Sabtu 24 Dec 2016 01:00 WIB

Masa Depan Sepakbola Indonesia dan Fenomena 'Telolet'

 Mohammad Akbar
Foto: dok.Pribadi
Mohammad Akbar

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Wartawan Republika, M Akbar (Twitter: @akbar_akb)

"Para pengurus PSSI harus bersegera menyampaikan blue print terhadap pembinaan sepak bola Indonesia 30 tahun ke depan".

 

Lupakanlah betapa luruhnya euforia publik negeri ini yang sudah begitu riuh menantikan datangnya gelar juara bagi tim nasional (timnas) Indonesia di Piala AFF 2016. Sedih dan kesal mungkin saja telah melarut dengan kebanggaan yang masih tersisa saat menyaksikan Boaz Solossa dan kawan-kawan harus menyerah kepada Thailand di final turnamen dua tahunan terakbar di kawasan Asia Tenggara ini. Jika Anda merasakan itu, maka nikmati saja sebagaimana kenikmatan anak-anak di pinggiran jalan yang bisa berbahagia meminta klakson kepada para pengemudi bus di jalan raya.

Oh iya, bukankah sepak bola itu sejatinya hadir untuk menghibur para penggemarnya? Kalaupun tim yang dijagokan itu mengalami kekalahan, sepatutnya kita harus tetap tersenyum. Meski kadar senyuman itu bisa saja terasa getir alias dipaksakan. Namun dibalik sikap nrimo kekalahan, tentunya harus ada sikap kritis. Idealnya, kita harus bisa memperbaiki kegagalan untuk menjadi lebih baik.

Sayangnya, para pengelola sepak bola di negeri ini sudah begitu lama membuat kita tersenyum dalam getir. Bayangkan, dua dekade tanpa gelar namun dukungan kepada timnas tetap saja mengalir deras. Ketika timnas kita menang, tak sedikit bermunculan para 'penumpang gelap' yang membingkai citra diri dengan berbagai argumen maupun pernyataan seakan-akan mereka peduli pada urusan sepak bola yang masih miskin prestasi. Tapi kemana para 'penumpang gelap' itu berada ketika sepak bola dan timnas kita membutuhkan sokongan nyata untuk bisa berprestasi? Ah, sudahlah! Itulah dagelan yang memang sering dipertontonkan para 'penumpang gelap' yang kerjanya memang membutuhkan ruang untuk pencitraan.

Terlepas dari 'menyelipnya' para penumpang gelap, ada satu institusi yang pantas diberikan kritik atas kegagalan timnas di Piala AFF. Institusi itu adalah PSSI. Selama ini PSSI lebih banyak terjebak dalam urusan intrik politik ketimbang merancang pembinaan dan kompetisi yang sehat dan profesional. Bahkan di bawah komando Edy Rahmayadi sebagai ketua umum PSSI yang baru, masih belum tampak adanya strategi untuk melahirkan model pembinaan melalui kompetisi berjenjang dan profesional.

Memang, usia kepemimpinannya masih seumur toge. Tapi sikap nrimo dan permisif itu bukan alasan kita bisa menerima kegagalan timnas dengan lapang dada. Seperti jargon Presiden Joko Widodo, sekarang waktu bagi PSSI untuk bekerja. Kita sudah terlalu lelah mendengar beragam janji dan jargon. Yang dibutuhkan saat ini adalah bagaimana menyiapkan rencana kerja dan kerja nyata untuk membuat sepak bola dan timnas bisa segera berprestasi.

Para pengurus PSSI harus bersegera menyampaikan blueprint terhadap pembinaan sepak bola Indonesia 30 tahun ke depan. Bukankah setahun lalu pernah tercetus gagasan untuk membawa timnas tampil ke Piala Dunia 2045? Untuk menggapai mimpi besar itu tentu hanya bisa diwujudkan kalau PSSI menjalankan pembinaan pemain secara berjenjang dalam setiap kelompok usia. Dalam urusan pembinaan ini, PSSI harusnya bisa mendorong setiap klub yang tampil di kompetisi utama agar menjalankan secara terstruktur sistem pembinaan pada setiap kelompok usia pemain juniornya.

Lalu, yang tak boleh dilupakan adalah menciptakan kompetisi domestik yang jadwalnya selaras dengan agenda internasional. Padatnya jadwal pada gelaran turnamen Indonesia Soccer Championship (ISC) harusnya tak boleh lagi terulang di masa mendatang. Banyaknya klub yang keberatan mengizinkan pemainnya untuk timnas, sepatutnya tak boleh terjadi. Semua ini tentunya kembali kepada PSSI.

Nah, bagaimana mengembalikan khittah sepak bola bisa menjadi hiburan sekaligus menyatukan anak bangsa di negeri ini? Mungkin PSSI bisa belajar pada fenomena 'Om Telolet Om'. Inilah fenomena sosial yang mampu menyita perhatian dunia. Fenomena ini memperlihatkan bahwa untuk bergembira dan menyatukan anak bangsa itu cukup sederhana. Jadi, kalau PSSI masih bingung mengelola sepak bola menjadi kebanggaan Indonesia sekaligus hiburan, maka berdirilah di pinggir jalan raya sambil membawa tulisan 'Om Telolet Om'.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement