Selasa 11 Aug 2015 11:12 WIB

Merindukan Pemimpin Penjaga Nurani Bangsa (3)

Bung Hatta
Foto: [ist]
Bung Hatta

REPUBLIKA.CO.ID, Dampak dari memimpin adalah menderita. Ketika kembali menjadi rakyat biasa, Bung Hatta tetap mengkritisi sejumlah kebijakan Presiden Sukarno yang dinilainya salah langkah dan cenderung merugikan rakyat Indonesia.

Misalnya, terkait cara pemerintah saat itu mengatasi lonjakan inflasi yang sudah mencapai 650 persen. Bahkan, seperti disebut Mochtar Lubis dalam buku Hati Nurani Melawan Kezaliman, Surat-surat Bung Hatta kepada Presiden Soekarno 1957-1965 (1986),  Bung Hatta sendiri merasakan kesulitan dalam memenuhi biaya hidup sehari-hari keluarganya.

Dalam sebuah surat kepada Bung Karno tertanggal 17 Juni 1963, Bung Hatta menuliskan kegelisahannya akan nasib bangsa ke depan:

“Tujuan kita sosialisme, tetapi mismanagement Pemerintah dalam hal ekonomi menimbulkan satu golongan kapitalis baru yang memandang dirinya orang elite, yang hidupnya mewah dan menganggap dirinya kelas yang diperlukan benar oleh orang-orang pemerintah di pusat dan daerah. Pertentangan kaya dan miskin sangat menyolok mata, belum pernah setajam sekarang ini.” (Lubis, 1986:81).

Kendati demikian, hubungan baik di antara kedua tokoh bangsa itu tetap hangat. Misalnya, pada 12 Juli 1963 Presiden Sukarno menjenguk Bung Hatta yang sedang terbaring sakit di RSUP Jakarta.

Tampak, keduanya sebenarnya masih satu tujuan yakni persatuan dan kemajuan bangsa, meskipun masing-masing sudah memilih jalan yang berbeda.

Sukarno menghendaki menyertakan orang-orang komunis di dalam pemerintahan, tak demikian halnya dengan Bung Hatta. Sejarawan Deliar Noer (1990:711) menyebut, sikap demokratis Bung Hatta lebih didasari pada kalkulasi rasional.

Bung Hatta konsisten menyuarakan solusi kepada pemerintah yang dinilainya masih kurang berpihak pada penderitaan rakyat.

Deliar Noer (1990:669) mengutip tulisan Bung Hatta mengenai kemerosotan moral menjelang runtuhnya Orde Lama: “Kita selalu mencela dasar l’exploitation de l’homme par l’homme yang berlaku di zaman imperialisme kolonial. Tetapi jangan dasar yang jelek itu diganti dalam Republik Indonesia kita ini dengan sistem yang lebih jelek lagi, yaitu,  l’exploitation de l’homme par l’etat (eksploitasi manusia untuk negara).”

Keberpihakan Bung Hatta pada hak-hak dasar rakyat tak gentar memasuki era Orde Baru. Bung Hatta berkeyakinan, tugas utama seorang pemimpin demokratis ialah memikirkan siapa penggantinya, bukan bagaimana mempertahankan kekuasaan terus-menerus.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement