Rabu 12 Aug 2015 16:26 WIB

'Perlu Pahami Kompleksitas Hubungan Keagamaan di Papua'

Rep: c35/ Red: Damanhuri Zuhri
Pembakaran masjid (ilustrasi)
Foto: Republika Online/Mardiah
Pembakaran masjid (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Atas perkembangan insiden Tolikara yang sudah merambah ke jalur hukum, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Tolikara meminta penyelesaian insiden Tolikara secara menyeluruh dan bermartabat.

Mereka menyatakan semua pihak harus menghormati dan mendorong pelaksanaan tujuh butir kesepakatan yang telah dibuat pihak Muslim dan Kristen di Tolikara.

Koalisi ini terdiri dari beberapa LSM seperti Abdurahman Wahid Center- Universitas Indonesia (AWC-UI), Aliansi Nasional Bhineka Tunggal Ika (ANBTI), Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (LSAM), Human Rights working Group (HRWG), Indonesian Center for Reconciliation (ICR), Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Yayasan Pusaka dan Yayasan Satu Keadilan.

Mereka menggarisbawahi butir ketiga yang menyebutkan kedua belah pihak sepakat untuk menyelesaikan masalah secara adat dan menghentikan kriminalisasi terhadap pemimpin GIDI.

Pernyataan tersebut telah dikukuhkan oleh Surat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Papua kepada Kapolda Papua tertanggal 7 Agustus 2015, untuk menghormati kesepakatan damai tersebut dengan menghentikan proses hukum di Polda.

"Semua pihak perlu memahami sejarah dan kompleksitas hubungan keagamaan di Papua dan Tolikara pada khususnya,'' kata juru bicara koalisi dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (12/8).

Disebutkan, negara hadir bukan untuk memelihara konflik, apalagi menciptakannya, melainkan untuk menjembatani proses pemulihan yang dirintis pimpinan Muslim dan Kristen di Tolikara.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement