Ahad 20 Nov 2016 01:00 WIB

PR Besar Wiranto di PBSI

Nurul S Hamami
Foto: Republika/Yogi Ardhi
Nurul S Hamami

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Wartawan Republika, Nurul S Hamami

Pengurus Pusat Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PP PBSI) berganti nakhoda. Pada Senin akhir bulan lalu (31/10), dalam Musyawarah nasional di Surabaya, Wiranto secara aklamasi dipilih menggantikan Gita Wirjawan. Menko Polhukam ini akan memimpin untuk periode 2016-2020.

Sebagai pemimpin baru, Wiranto dihadapkan kepada sejumlah tantangan besar perbulutangkisan nasional selama empat tahun ke depan. Tantangan ini menyangkut pencapaian prestasi. Piala Thomas, Piala Uber, dan Piala Sudirman sebagai lambang supremasi beregu dunia sudah lama tak bermukim di Tanah Air. Asian Games 2018 di Jakarta juga menunggu pembuktian keadikuasaan Indonesia sebagai tuan rumah.

Di pengujung kepemimpinannya pada 2020 nanti, Wiranto juga mesti mampu mempertahankan tradisi medali emas Olimpiade di Tokyo. Tradisi emas yang sudah ditorehkan sejak Olimpiade Barcelona 1992 sempat pupus di London 2012. Namun kemudian, di era kepemimpinan Gita Wirjawan, tradisi itu, bisa kembali di Olimpiade Rio De Janeiro 2016 pada Agustus lalu.

Pencapaian prestasi tentu tidak secepat membalikkan telapak tangan. Perlu waktu dan kerja keras untuk bisa mewujudkannya. Hasilnya, tidak bisa dipetik dalam satu-dua tahun. Bahkan, bukan tidak mungkin hingga akhir masa jabatannya Wiranto belum dapat memanen hasilnya. Tapi, setidaknya kalau dia sudah on the track dalam melakukan program pembinaan prestasi, hasilnya akan dikenang sebagai pencapaian yang dilakukannya.

Bulu tangkis merupakan olahraga yang telah menjadi kebanggaan nasional. Dalam berbagai kancah internasional sejak tahun 1950-an, putra-putri terbaik bangsa telah mampu mengangkat harkat dan martabat bangsa. Berbagai gelar telah ditorehkan, baik di kategori perseorangan maupun beregu dunia. Baru dari cabang bulu tangkislah Indonesia mampu mengoleksi medali emas olimpiade. Wajar bila kemudian masyarakat menuntut banyak para pebulu tangkis Indonesia terus berjaya di arena dunia.

Meski tradisi medali emas di olimpiade telah kembali dengan tampilnya ganda campuran Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir sebagai juara di Rio, namun sinar prestasi bulu tangkis Indonesia, belum seterang yang diharapkan. Indonesia, tahun ini, masih gagal membawa pulang kembali Piala Thomas dan Piala Uber yang sudah bertahun-tahun di negeri orang. Prestasi para pemain pelatnas di turnamen-turnamen perseorangan internasional pun tidak begitu memuaskan.

Jangan terlena

Pengurus baru PP PBSI di bawah Wiranto tidak boleh lengah dan terlena dengan hasil yang dicapai di Rio. Ingat, itu pun hanya satu medali. Sedangkan sejak 1992 hingga Olimpiade 2008, selain medali emas, Indonesia juga membawa pulang medali perak dan perunggu dari cabang bulu tangkis. Di Rio, Tontowi/Liliyana menjadi wakil Indonesia yang lolos ke final dan menjadi juara. Sedangkan di empat nomor lainnya tak satu pun pemain Indonesia melangkah ke semifinal.

Regenerasi pemain dan pembinaan usia dini harus menjadi perhatian serius dan prioritas program kepengurusan di bawah Wiranto. Dua hal itu akan menjadi kunci keberlangsungan prestasi Indonesia di gelanggang dunia. Jangan berharap bisa mendapatkan hasil yang memuaskan tanpa dilandasi dengan dua pilar penyangga pencapaian prestasi tersebut. Ini semua menjadi pekerjaan rumah yang besar bagi Wiranto dan jajaran pengurus yang dia pilih nantinya.

Dalam hal regenerasi pemain, Wiranto tinggal meneruskan program yang sudah berjalan di bawah Gita Wirjawan. Dalam empat tahun terakhir, proses regenerasi yang ditukangi langsung oleh Rexy Mainaky yang ditunjuk Gita sebagai Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi, telah mampu menciptakan program regenerasi yang baik dan melahirkan pemain-pemain yang siap menggantikan pemain-pemain lama.

Di tunggal putra, ganda putra, dan ganda campuran, hasilnya sudah mulai terlihat. Tinggal menunggu proses pematangan terhadap peman-peman yang sudah kelihatan bakal mampu berprestasi dunia. Sedangkan di tunggal putri dan ganda putri memang harus terus bekerja ekstra keras untuk menghasilkan generasi baru yang mengilap prestasinya.

Namun, tidak sekadar meneruskan, kepengurusan Wiranto semestinya juga harus bisa memberikan hasil yang terbaik melebihi kepengurusan Gita Wirjawan.  Untuk mengingat saja, Gita mengambil tongkat estafet kepemimpinan PP PBSI dari tangan Djoko Santoso pada Oktober 2012 dalam kondisi perbulutangkisan nasional meredup prestasinya.

Namun, serangkaian kegagalan Indonesia sepanjang tahun 2012 –gagal total di Piala Thomas dan Uber serta di Olimpiade London-, justru dijadikan tantangan oleh Gita untuk memimpin kembalinya kejayaan bulu tangkis Indonesia dalam empat tahun ke depan. Target utamanya kala itu merebut  medali emas di Olimpiade Rio de Janeiro 2016. Dan ini berhasil dengan medali emas yang dipersembahkan oleh Tontowi/Liliyana.

Gita juga menyiapkan sejumlah strategi dan perencanaan untuk mengembalikan kejayaan bulu tangkis Indonesia. Dia tak hanya ingin melahirkan pemain bintang, namun juga menciptakan sistem yang bisa melahirkan pemain bintang. Dengan dukungan kepengurusan yang solid, Gita yakin kebangkitan prestasi bulu tangkis nasional dapat diwujudkan. Mantan Menteri Perdagangan ini pun memulainya dengan memperbaiki manajemen kepengurusan di PP PBSI.

Setelah gagal total di London, memang tak ada kata lain bagi PBSI kecuali melakukan pembenahan total. Selain memperbaiki manajemen kepengurusan, pembenahan juga dilakukan  mulai dari sistem pembinaan menyeluruh, rekrutmen pemain dan pelatih, manajemen pelatnas, dan pencanangan sasaran yang akan dicapai, baik itu jangka panjang maupun jangka pendeknya.

Bila pencapaian Olimpiade Rio 2016  yang menjadi ukuran, maka pembinaan yang dilakukan oleh PP PBSI selama empat tahun terakhir di bawah kepemimpinan Gita dapat dikatakan berhasil –meskipun hanya satu medali emas. Empat tahun sebelumnya, di London, tak sekeping medali pun berhasil dibawa pulang. Yang gagal adalah belum berhasil merebut kembali Piala Thomas, Uber, dan Sudirman.

Memang pencapaian di Rio masih belum bisa menyamai perolehan prestasi di Olimpiade Beijing 2008. Waktu itu bulu tangkis masih bisa menyumbang satu medali emas melalui ganda putra Markis Kido/Hendra Setiawan, satu perak  lewat ganda campuran Nova Widianto/Liliyana Natsir, dan satu perunggu dari Maria Kristin Yulianti.

Semestinya prestasi yang dicetak di Olimpiade Tokyo 2020 mendatang bisa lebih maju dibandingkan di Rio. Setidaknya masih ada medali emas yang bisa dipersembahkan kepada publik di Tanah Air. Itulah yang selalu terjadi sejak 1992 hingga 2008, kemudian nihil medali di 2012, dan kembali ada di 2016. Itulah tradisi emas olimpiade dari cabang bulu tangkis yang harus dipertahankan oleh Wiranto. Selain itu juga harus terus mencanangkan misi merebut kembali tiga piala kejuaraan beregu dunia.

Tidak ringan beban Wiranto untuk mengembalikan kejayaan bulu tangkis nasional. Butuh kepemimpinan yang tegas serta kerja keras tim yang solid, agar cita-cita untuk mengembalikan kejayaan itu bisa terwujud.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement