15 WIB. Ketua PBNU ini langsung disambut Presiden dan diajak ke ruang tengah yang tersedia meja bundar yang sudah dihidangkan sejumlah menu makanan.

Acara makan siang ini berlangsung sekitar satu jam. Usai makan siang, Presiden langsung memimpin rapat terbatas di Kantor Presiden dan Said Aqil meninggalkan Istana Merdeka.

Said Aqil mengungkapkan bahwa dalam acara makan siang ini ada beberapa hal yang menjadi pembicaraan, di antaranya mengenai menguatnya Islam radikal pada akhir-akhir ini serta masalah intoleransi. "Indikasi, fenomena menguatnya Islam radikal menjadi agenda kita. Bagaimana memperkuat kembali, terus memperkuat Islam moderat dibangun kembali," kata ketua PBNU ini usai makan siang bersama Presiden.

Said Aqil mengungkapkan bahwa dunia melihat masyarakat Indonesia mayoritas umat Islam yang terkenal moderat, toleran dan bermartabat. "Akhir-akhir ini agak mulai mengendor dan gejala intoleransi mulai menguat. Bagaimana upaya intoleran ini dapat kita atasi dan kembali ke Indonesia yg toleran, Indonesia yang damai, yang beradab, yang bermartabat, Islam kultur bukan Islam yang doktrin, Islam ramah," harap Said Aqil.

Untuk mengatasi itu, kata ketua PBNU, dengan melibatkan para kyai dalam ceramahnya untuk membimbing masyarakat agar kembali ke Islam moderat, Islam yang toleran, beradab dan ramah. "Kyai NU diminta atau tidak diminta harus menyuarakan akhlakul karimah (akhlak mulia/terpuji yaitu suatu sikap yang baik sesuai ajaran agama Islam), ceramah yang rukun bukan yang konflik. Diperintah maupun tidak akan menyuarakan itu, saya jamin," tegas Said Aqil.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement