Jumat 16 Sep 2016 17:02 WIB

Setelah Aplikasi Gay Diblokir, Lantas Apa?

Wartawan Republika, Reiny Dwinanda
Foto: Dok. Pribadi
Wartawan Republika, Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Wartawan Republika, Reiny Dwinanda

Kemarin (15/9), pemerintah Indonesia secara resmi meminta manajemen Apple App Store dan Google Play Store berhenti memasarkan aplikasi gay untuk pasar Indonesia. Di hari yang sama, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) melalui Kepala Biro Humasnya, Noor Iza, mengumumkan ada tiga aplikasi gay yang telah diblokir. BoyAhoy, Blued, dan Grindr tak lagi bisa diakses di Indonesia.

Keputusan tersebut muncul menyusul rekomendasi dari tim panel yang terdiri dari beragam pemangku kepentingan. Perwakilan stakeholders itu memandang aplikasi gay membahayakan lantaran mempromosikan perilaku seks menyimpang.

Temuan kasus mencengangkan pada 30 Agustus 2016 menjadi pemantiknya. Polisi menemukan adanya keterkaitan antara pengguna Grindr dengan muncikari jaringan prostitusi online di Bogor, Jawa Barat yang menawarkan anak laki-laki untuk konsumen gay. Ini merupakan kasus pertama di Indonesia.

Sebelum bertemu muka dengan anak incarannya, calon konsumen mengontak AR sang muncikari lewat Grindr. Setidaknya ada 144 anak yang telah diperdaya AR untuk menjadi pekerja seks komersil. Selain itu, masih ada empat anak lainnya yang merupakan "bawaan" U.

Lantas ada E. Dia pedagang sayur di Pasar Ciawi, Bogor, Jawa Barat. Dia mengajak anak-anak setempat untuk ikut berdagang sayur lalu merekrut mereka sebagai pelacur dengan iming-iming tambahan penghasilan yang lebih besar.

Rabu (14/9) siang, polisi mencokok SF yang telah menjerat tiga anak laki-laki untuk tujuan yang sama. Atas perbuatannya, AR dkk diancam pasal berlapis terkait Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, dan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Susana Yembise, menyebutkan sedikitnya ada 3.000 anak terindikasi terkait dengan jaringan prostitusi di Bogor. Sementara Mensos Khofifah Indar Parawansa mensinyalir jaringan prostitusi serupa tersebar di dua kota besar lainnya di Indonesia, yakni Bandung dan Surabaya.

Biasanya, kasus kejahatan seksual selalu muncul sebagai fenomena gunung es. Yang tampak hanyalah puncaknya. Angka 3.000 yang disebut sebagai jumlah anak korban perdagangan manusia ini sangat mungkin jauh berlipat ganda.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement