Ahad 07 Feb 2016 06:00 WIB

Anak, Seks, dan Parenting

Asma Nadia
Foto: Republika/Daan
Asma Nadia

REPUBLIKA.CO.ID,Menyekolahkan anak lelaki pada usia 15 tahun di Belanda bukanlah keputusan mudah--berat tak hanya bagi kami, juga orang tua manapun. Di antara sebagian besar negara Eropa, Belanda bisa dikatakan paling bebas pemikirannya, termasuk kehidupan seksualnya. Di sisi lain, remaja belasan tahun sedang dalam masa pubertas yang labil, masih sangat membutuhkan pendampingan orang tua.

Akan tetapi, ketika ada peluang bagi Adam, bungsu kami, untuk studi di sana selama setahun dalam program pertukaran pelajar, setelah melalui berbagai pertimbangan, kami mengizinkan. Ada tiga alasan.

Pertama, sejak usia empat tahun, Adam sudah bercita-cita menjadi pemain sepak bola dunia (baca Eropa) dan Belanda merupakan salah satu pintu gerbang menggapai mimpi. Menjelang keberangkatan, berbagai nasihat kami sampaikan agar dia selalu setia pada impian seperti selama ini.

"Ingat impian Adam jadi pemain sepak bola dunia yang beriman. Fokus pada cita-cita, jangan lirik kanan kiri dulu, ya.\" Mendengar kalimat saya, anak lelaki berambut lurus itu mengangguk. Ada senyum terselip di bibir, pertanda dia mengerti apa yang dimaksudkan si bunda.

Alasan kedua, Adam akan tinggal di keluarga Muslim Indonesia yang taat. Sekalipun jauh dari pengawasan, ananda berada di rumah yang insya Allah mampu menjaganya dengan baik.

Ketiga, sebagai orang tua, kami memercayainya. Adam sepenglihatan kami tumbuh menjadi remaja putra yang berprinsip, bahkan terkadang lebih matang kepribadiannya dari orang dewasa--semoga seterusnya Allah melindunginya. Tanpa alasan ketiga, pengawasan orang tua dan sekolah tidak akan mampu menjaga anak. Sebab, pada akhirnya setiap anak harus dilatih dan dididik untuk mampu menjaga diri sendiri ketika orang tua tidak ada.

Enam bulan Adam di Belanda. Bukan berarti kemudian semuanya aman dan berjalan tanpa masalah. Berita dari si bungsu terkadang membuat saya sport jantung. "Bunda, di sini cewek-ceweknya agresif," curhat Adam suatu hari.

"Maksudnya?" "Waktu kompetisi bola, Adam main dan banyak cewek yang nonton. Pas selesai, ada cewek datang dan bilang the only good thing about this game is only you!" Waduh! Mau tidak mau saya berdetak juga.

Adam cukup menonjol di sepak bola, juga mampu memainkan beberapa alat musik dan termasuk sangat supel sehingga cukup populer di kelas. "Makanya Adam nggak berani terlalu akrab dengan cewek di sini, cukup berteman saja," jelasnya.

Alhamdulillah, hati berangsur tenang. Doa-doa terus dipanjatkan, berharap dengan doa Allah memeluk ananda ketika kami orang tua jauh dan tidak bisa menjaga di sisinya.

Alhamdulillah, sejauh ini berjalan baik. Di luar jam sekolah, Adam bermain untuk satu klub bola dan turut berperan mengantar timnya menjadi juara pertama dalam kompetisi semacam PSSI di Belanda untuk U-16, pertengahan musim kemarin.

Hingga suatu hari, Adam memberi kabar yang lebih mengejutkan. Ketika berkemah bersama peserta program pertukaran pelajar, dua remaja Meksiko menghampirinya. "Ada cewek yang bersedia tidur dengan kamu malam ini, kamu mau?"

Bocah 15 tahun itu terperanjat--tapi dengan hati-hati kemudian menjawab, "Kalau aku hanya bisa 'berhubungan' dengan perempuan setelah menikah. Jadi, kalau belum jadi istri tidak boleh."

Dua remaja putra sepantaran Adam terlongo. "Memangnya kamu mau menikah umur berapa, Dam?" "Mungkin sekitar 25 tahun."

"Kamu sanggup menahan diri selama 10 tahun? Kami menunggu sebulan saja tidak sanggup," ujar mereka tergelak.

Obrolan kemudian melebar. Beberapa anak perempuan turut bergabung. Adam sekali lagi bercerita tentang konsep melepas keperjakaan hanya untuk perempuan istimewa yang kelak dinikahi. Anak-anak perempuan dari berbagai negarayang mendengar tercengang. "So sweet!" seru mereka. Sedangkan, sesama teman laki-laki berkomentar, "Stupid!" sambil terbahak.

Mendengar tema obrolan Adam dan teman-teman pertukaran pelajarnya tentu saja membuat saya khawatir. Di sisi lain, bersyukur atas keterbukaannya. Di antara doa-doa dalam hati yang harus saya kuatkan, saya mengingatkan Adam betapa ia harus setia pada impian.

Juga menekankan bahwa kami orang tua banting tulang untuk membiayai kehidupannya di sana--yang tidak murah. Berharap Adam kian bertanggung jawab serta lebih menjaga diri. Sebab, dengan begitu, dia menjaga hati ayah dan bundanya.

Ketika anak-anak masih kecil, dalam pendidikan seks, kami menggunakan cara konvensional seperti orang tua dulu. Kalau ada adegan ciuman di televisi, kami mengajak mereka menutup mata, juga ketika ada aurat yang dipamerkan. Saat mereka beranjak remaja, kami memilih tetap menemani mereka menonton di bioskop, mengingat dalam film-film remaja Barat ada kalanya terselip konten dewasa. Setidaknya, dengan menemani, kami bisa meluruskan dan memberi pemahaman berdasarkan nilai-nilai yang kami yakini.

Kami berbicara terbuka tentang seks, tetapi dilandasi aturan Islam yang jelas. Berdiskusi dan mencoba menjawab pertanyaan mereka akan berbagai hal, tentang fungsi alat reproduksi, bagaimana membersihkan, hingga memberi batasan supaya mereka bisa menjaga diri.

Seorang psikolog pernah menceritakan bahwa korban pelaku sodomi di Sukabumi yang sempat sangat menggemparkan, di antaranya, berasal dari orang tua yang sangat terpelajar. Anak-anak tersebut tidak mengerti kejahatan yang dilakukan terhadap mereka karena orang tua tidak menginformasikan.

Tidak hanya pada Adam, pun kepada putri sulung kami. Berita pelecehan seksual, bahkan pemerkosaan yang menimpa anak-anak, tapi tidak mereka pahami, sudah terlalu sering terjadi. Setiap orang tua bisa memilih pola asuh dan hasil yang mereka inginkan.

Bagi saya dan suami, kami memilih untuk membangun anak yang imun, bukan steril. Jika anak tidak mendapat informasi yang benar dari orang tua, mereka akan menjadi mangsa potensial dari orang-orang yang menyimpang. Atau, memperoleh opini dan informasi dari lingkungan yang sangat mungkin berpeluang menjerumuskan karena bebas nilai.

Tantangan pada masa depan akan semakin berat. Sama-sama perkuat ikatan hati dan komunikasi dengan ananda. Tugas kita untuk terus mendekatkan mereka pada agama. Semoga doa-doa yang dipanjatkan turut menjadi perisai penjaga dari-Nya. Amin.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement