Rabu 02 Sep 2015 06:02 WIB

Jihad Pasar dan Kekuatan Ekonomi Indonesia

Red: M Akbar
Memulai Bisnis Online
Foto: Corbis.com
Memulai Bisnis Online

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Rendy Saputra (CEO KeKe Busana)

Ramai dibicarakan tentang penguatan dolar AS terhadap rupiah. Entah bagaimana ceritanya yang pasti sebagian besar orang awam tidak begitu paham mengapa nilai tukar dolar AS terus menguat hingga sempat menembus Rp 14.000. Sudah begitu banyak teori yang menjelaskannya. Namun, dampak dari meroketnya nilai tukar dolar AS terhadap rupiah jauh lebih terasa ketimbang beragam teori yang mengemuka.

Salah satu dampak yang langsung terasa di publik adalah naiknya harga kebutuhan hidup. Kita tidak bisa menutup mata bahwa kita melakukan impor atas kebutuhan hidup sehari-hari. Dengan berperilaku impor tadi, artinya kita melakukan transaksinya dalam mata uang acuan dunia. Saat ini tentu saja rujukannya adalah mata uang dolar AS. So, ketika dolar AS naik berarti harga beli ikutan naik dan akhirnya harga jual di pasar turut pula melambungkan harga beli. Klop!

Dari skema ringan di atas, kita menyadari sesuatu yang sebenarnya sungguh menyayat sanubari. Untuk kebutuhan seperti kedelai, gula, bahkan beras sekalipun, kita masih melakukan impor. Artinya, kita sebagai bangsa tidak bisa memenuhi kebutuhan kita sendiri. Kita membutuhkan supply dari negara lain. sungguh tragis rasanya menyaksikan kenyataan di negeri yang katanya gemah ripah loh jinawi ini.

Misalnya jika kita mengimpor beras dari Thailand, berarti kita mengimpor beras dari sebuah negara yang luasannya tidak sampai sepertiga luasan negeri kita. Begitu juga ketika kita mengimpor kedelai dan gula. Seakan-akan negeri ini tidak punya kemampuan untuk menghasilkan itu semua.

Ketergantungan bangsa ini terhadap asupan supply impor adalah sebuah masalah yang harus segera dipecahkan. Salah satu jalan pemecahannya, dalam hemat saya, adalah "Jihad Pasar".

Kita terkadang tidak menyadari, suka atau tidak suka, 240 juta warga Indonesia pasti melakukan "belanja" atas kebutuhan sehari-hari mereka. Suka atau tidak suka juga, 240 juta warga Indonesia membutuhkan makan setiap harinya. Berarti, 240 juta warga Indonesia membelanjakan uang mereka secara terus menerus untuk memenuhi kebutuhannya.

Jika di dalam suatu wilayah ada 1 juta kepala keluarga. Lalu setiap kepala keluarga rata-rata membeli beras senilai Rp 100.000 per bulan maka daerah itu memiliki potensi pasar beras senilai Rp 100 miliar per bulan. Suka atau tidak suka, Rp 100 miliar itulah yang terbelanjakan setiap bulannya. Tinggal yang jadi pertanyaannya adalah,''Kemanakah uang Rp 100 miliar ini mengalir? Apakah ke bangsa sendiri atau justru mengalir jauh ke bangsa lain?''

Setiap pagi kita melakukan aktivitas membersihkan diri. Aktivitas mandi adalah ritual yang hampir dilakukan oleh 240 juta anak bangsa. Dalam skala mandi saja, cobalah kita perhatikan, ke negara manakah kita berbelanja pasta gigi, sabun, shampo dan kebutuhan mandi lainnya. Apakah uang tersebut terbelanjakan ke dalam negeri?

Kisah-kisah sederhana tadi adalah refleksi ketidaksadaran kita hari ini. Kita tidak sadar bahwa 240 juta penduduk Indonesia adalah pasar yang sangat besar. Sebuah pasar yang suka atau tidak suka akan belanja terus menerus. Tinggal pertanyaannya adalah siapakah yang melayani kebutuhan bangsa ini? Kemanakah mengalirnya uang bangsa ini?

Usaha serius untuk merebut potensi pasar ini, sekali lagi menjadi sebuah bentuk "Jihad Pasar". Kita sebagai bangsa harus mulai gerah ketika market share bangsa ini tergerus oleh produk bukan dari dalam negeri. Harusnya kita mulai gerah ketika kita tidak bisa menguasai pangsa pasar pasta gigi kita sendiri. Kita harusnya gerah apabila kita tidak bisa memenuhi kebutuhan kosmetik kita sendiri. Kita harusnya gerah apabila kita tidak bisa memenuhi kebutuhan pangan kita sendiri.

Jihad Pasar adalah usaha sungguh-sungguh untuk merebut pasar yang saat ini berada dalam genggaman bangsa lain. Jihad pasar berarti berusaha memenuhi kebutuhan bangsa sendiri. Jihad pasar adalah usaha untuk menghadirkan produk yang memiliki daya saing sehingga 240 juta penduduk Indonesia tidak perlu melirik produk bangsa lain. Jihad Pasar adalah kerja serius untuk membangun kekuatan ekonomi Indonesia.

Lantas, sudahkah kita memiliki ikhtiar untuk memulainya?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement