Jumat 15 Jul 2016 19:17 WIB

Soal Vaksin Palsu, YLKI: Konsumen Bisa Tuntut Ganti Rugi

Rep: Hasanul Rizqa/ Red: Karta Raharja Ucu
Vaksin palsu (ilustrasi)
Foto: Republika/Mardiah
Vaksin palsu (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hingga kini, sebanyak 22 fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) diduga kuat menjadi pembeli vaksin ilegal. Menurut ketua pengurus harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi, konsumen bisa menuntut ganti rugi kepada segenap fasyankes itu.

Sebelumnya, Kementerian Kesehatan telah mengumumkan 14 rumah sakit yang terindikasi memberikan vaksin palsu kepada pasiennya. Namun, Tulus menegaskan, pengungkapan ini belum cukup memberikan rasa aman bagi konsumen yang menjadi korban vaksin palsu.

Menurut Tulus, Kemenkes juga harus menekan pihak fasyankes yang sengaja melanggar hak konsumen untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang aman. Minimal, pemerintah harus segera mendata berapa jumlah konsumen dan siapa saja pasien yang terpapar vaksin palsu di tiap fasyankes tersebut. Untuk kemudian, Kemenkes memberikan vaksinasi ulang.

“Pihak rumah sakit harus memberikan jaminan secara tertulis untuk menanggung semua dampak kesehatan kepada pasien korban vaksin palsu. Ganti rugi tersebut bisa secara materiil dan immateriil,” ujar Tulus Abadi dalam rilisnya, Jumat (15/7).

Dia melanjutkan, jika pihak pasien masih belum puas mengenai jaminan yang diberikan pihak rumah sakit, maka pasien korban bisa menggugat pihak rumah sakit dan bahkan pihak pemerintah. "(Gugatan) baik secara individual dan atau class action (gugatan kelompok).”

Tulus menyebut, vaksin palsu hanyalah satu dari banyak fenomena pemalsuan produk-produk farmasi di Indonesia yang sebenarnya masih sangat marak. Karena itu, lanjut dia, masalah vaksin palsu harus menjadi titik pijak untuk membongkar adanya fenomena obat palsu di Indonesia. Di sinilah urgensi penguatan kelembagaan bagi BPOM.

“Jika pihak Istana mengatakan bahwa Badan POM harus direstrukturisasi, ya, kembalikan peran Badan POM yang selama ini justru diamputasi Kemenkes. Sementara, Kemenkes dan dinkes tidak melakukan pengawasan yang optimal di sisi hilir,” ucap dia.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement