Rabu 16 Mar 2016 22:36 WIB

Pembiaran Angkutan Online Dinilai Picu Konflik Horizontal

Rep: Amri Amrullah/ Red: Angga Indrawan
Angkutan umum diparkir di halaman MOnas saat ribuan sopi melakukan aksi di depan Balai Kota DKI Jakarta, Senin (14/3).
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Angkutan umum diparkir di halaman MOnas saat ribuan sopi melakukan aksi di depan Balai Kota DKI Jakarta, Senin (14/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Paguyuban Pengemudi Angkutan Darat (PPAD) menyayangkan sikap pemerintah yang hingga kini tidak melakukan pemblokiran terhadap layanan transportasi online. Pembiaran yang dilakukan pemerintah ini dikhawatirkan memicu konflik horizontal antara transportasi online dengan angkutan konvesional.

Ketua Paguyuban Pengemudi Angkutan Darat, Cecep Handoko mengatakan pemerintah yang tidak mengindahkan desakan pemblokiran situs dan aplikasi transportasi online, menunjukkan ketidakpahaman Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) terhadap subtansi tuntutan PPAD.

"Ketidakpekaan pemerintah ini akan memicu konflik horizontal," katanya, Rabu (16/3). Sebab keberadaannya yang merugikan angkutan legal konvensional. Di sisi lain pemerintah cenderung mengistimewakan jasa aplikasi yang notabenenya didominasi kepemilikan asing. Seperti grab yang merupakan milik pemodal Malaysia.

Terbukti, kata dia, saat ini pemerintah dan angkutan legal konvensional dibenturkan dengan keuntungan sesaat dari pemodal asing taksi online. Sedangkan industri transportasi lokal yang ada saat ini, lanjutnya, terus terpuruk karena permainan harga, dan keuntungan mereka dibawa ke luar negeri.

Ditegaskan dia, PPAD tidak alergi terhadap teknologi dan kreativitas, serta penanaman modal asing. "Asalkan mereka harus patuh dengan aturan yang ada di Indonesia," tegasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement