Kamis 15 Oct 2015 00:40 WIB

Kinerja Investasi Jatim Menurun

Rep: C03/ Red: Yudha Manggala P Putra
Investasi di Indonesia (Ilustrasi)
Foto: Wihdan Hidayat/Republika
Investasi di Indonesia (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA – Kinerja investasi Jawa Timur mengalami penurunan. Sebagaimana dijelaskan Gubernur Jawa Timur Soekarwo dalam HUT Jatim ke-70 beberapa waktu lalu, total investasi pada Semester I 2015 hanya Rp 67.59 triliun atau turun 18.8 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 83.24 triliun.

Menurut Pengamat Ekonomi Universitas Airlangga Surabaya Wissaturrahma hal ini tak lepas dari dampak lesunya ekonomi global.

Namun, menurutnya yang membuat merosotnya nilai investasi di Jawa Timur adalah adanya tuntutan keras para buruh yang meminta kenaikan upah. Tak jauh berbeda dengan Ibu kota Jakarta, saat ini Upah Minimum Regional (UMR) Jatim kata Wisaturrahma sekitar Rp 2.7 juta.

“Permintaan buruh itu juga membuat investor berpikir ulang mau menanamkan modalnya disini. Kondisi ekonomi sedang tidak bagus, mereka yang ada saja memutus karyawannya. Mulai tak betah kan,” jelas Wisaturrahma saat dihubungi Republika, Rabu (14/10) siang.

Lebih lanjut Wisaturrahma mengatakan posisi Jatim sebagai provinsi tertinggi yang melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) menjadi bukti industri di Jawa Timur mengalami kelesuan. Padahal industri yang sudah ada di Jawa Timur menjadi barometer bagi investor baik domestik maupun asing untuk menancapkan modalnya.

Sementara Pemprov Jatim mencatat saat ini Penanaman Modal Asing (PMA) sebesar Rp 10,44 triliun serta Penanaman Modal Dalam Negri (PMDN) sebesar Rp 12,64 triliun dan investasi daerah Rp 44,51 triliun. Sementara itu total izin prinsip hingga semester I mencapai Rp 84,68 triliun terdiri dari izin prinsip PMA Rp 71,88 triliun dan izin prinsip PMDN 12,80 triliun.

 Namun kata dia pemerintah provinsi bisa kembali mendongkrak investasi dengan cara mengembangkan kabupaten/kota yang memiliki potensi namun belum terksplorasi.

“Saat ini perhatian Pemerintah hanya kepada wilayah tertentu. Investor fokus di Surabaya, Sidoarjo, Malang, Banyuwangi padahal seperti Trenggalek, Jember dan Situbondo juga punya potensi yang sama untuk menarik investasi termasuk disektor pariwisatany. Jadi harus merata,” tuturnya.

Untuk itu dia berharap melalui kepastian hukum, deregulasi dan debirokratisasi, pemangkasan perizinan yang selama ini digaungkan pemerintah pusat bisa terlaksana dengan baik di tingkat daerah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement