Rabu 23 Mar 2016 18:05 WIB

Bali Susun Panduan Iklan Pengobatan Alternatif

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Yudha Manggala P Putra
Obat tradisional. Ilustrasi
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Obat tradisional. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Bali merekomendasikan Dinas Kesehatan untuk menyusun panduan pembuatan iklan pengobatan alternatif. Ini mengingat maraknya iklan pengobatan alternatif yang cenderung berlebihan.

"Panduan tersebut nantinya memuat apa yang boleh dan tidak boleh ditampilkan dalam iklan pengobatan alternatif. Standar dan batasan iklannya harus sama dan jelas," kata Ketua KPID Bali Anak Agung Rai Sahadewa, Rabu (23/3).

Sahadewa mencontohkan iklan pengobatan alternatif yang mengklaim mampu menyembuhkan berbagai penyakit, sedangkan pengujian khasiatnya belum jelas. Ada juga iklan obat penguat yang menggunakan kata-kata mengarah ke seksualitas.

Masalah kedua dalam iklan pengobatan terkait legalitas jasa pengobatan. KPI berpedoman pada Undang-Undang Penyiaran, Pedoman Perilaku Penyiaran (PPP), dan Standar Program Siaran (SPS). Pasal 11 ayat 3 SPS menyebutkan lembaga penyiaran dilarang menampilkan jasa pengobatan yang tak memiliki izin dan instansi berwenang. Kewenangan perizinannya sendiri berada di Dinas Kesehatan masing-masing kabupaten dan kota.

Masalah ketiga adalah izin promosi. Aturan kesehatan jasa pengobatan memiliki setidaknya dua izin, Surat Terdaftar Penyehat Tradisional (STPT) dan Surat Izin Penyehat Tradisional (SIPT). Hanya pemegang SIPT yang berhak melakukan promosi.

Pemegang STPT tidak bisa melakukan promosi sebab pada dasarnya mereka hanya mengantongi tanda terdaftar. Ini yang kebanyakan belum dipahami oleh beberapa media dan lembaga penyiaran. Sosialisasi lebih lanjut bersama KPI dan KPID diperlukan.

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali, I Ketut Suarjaya mengakui pengobatan alternatif dan tradisional sudah ada sejak dulu serta turun temurun. Masyarakat pun banyak yang meminatinya sehingga perlu adanya penguatan regulasi untuk melindungi masyarakat.

"Pemerintah harus melindungi dan melakukan pembinaan terhadap pelaku usaha pengobatan tradisional supaya bekerja sesuai kriteria," katanya.

Sejauh ini tercatat 3.200 pengobatan tradisional di Bali. Suarjaya mengatakan baru 10 persen dari jumlah tersebut yang mengantongi izin praktik.

Pemerintah provinsi sudah membentuk tim pembina dan pengawas untuk layanan ini melalui Keputusan Gubernur Bali Nomor 532/03-B/HK/2016. Bali adalah provinsi pertama di Indonesia yang memiliki tim pembina dan pengawas khusus untuk pengobatan alternatif dan tradisional. Pembinaan dan pengawasan dilakukan secara langsung juga melalui berbagai media.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement