Rabu 02 Nov 2016 06:14 WIB

Bendung Provokasi Media Sosial dengan Pendidikan Literasi

Ketagihan media sosial (ilustrasi)
Foto: Yibada
Ketagihan media sosial (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG -- Media sosial perlu diawasi pengunaanya. Karena selain untuk berkomunikasi, tak jarang situs jejaring juga digunakan untuk menyebarkan kebencian dan provokasi.

Menurut Pakar Komunikasi dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang Prof Dr Aloysius Liliweri, salah satu cara untuk membendung provokasi dalam komunikasi media sosial, adalah dengan memberikan pendidikan mengenai media literasi kepada masyarakat.

"Pendidikan media literasi memungkinkan orang akan memilih media sesuai kebutuhannya dalam berkomunikasi, tidak asal ikut-ikutan," kata Direktur Pascasarjana Undana di Kupang, Selasa (1/11).

Dia mencontohkan, salah satu penggunaan jenis media sosial yang paling banyak menggambarkan fenomena komunikasi yang mengandung unsur provokatif dan banyak menebar kebencian yaitu Facebook.

Hal itu, lanjut dia, terjadi karena masyarakat berbagai kalangan dan usia bisa dengan mudah mengakses jenis media sosial tersebut bahkan bisa mengelabuhi lawan bicara dengan membuat akun pengguna palsu.

"Kemudahan akses ini yang menyebabkan orang bisa saja menyalahgunakan untuk kepentingannya namun merugikan orang lain," katanya dan menambahkan, bahkan tidak jarang gap komunikasi di media sosial berujung pada konflik.

Untuk itu, katanya, masyarakat harus mendapat pendidikan dan penyadaran yang memadai mengenai pentingnya media literasi terutama untuk pelajar di berbagai jenjang pendidikan.

"Butuh kerja sama semua pihak baik tokoh masyarakat, tokoh agama, guru-guru agar melalui perannya masing-masing bisa memberikan imbauan dan penyadaran kepada masyarakat untuk cerdas memanfaatkan media," katanya.

Selain pembelajaran media literasi, lanjut dia, provokasi dalam media sosial juga bisa dikurangi melalui peran aparat keamanan atau kepolisian setempat.

"Aparat kepolisian bisa menggunakan dasar hukum dari Surat Edaran Kapolri tentang larangan menyebarkan ujaran kebencian terutama di media sosial, apalagi sudah diatur dalam Undang-Undang ITE -Informasi Teknologi Elektronik yang mengaturnya," katanya.

Menurut dia, pihak kepolisian setempat bisa menggunakan alat pelacak untuk menelusuri pengguna media sosial yang menebarkan perkataan yang bersifat fitnah dan kebencian.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement